Home / Fantasi / Legenda Negeri Kaili / Keributan Di Pagi Hari

Share

Keributan Di Pagi Hari

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2023-04-22 22:20:01

Berangsur-angsur suasana kembali tenang. Hiruk pikuk pertempuran, jerit tangis ketakutan dan ratapan minta tolong tidak lagi terdengar. Hanya ada beberapa aktivitas kecil pasukan atau pun rakyat yang membereskan sisa-sisa pertempuran dan suasana kota yang berantakan.

Namun tidak begitu dengan situasi di istana. Di pagi itu, istana telah dipenuhi dengan kekacauan. Para prajurit yang hilir mudik berpatroli, para kasim yang menjaga setiap istana dengan ketat, dan para pelayan serta dayang-dayang istana yang kebingungan.

Sesungguhnya mereka tidak memahami apa yang sedang terjadi saat ini. Pemberontakan yang meletus menjelang malam hari, sungguh di luar dugaan banyak orang.

Di pagi buta itu, mereka menyambut kemenangan sang kaisar tanpa memahami sepenuhnya situasi saat ini. Banyak diantara para penghuni istana tidak tahu menahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka hanya tahu ada pemberontakan. Namun siapa dan apa penyebabnya, mereka buta sama sekali.

Kini mereka menyambut kembalinya sang Kaisar dari pertempuran. Beberapa dayang di bawah pimpinan Kasim Wang segera bergegas menyambut Yang Mulia di aula utama. Sedangkan, sebagian dayang mengikuti Ibu Han untuk mempersiapkan kedatangan seorang permaisuri seperti di perintahkan Yang Mulia Kaisar tadi.

Hilir mudik para dayang, pelayan maupun prajurit membuat suasana istana yang biasanya tenang menjadi sedikit kacau. Mungkin hanya Kasim Wang dan Ibu Han yang tetap tenang. Mereka berdua adalah orang-orang kepercayaan Ao Yu Long dalam mengelola urusan istana.

Mereka berdua nampak sibuk mengarahkan para dayang dan pelayan istana sesuai tugas mereka masing-masing. Para dayang dari balai pengobatanlah yang paling sibuk. Tampak mereka sibuk berlarian menyambut para prajurit yang terluka.

Hanya di pondok di salah satu sudut lingkungan istana yang tetap tenang. Seorang gadis muda bergaun putih tampak berdiri tegak di depan pondok. Tangannya mendekap sebuah sitar.

Sementara sebuah guzheng tampak berada di sebelahnya. Gadis itu hendak berbalik menuju pondoknya, namun kedatangan seseorang membuat langkahnya terhenti.

"Nona Duan, ikutlah denganku!" Seorang wanita setengah baya tergesa-gesa memanggilnya.

"Ibu Chin, ada apa? Apakah terjadi sesuatu?" Gadis cantik itu menatap wanita di depannya dengan heran.

Ibu Chin, kepala pelayan di Istana Naga tidak biasanya sepanik itu. Di mata para dayang dan pelayan istana, sosok Ibu Chin adalah sosok paling tenang yang jarang sekali terlihat emosinya.

"Sudahlah, kau ikut denganku saja." Ibu Chin menarik lengan gadis itu. Dan dengan setengah terseret gadis itu mengikuti Ibu Chin dengan bingung.

"Aiyo Nona Duan, Ibu Chin kenapa kalian berlarian seperti itu?" Seorang gadis kecil berumur belasan tahun, yang baru keluar dari pondok terheran-heran melihat kedua wanita tadi.

"Cui Lian ikutlah dengan kami, jangan banyak bertanya!" Ibu Chin setengah berteriak.

Cui Lian, gadis kecil tadi hanya melongo mendengar teriakan Ibu Chin. Dia terlihat kebingungan tidak tahu harus berbuat apa. Namun akhirnya dia kembali ke dalam pondok, mengambil baozi sarapannya yang belum habis dan segera menutup pintu pondok.

Secepat kilat dia berlarian mengikuti dua wanita tadi sambil menyantap baozinya. Dia tidak peduli dengan beberapa orang yang berpapasan dengannya, hampir bertabrakan atau bahkan menegurnya.

"Ai yoyo Cui Lian, lihatlah dirimu. Kau berlari sambil makan seperti itu. Dasar gadis nakal!" seorang pelayan wanita menegurnya saat hampir bertabrakan dengannya.

"Maaf, maafkan aku Bai jiejie. Aku terburu-buru." Cui Lian berhenti sebentar untuk membungkuk minta maaf pada pelayan itu dan segera berlari lagi.

