Home / Fantasi / Legenda Negeri Kaili / Irama Guzheng Penghantar Kematian

Share

Irama Guzheng Penghantar Kematian

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2023-04-19 10:17:07

Di Istana Zijin, Kekaisaran Kaili, Ibu Suri nampak gelisah. Dia mondar-mandir di dalam kamarnya. Sementara beberapa pelayan dan pengawalnya berlutut dan berjaga-jaga di aula.

Belum ada kabar dari Grand Tutor Gong atau para jenderal dan bangsawan yang mendukung pemberontakan. Dia telah berkali-kali meminta kasim kepercayaannya untuk mencari kabar. Namun situasi tidak memungkinkan.

Jenderal Mo Ye, satu-satunya jenderal wanita di Kekaisaran Kaili, menjaga istana dengan ketat. Selain mengerahkan pasukan untuk berpatroli, dia juga memblokade semua akses keluar masuk istana.

Jenderal Mo Ye adalah seorang wanita besi. Dia telah berada di medan perang sejak berumur dua belas tahun. Dia menggantikan ayahnya memimpin pasukan elite Penjaga Kekaisaran. Memastikan keamanan kaisar dan istana adalah tugasnya.

Meski baru dua tahun menempati posisi ini, namun kemampuannya tidak diragukan. Dia salah satu jenderal yang selalu mendampingi Kaisar Ao Yu Long dalam kampanye militernya. Bahkan jauh sebelum Ao Yu Long diangkat sebagai kaisar.

Saat ini prioritasnya adalah memastikan blokade bagi pengikut Ibu Suri. Dan juga memastikan keamanan istana. Dia adalah benteng terakhir pertahanan Pasukan Mo Yu.

Dengan penjagaannya, Ibu Suri tidak bisa berkutik. Apa lagi Jenderal Mo Ye, juga menginstruksikan pasukan elitenya untuk menjaga istana mantan putra mahkota, Ao Yu Feng dan para pangeran lain.

Itu sesuatu yang di luar dugaan Ibu Suri dan para pemberontak. Mereka tidak mengira Kaisar memiliki pasukan bayangan yang kuat. Mengingat segel militer berada di tangan Jenderal Duan yang tengah menjalankan tugasnya melindungi perbatasan.

Sementara segel yang lain berada di tangan Menteri Perang yang jelas berpihak pada kaisar yang bertahta. Sebenarnya itu tidak berpengaruh, karena Menteri Perang hanya memiliki jumlah pasukan yang sedikit. Tidak sebanding dengan gabungan pasukan yang dibentuk bawahan Ibu Suri, pasukan Jenderal Dong dan beberapa jenderal yang lain.

Namun Pasukan Mo Yu berbeda dengan pasukan yang lain. Mereka adalah pasukan bayangan yang hanya patuh pada perintah kaisar Ao Yu Long. Selain itu keberadaan dan kekuatannya sangat misterius dan tak terukur.

Hal inilah yang menjadi batu sandungan untuk rencana pemberontakan yang diprakasai Ibu Suri. Kekuatan pasukan pendukungnya tidak sebanding dengan Pasukan Mo Yu meski mereka unggul dalam jumlah.

Itu terbukti dengan semakin terdesaknya pasukan pemberontak. Apa lagi dengan sinyal sinar pedangnya, yang juga merupakan sinyal bagi para Raja Bawahan untuk menjauhi Ibukota dan melindungi wilayah masing-masing. Ao Yu Long telah memblokir Ibukota.

Pertempuran hebat pun tak terhindar. Suasana Ibukota semakin mencekam. Terutama di sekitar Istana Kekaisaran. Rakyat jelata semakin panik dan dilanda ketakutan.

Pasukan Mo Yu sama sekali tidak berbelas kasih dalam bertarung. Mereka membabat habis pemberontak yang mereka hadapi. Tidak ada rasa takut atau pun kekhawatiran. Mereka seperti menari dalam darah dan denting pedang.

Penduduk ibukota hanya bisa mencoba untuk menyelamatkan diri dan menghindari pertempuran yang mengerikan itu. Beruntung Pasukan Mo Yu tidak membabi buta membabat siapa dan apa saja.

Sementara itu, di salah satu sudut istana, dibawah sinar bulan yang redup, suara denting guzheng sayup-sayup terdengar memecah keheningan suasana Istana Zijin yang mencekam.

Denting alunan guzheng itu berasal dari salah satu bangunan yang terletak di sudut istana yang terpencil. Sebuah pondok yang terbilang sederhana untuk ukuran sebuah tempat tinggal bahkan bagi para pelayan sekali pun.

Di bawah pohon willow yang tumbuh di tengah halaman pondok itu, seorang wanita muda bergaun putih nampak tengah memetik guzhengnya dengan sepenuh hati.

Dia tampak tidak peduli dengan situasi di sekitarnya. Tak dihiraukannya kepanikan para pelayan, dayang dan kasim istana yang khawatir dengan adanya pemberontakan. Begitu pun dengan derap pasukan penjaga istana yang hilir mudik berkeliling istana.

Wanita itu sepertinya hidup di dunianya sendiri. Tak ada kepanikan atau pun kekhawatiran di raut wajahnya. Tidak ada kecemasan akan masa depannya jika pasukan pemberontakan bisa menerobos istana ini.

Dia terus memetik guzhengnya yang mengalunkan nada sendu yang sepertinya terdengar tidak sinkron dengan ketenangannya. Nada-nada yang dipetiknya justru terasa menyayat hati.

Seakan-akan aroma kematian dan kesedihan bercampur dengan alunan nada guzheng yang sayup-sayup mengalun di tengah malam sunyi di istana yang mulai diliputi hawa mencekam.

Alunan nada guzheng yang dipetik jari-jari gemulai nan indah wanita itu semakin kencang terdengar di tengah malam yang kian larut. Bahkan terdengar hingga ke menara penjaga, di mana jenderal Mo Ye tengah mengawasi situasi istana dan ibukota kekaisaran.

"Dia masih memetik guzhengnya?" Jenderal Mo Ye menoleh ke arah seorang kasim yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Benar Jenderal. Nona Duan masih memetik guzhengnya sedari tadi." Sang Kasim menjawab pelan namun tegas.

"Irama kematian tidak terhindarkan hari ini Kasim Wang, entah siapa yang akan menari dengan kematian pada akhirnya nanti." Suara Jenderal wanita itu terdengar muram.

"Benar Jenderal, kematian tidak akan bisa dihindari hari ini. Akan ada banyak darah mengalir, tangisan dan ratapan kesedihan. Seperti alunan musik Nona Duan malam ini. Serasa mencekam dan menyayat hati." Kasim Wang menanggapi ucapan sang jenderal dengan tenang.

"Benar-benar alunan guzheng penghantar kematian. Entah mengapa semakin lama aku semakin takut terhadap wanita itu, Kasim Wang." bisiknya lirih.

Jenderal Mo Ye, wanita besi itu bergidik setiap kali irama guzheng terdengar. Baginya irama guzheng itu lebih menakutkan daripada denting pedang di medan perang.

Nona Duan Xiao Jiao, adik Jenderal Duan, sang pemetik guzheng adalah orang yang paling mengerikan di mata sang jenderal wanita. Bahkan Kasim Wang pun terkadang merasakan hal yang sama dengan sang jenderal.

Keduanya pun kembali terdiam. Ikut larut dalam irama guzheng yang seakan menghipnotis mereka. Semakin lama alunan guzheng semakin lirih terdengar dan perlahan hilang.

"Kenapa dia berhenti memetik guzhengnya?" Jenderal Mo ye menatap Kasim Wang dengan heran.

Kasim Wang menggelengkan kepalanya dengan ragu. Dia juga tidak tahu mengapa alunan guzheng itu berhenti dengan tiba-tiba.

"Mungkin karena fajar telah menjelang Jenderal." Kasim Wang mengarahkan pandangannya ke jendela menara.

Seberkas cahaya redup tampak menerobos celah-celah jendela. Menandakan sang surya mulai muncul meski masih malu-malu.

Keduanya serentak berdiri, menatap keluar menara penjagaan, seiring dengan terdengarnya derap kaki kuda bercampur dengan suara-suara lain yang menciptakan keributan di pagi buta itu.

"Pasukan Mo Yu telah kembali, jenderal." Kasim Wang tersenyum lega saat melihat panji-panji yang berkibar di bagian depan pasukan yang mulai memasuki istana.

"Ayo kita sambut Yang Mulia." Jenderal Mo Ye segera beranjak turun dari menara penjagaan diikuti Kasim Wang.

Sejumlah pasukan di bawah pimpinan Jenderal Won memasuki halaman utama istana Zijin. Jenderal Mo Ye menyambut mereka ditemani Kasim Wang dan sejumlah menteri dan pejabat yang setia terhadap Kaisar.

Jenderal Won turun dari kudanya. Kemudian dia membantu Kaisar Ao Yu Long untuk turun dari kudanya.

"Jenderal Mo, pastikan keamanan istana dan bawa semua pangeran dan penghuni istana yang terlibat pemberontakan ke aula utama." Sambil melepas pelindung kepala dan baju besinya, Ao Yu Long memberi perintah pada sang jenderal wanita itu.