"Cui Lian habiskan makananmu dulu!" Pelayan itu kembali berteriak, namun pelayan kecil itu sudah berlari tidak memperdulikan teriakannya.

"Aiyo dasar gadis nakal, sesibuk apa dirimu hingga makan pun sambil berlari." Pelayan itu menggelengkan kepalanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya membersihkan halaman.

Benar-benar sebuah kesibukan di luar kebiasaan. Beberapa dayang nampak hilir mudik. Namun meskipun begitu tidak ada yang berlarian seperti pelayan kecil tadi.

Mereka masih cukup mampu mengendalikan diri meski situasi tidak menentu saat ini. Setidaknya mereka tidak harus berlarian dengan mulut penuh dengan baozi.

Mungkin keributan dan kegaduhan di pagi buta ini bukan karena pemberontakan. Namun di karenakan seorang pelayan kecil yang berlarian dan menabrak beberapa pelayan, dayang bahkan pada akhirnya dia menabrak sang Jenderal.

"Aiyo, apa anda tidak memiliki mata hingga menabrak gadis kecil ini?" Cui lian menggerutu kemudian meringis menepuk gaunnya yang berdebu.

Dia terguling saat menabrak seseorang. Cui Lian bangkit dan terkejut saat tahu siapa yang telah menabraknya. Seorang pria tinggi besar menjulang di hadapannya dan tengah menyipitkan matanya, menatapnya dengan sinis.

"Maafkan saya, Jenderal Won." Cui Lian segera membungkukkan badannya dan meminta maaf dengan takut-takut.

"Kenapa kau berlarian seperti dikejar hantu seperti itu?" Sang Jenderal menatap gadis di depannya dengan tajam.

"Hamba hanya mengikuti Ibu Chin dan Nona Duan. Ai yoyo, kemana mereka pergi?" Cui Lian baru tersadar jika dia kehilangan jejak dua wanita yang membuatnya lari tunggang langgang di pagi buta ini.

"Gadis bodoh. Mereka menuju kediaman pribadi Yang Mulia." Jenderal Won menusuk dahi gadis kecil itu dengan jarinya dan menunjukkan ke arah mana dua wanita yang tengah di cari pelayan kecil itu.

"Terima kasih Jenderal." Gadis itu kembali membungkuk.

Dia pun kembali berlari. Kali ini kediaman pribadi yang mulia, Istana Naga yang ditujunya. Salah satu istana termegah di Istana Zijin. Di sanalah Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long berdiam.

Tak perlu waktu lama untuk sampai di Istana Naga. Apalagi Cui Lian berlari dengan kecepatan tinggi. Kini gadis pelayan itu berdiri di ujung tangga yang menuju ke arah kediaman pribadi yang mulia.

Beberapa prajurit yang berjaga-jaga di anak tangga menatap gadis pelayan itu dengan garang. Tidak sembarangan orang bisa memasuki kediaman yang mulia seenak hatinya. Apalagi seorang pelayan kecil seperti dirinya.

"Tuan prajurit, aku Cui Lian, pelayan pribadi Nona Duan. Nonaku ada di dalam dan aku di minta untuk menyusulnya kemari." Cui Lian memberanikan diri untuk menyapa salah seorang prajurit itu.

"Tanpa ijin Kasim Liu tidak seorang pun di ijinkan memasuki kediaman Yang Mulia. Tunggulah nonamu di sini." Prajurit itu menjawab dengan tegas.

Di situasi genting seperti ini dia tidak berani bertindak gegabah. Sesungguhnya dia tahu benar pelayan kecil ini tidak berbohong.

Bukan sekali dua kali mereka bertemu di istana naga ini. Tapi Kasim Liu telah memberi perintah tegas untuk memblokir siapa pun yang ingin memasuki kediaman pribadi yang mulia. Sekali pun itu ibu kandung yang mulia, jika dia masih hidup.

Apalah arti seorang pelayan kecil seperti Cui Lian, jika ibu kandung Yang Mulia pun tidak diijinkan untuk memasuki kediamannya.

Cui Lian sangat memahami situasinya. Meski cemas dengan nonanya, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa pun. Dia gadis yang cerdas, menunggu adalah pilihan yang terbaik.

Toh, di dalam sana tidak ada satu pun yang bisa menyakiti apalagi melukai nonanya. Dan untuk berapa lama, Cui Lian mondar-mandir di ujung tangga istana naga. Sambil sesekali dia mengajak berbincang para prajurit penjaga, namun mereka mengabaikannya.