Jenderal Mo Ye tanpa banyak kata segera membungkukkan badan di hadapan sang kaisar sebelum kemudian beranjak meninggalkan halaman utama untuk melaksanakan perintahnya.

"Kasim Wang, minta Ibu Chin membawa Jiao Jiao ke Istana Naga." Kembali sang Kaisar memberikan perintahnya.

"Baik Yang Mulia." Kasim Wang pun bertindak sama seperti Jenderal Mo Ye, membungkukkan badan dan kemudian melaksanakan perintah sang kaisar.

"Jenderal Won, bawa Gong Liu Yue ke Istana Seribu Bunga. Awasi dia, dan minta Ibu Han untuk mengatur segala sesuatunya sesuai standar seorang permaisuri." Sekarang giliran Jenderal Won yang mendapatkan titah dari sang kaisar.

Seperti kedua rekannya, dia pun segera melaksanakan perintah Yang Mulia dan bergegas menuju Istana Seribu Bunga.

"Jenderal Luo dan Kasim Wei, uruslah para pemberontak ini. Besok pagi adalah penentuan nasib mereka." Titah terakhir sang Kaisar kepada kedua bawahan lainnya sebelum dia pun meninggalkan halaman utama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Legenda Negeri Kaili   Era Baru

    Ao Yu Long mengangkat pedang berwarna biru itu ke atas dan mendongak menatap langit yang gelap gulita. Seberkas sinar berwarna biru terpancar dari pedang itu dan berpendar selama beberapa saat menerangi malam di Dataran Tengah, hingga Tanah Bebas dan sebagian wilayah Kaili."Gege!" Dong Xiu Bai melayang turun bersama Rubah Putih dan Tian Min.Dong Xiu Bai segera berlari dan menubruk Ao Yu Long dengan gembira. Ao Yu Long tertawa dan menurunkan pedangnya. Kemudian digendongnya gadis kecil itu dan membawanya kembali ke kerumunan diikuti Tian Min."Hei kalian berdua! Jangan seenaknya!" Tiba-tiba saja Naga Es berseru kesal."Ada apa? Apa kalian ingin tertidur lagi?" Tian Min tertawa dan menyentuh kepala Naga itu."Bocah Duan! Mana Seruling Giokmu?" Rubah Putih mendekati Tian Min dan bertanya dengan gaya acuh tak acuhnya."Rubah Putih, Seruling Giok menghilang bersamaan dengan meninggalnya nenekku!" Dong Xiu Bai turun dari gendongan Xiao Long dan mendekatinya."Aneh! Tetapi aku merasakan roh

  • Legenda Negeri Kaili   Kembalinya Kaisar Ao Yu Long

    "Tian Min selamatkan Nona! Jangan khawatirkan kami! Ingatlah janjimu pada Tuan Xiao Long untuk melindungi Nona!" Nyonya Ning berteriak memintanya untuk menyusul Dong Xiu Bai.Tian Min menatap para wanita itu sebentar. Dengan berat hati dia meninggalkan mereka dan berlari menuju rumah utama. Api berkobar semakin membesar."Kejar dia! Dan tangkap para wanita itu!" Para pria itu berteriak-teriak.Sebagian mengejar Tian Min dan sebagian menyerang Nyonya Ning dan yang lain. Jerit tangis sekaligus ketakutan kembali terdengar. Membuat Tian Min ragu."Tian Min, pergilah! Jika kami mati, kau dan Nona dapat membalaskan dendam kami! Jika kau yang mati sudah pasti kami pun akan mati!" Nyonya Ning berteriak tanpa ragu.Tian Min yang sempat merasakan keraguan kini membulatkan tekad untuk menerobos api. Kobaran api yang semakin membesar tak dihiraukannya."Nona! Nona!" Dia berteriak memanggil Dong Xiu Bai.Pandangan matanya terhalang api dan asap. Dia tidak dapat memastikan di mana dia atau pun Dong