Gadis pelayan itu di landa kebosanan. Apalagi situasi di istana berangsur-angsur mereda. Tidak ada lagi suara-suara bersahutan tak jelas. Pun para kasim dan prajurit sudah kembali ke tempat masing-masing. Sementara para dayang pun telah selesai dengan tugas-tugas mereka.

Hanya nonanya, Nona Duan, masih tertahan di kediaman pribadi yang mulia. Entah apa yang terjadi di dalam, dia tidak berani menduga-duganya.

Di tengah menunggu sang nona, entah karena hari menjelang sore, atau memang angin bertiup lebih dingin hari ini, samar-samar udara dingin menyergap dan melingkupi seluruh istana.

Angin bertiup lebih dingin, hampir seperti musim dingin. Sedangkan saat ini masihlah di pertengahan musim panas yang menyengat.

Apakah ini hanya perasaan sang pelayan kecil? Namun ketika Cui Lian mendongak menatap langit, dia tersadar ini bukan sekadar perasaan. Namun ada sesuatu yang salah, tapi entahlah dia tidak tahu apakah itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Legenda Negeri Kaili   Era Baru

    Ao Yu Long mengangkat pedang berwarna biru itu ke atas dan mendongak menatap langit yang gelap gulita. Seberkas sinar berwarna biru terpancar dari pedang itu dan berpendar selama beberapa saat menerangi malam di Dataran Tengah, hingga Tanah Bebas dan sebagian wilayah Kaili."Gege!" Dong Xiu Bai melayang turun bersama Rubah Putih dan Tian Min.Dong Xiu Bai segera berlari dan menubruk Ao Yu Long dengan gembira. Ao Yu Long tertawa dan menurunkan pedangnya. Kemudian digendongnya gadis kecil itu dan membawanya kembali ke kerumunan diikuti Tian Min."Hei kalian berdua! Jangan seenaknya!" Tiba-tiba saja Naga Es berseru kesal."Ada apa? Apa kalian ingin tertidur lagi?" Tian Min tertawa dan menyentuh kepala Naga itu."Bocah Duan! Mana Seruling Giokmu?" Rubah Putih mendekati Tian Min dan bertanya dengan gaya acuh tak acuhnya."Rubah Putih, Seruling Giok menghilang bersamaan dengan meninggalnya nenekku!" Dong Xiu Bai turun dari gendongan Xiao Long dan mendekatinya."Aneh! Tetapi aku merasakan roh

  • Legenda Negeri Kaili   Kembalinya Kaisar Ao Yu Long

    "Tian Min selamatkan Nona! Jangan khawatirkan kami! Ingatlah janjimu pada Tuan Xiao Long untuk melindungi Nona!" Nyonya Ning berteriak memintanya untuk menyusul Dong Xiu Bai.Tian Min menatap para wanita itu sebentar. Dengan berat hati dia meninggalkan mereka dan berlari menuju rumah utama. Api berkobar semakin membesar."Kejar dia! Dan tangkap para wanita itu!" Para pria itu berteriak-teriak.Sebagian mengejar Tian Min dan sebagian menyerang Nyonya Ning dan yang lain. Jerit tangis sekaligus ketakutan kembali terdengar. Membuat Tian Min ragu."Tian Min, pergilah! Jika kami mati, kau dan Nona dapat membalaskan dendam kami! Jika kau yang mati sudah pasti kami pun akan mati!" Nyonya Ning berteriak tanpa ragu.Tian Min yang sempat merasakan keraguan kini membulatkan tekad untuk menerobos api. Kobaran api yang semakin membesar tak dihiraukannya."Nona! Nona!" Dia berteriak memanggil Dong Xiu Bai.Pandangan matanya terhalang api dan asap. Dia tidak dapat memastikan di mana dia atau pun Dong

  • Legenda Negeri Kaili   Wisma Diserang

    Beberapa hari kemudian, orang-orang di Wisma Nyonya Ning dan juga di desa disibukkan dengan persiapan untuk mengungsi. Mereka bersiap untuk kemungkinan yang terburuk."Aku dengar desa sebelah diserbu orang-orang tak dikenal. Dalam semalam desa itu hancur lebur." Desas-desus beredar di desa terutama di keramaian.Bahkan para tamu di wisma pun mulai gelisah. Mereka memilih untuk meneruskan perjalanan ke Tanah Bebas. Sedangkan bagi orang-orang yang hendak menuju Dataran Tengah memilih untuk kembali atau bertahan di wisma."Seperti dugaanku, situasi makin tak terkendali, Nyonya." Tian Min duduk di hadapan Nyonya Ning.Sore itu mereka bermain catur go sembari berbincang dan menikmati teh. Akhir-akhir ini mereka berdua lebih sering menghabiskan waktu bersama."Kau benar. Aku khawatir mereka akan menyerang kita kapan saja. Orang-orangku tak akan mampu menahan mereka." Nyonya Ning meski berkata dengan tenang, tetapi kekhawatiran tergambar jelas d