  • Legenda Negeri Kaili   Wisma Diserang

    Beberapa hari kemudian, orang-orang di Wisma Nyonya Ning dan juga di desa disibukkan dengan persiapan untuk mengungsi. Mereka bersiap untuk kemungkinan yang terburuk."Aku dengar desa sebelah diserbu orang-orang tak dikenal. Dalam semalam desa itu hancur lebur." Desas-desus beredar di desa terutama di keramaian.Bahkan para tamu di wisma pun mulai gelisah. Mereka memilih untuk meneruskan perjalanan ke Tanah Bebas. Sedangkan bagi orang-orang yang hendak menuju Dataran Tengah memilih untuk kembali atau bertahan di wisma."Seperti dugaanku, situasi makin tak terkendali, Nyonya." Tian Min duduk di hadapan Nyonya Ning.Sore itu mereka bermain catur go sembari berbincang dan menikmati teh. Akhir-akhir ini mereka berdua lebih sering menghabiskan waktu bersama."Kau benar. Aku khawatir mereka akan menyerang kita kapan saja. Orang-orangku tak akan mampu menahan mereka." Nyonya Ning meski berkata dengan tenang, tetapi kekhawatiran tergambar jelas d

  • Legenda Negeri Kaili   Situasi Makin Kacau

    "Nona!" A Gui berteriak seraya berlari menghampiri Dong Xiu Bai yang tengah berlatih memanah bersama Tian Min."Ada apa? Apakah ada kabar dari Long Gege?" Dong Xiu Bai bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari target yang hendak dipanahnya.Tian Min memberi isyarat pada A Gui untuk menunda laporannya. Menunggu Dong Xiu Bai selesai memanah sesuai target. Anak panahnya melesat dan tepat mengenai sasaran."Nona anda semakin pandai dalam memanah." Tian Min memujinya."Karena kau yang mengajariku. Oh ya Paman A Gui, ada apa?" Dong Xiu Bai kini menatap pria yang selalu setia membawakan kabar dari Xiao Long atau pun Xie Jing Cuan."Surat dari Tuan Long." Sahutnya sembari memberikan sebuah gulungan padanya."Terima kasih." Dong Xiu Bai menerima kemudian membuka dan membaca gulungan itu. Dia menjauhi area latihan dan masuk ke dalam rumah."Pama A Gui apakah ada kabar di Tanah Bebas dan Dataran Tengah?" Tian Min bertanya pada pria yang kini mengikutinya menuju dapur."Ada Tuan. Tanah Bebas ki

  • Legenda Negeri Kaili   Kunjungan Wu Hongyi

    "Yang Mulia bagaimana dengan Pedang Es?" Jenderal Won bertanya saat mereka berpatroli di sekitar Padang Muhly."Pedang itu menghilang dan aku harus mencarinya." Ao Yu Long menatap lurus ke arah rerumputan merah muda yang berkibar-kibar tertiup angin."Bai'er pasti senang jika berada di sini. Dia dapat berlatih dengan bebas," gumamnya lirih.Tiba-tiba terbersit sebuah rasa rindu pada gadis kecil itu. Tawanya yang menggemaskan, denting hiasan rambutnya saat kepalanya bergoyang dan keusilan serta kenakalannya semua itu sangat dirindukannya."Bai'er?" Jenderal Won tertegun mendengar gumaman Xiao Long."Dong Xiu Bai, putri tunggal Lady Ming." Xiao Long tersenyum, menjelaskan."Yang Mulia, jika Anda bertemu dengan putri Lady Ming seharusnya Anda juga bertemu dengan Jenderal Mo Ye bukan?" Jenderal Won bertanya dengan hati-hati.Xiao Long tertegun sejenak kemudian menghela napas dalam-dalam. Sebuah pertanyaan yang dia tahu pasti akan sulit untuk menjawabnya. Bukan perkara mudah untuk mengabark

  • Legenda Negeri Kaili   Perbincangan Tiga Pria

    "Aku heran! Hanya dengan sebuah siulan dan mereka mempercayai kau adalah Kaisar Ao Yu Long." Tuan Wu masih penasaran dengan siulan Xiao Long tadi."Bukankah sedari awal kau bertemu denganku, kau pun sudah mencurigai diriku?" Xiao Long tertawa pelan."Tentu saja berbeda. Waktu itu aku mengobatimu dan tahu chi-mu yang jelas bercirikan chi Klan Ao." Tuan Wu menyahut dengan kesal."Tuan, siulan tadi hanya bisa disiulkan oleh Yang Mulia Kaisar. Itu bukan siulan sembarangan karena siulan itu merupakan kode rahasia yang dikombinasikan dengan jurus Pedang Es." Jenderal Won menjelaskan dengan nada datar tanpa emosi."Begitu rupanya? Xiao Long apakah semua jenderalmu bersikap dingin dan tanpa emosi seperti dia?" Tuan Wu berbisik pelan."Diamlah dan ikuti saja kebiasaan di sini." Xiao Long berbisik pelan dan mengikuti Jenderal Won memasuki tenda. Tuan Wu terdiam dan mendesah kesal, meski begitu dia mengikuti perkataan Xiao Long."Yang Mulia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status