  • Legenda Negeri Kaili   Situasi Makin Kacau

    "Nona!" A Gui berteriak seraya berlari menghampiri Dong Xiu Bai yang tengah berlatih memanah bersama Tian Min."Ada apa? Apakah ada kabar dari Long Gege?" Dong Xiu Bai bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari target yang hendak dipanahnya.Tian Min memberi isyarat pada A Gui untuk menunda laporannya. Menunggu Dong Xiu Bai selesai memanah sesuai target. Anak panahnya melesat dan tepat mengenai sasaran."Nona anda semakin pandai dalam memanah." Tian Min memujinya."Karena kau yang mengajariku. Oh ya Paman A Gui, ada apa?" Dong Xiu Bai kini menatap pria yang selalu setia membawakan kabar dari Xiao Long atau pun Xie Jing Cuan."Surat dari Tuan Long." Sahutnya sembari memberikan sebuah gulungan padanya."Terima kasih." Dong Xiu Bai menerima kemudian membuka dan membaca gulungan itu. Dia menjauhi area latihan dan masuk ke dalam rumah."Pama A Gui apakah ada kabar di Tanah Bebas dan Dataran Tengah?" Tian Min bertanya pada pria yang kini mengikutinya menuju dapur."Ada Tuan. Tanah Bebas ki

  • Legenda Negeri Kaili   Kunjungan Wu Hongyi

    "Yang Mulia bagaimana dengan Pedang Es?" Jenderal Won bertanya saat mereka berpatroli di sekitar Padang Muhly."Pedang itu menghilang dan aku harus mencarinya." Ao Yu Long menatap lurus ke arah rerumputan merah muda yang berkibar-kibar tertiup angin."Bai'er pasti senang jika berada di sini. Dia dapat berlatih dengan bebas," gumamnya lirih.Tiba-tiba terbersit sebuah rasa rindu pada gadis kecil itu. Tawanya yang menggemaskan, denting hiasan rambutnya saat kepalanya bergoyang dan keusilan serta kenakalannya semua itu sangat dirindukannya."Bai'er?" Jenderal Won tertegun mendengar gumaman Xiao Long."Dong Xiu Bai, putri tunggal Lady Ming." Xiao Long tersenyum, menjelaskan."Yang Mulia, jika Anda bertemu dengan putri Lady Ming seharusnya Anda juga bertemu dengan Jenderal Mo Ye bukan?" Jenderal Won bertanya dengan hati-hati.Xiao Long tertegun sejenak kemudian menghela napas dalam-dalam. Sebuah pertanyaan yang dia tahu pasti akan sulit untuk menjawabnya. Bukan perkara mudah untuk mengabark

  • Legenda Negeri Kaili   Perbincangan Tiga Pria

    "Aku heran! Hanya dengan sebuah siulan dan mereka mempercayai kau adalah Kaisar Ao Yu Long." Tuan Wu masih penasaran dengan siulan Xiao Long tadi."Bukankah sedari awal kau bertemu denganku, kau pun sudah mencurigai diriku?" Xiao Long tertawa pelan."Tentu saja berbeda. Waktu itu aku mengobatimu dan tahu chi-mu yang jelas bercirikan chi Klan Ao." Tuan Wu menyahut dengan kesal."Tuan, siulan tadi hanya bisa disiulkan oleh Yang Mulia Kaisar. Itu bukan siulan sembarangan karena siulan itu merupakan kode rahasia yang dikombinasikan dengan jurus Pedang Es." Jenderal Won menjelaskan dengan nada datar tanpa emosi."Begitu rupanya? Xiao Long apakah semua jenderalmu bersikap dingin dan tanpa emosi seperti dia?" Tuan Wu berbisik pelan."Diamlah dan ikuti saja kebiasaan di sini." Xiao Long berbisik pelan dan mengikuti Jenderal Won memasuki tenda. Tuan Wu terdiam dan mendesah kesal, meski begitu dia mengikuti perkataan Xiao Long."Yang Mulia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status