Share

Bab 3: Jalan Pendekar

Penulis: Second Lead.77
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-26 05:42:35

Udara pagi yang sejuk menyelimuti Gunung Wudang saat Liang Feng bangun dengan tubuh yang masih terasa sakit akibat pertempuran sebelumnya. Matahari mulai menampakkan diri dari balik pegunungan, memandikan dunia dengan cahaya keemasan. Ia merasakan nyeri di bahunya, mengingat serangan keras dari pendekar Seribu Bayangan malam itu.

Di hadapannya, Bai Zhen duduk bersila di atas batu, matanya tertutup seolah sedang bermeditasi. Ketika Liang Feng mencoba bangkit, suara tenangnya terdengar.

"Sudah bangun? Bagus. Tapi jangan berpikir kau bisa bermalas-malasan di sini. Hari ini latihanmu dimulai."

“Latihan…?”

Liang Feng masih kebingungan. Ia tidak meminta dilatih, tapi setelah melihat bagaimana Bai Zhen mengalahkan musuh hanya dalam satu tebasan, ia tahu bahwa orang ini bukan pendekar biasa.

Dengan tatapan penuh selidik, Liang Feng mendekat kearah pria yang telah menyelamatkannya itu. Ada sedikit keraguan terlihat dari ekspresi wajahnya, tapi dirinya bertekad untuk memastikan apa yang menjadi pertanyaan besar yang ada dipikirannya.

"Kenapa kau menyelamatkanku?" tanya Liang Feng sambil memegang bahunya yang masih terasa nyeri.

Bai Zhen membuka matanya. "Karena aku melihat sesuatu dalam dirimu. Kau memiliki nyala api dalam jiwamu, tetapi jika tidak dikendalikan, api itu akan menghanguskan dirimu sendiri. Aku akan mengajarkanmu jalan seorang pendekar, jika kau sanggup menanggung bebannya."

Mendengar ucapan itu, Liang Feng semakin dibuat bingung. Karena pada dasarnya dia tidak memiliki kemampuan yang layak selama ini, tapi tiba-tiba ada seseorang yang dengan sukarela ingin memberikan pelatihan pada dirinya.

Liang Feng mengepalkan tangannya. Ia kembali teringat pada desa yang terbakar, ibunya yang terbunuh, dan bagaimana ia tak berdaya melawan musuh. Ia tidak ingin menjadi lemah lagi.

"Aku siap!"

Bai Zhen tersenyum tipis. "Kita lihat saja."

Bingwen yang tidak tahu harus bagaimana, hanya tetap berdiri dengan seringaian di wajahnya. Dia menunggu hingga Bai Zhen memberi arahan kepadanya.

Hari itu, pelatihan Liang Feng dimulai. Bai Zhen tidak langsung mengajarkannya teknik pedang atau jurus bertarung, melainkan menyuruhnya membawa air dari sungai ke pondok kecil mereka, menebang kayu, dan bermeditasi selama berjam-jam.

"Apa gunanya ini semua?" protes Liang Feng setelah seharian bekerja tanpa menyentuh satu pedang pun.

"Kekuatan sejati tidak datang dari ototmu saja," jawab Bai Zhen. "Tanpa keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa, pedang hanyalah sepotong besi yang tak berguna."

Liang Feng menatapnya dengan perasaan ragu. Ia tidak yakin dengan metode ini, tapi ia tidak punya pilihan lain.

Bai Zhen kemudian menjelaskan tingkatan kekuatan dalam dunia persilatan. "Ada lima tingkatan utama bagi seorang pendekar: Tingkat Dasar, di mana seseorang baru memahami aliran chi dalam tubuhnya. Tingkat Menengah, di mana seorang pendekar bisa menggunakan chi untuk memperkuat serangan dan pertahanan. Tingkat Lanjut, di mana pedang dan tubuh menyatu sebagai satu kesatuan. Tingkat Master, pendekar di tingkat ini bisa mengendalikan chi di sekitarnya dan mempengaruhi medan pertempuran. Dan yang terakhir, Tingkat Legenda, di mana hanya segelintir orang yang bisa mencapainya, di mana satu tebasan bisa memotong gunung, dan satu hembusan napas bisa mengubah aliran sungai."

Liang Feng mendengarkan dengan kagum, tetapi juga menyadari betapa jauhnya perjalanan yang harus ditempuhnya. Karena kemampuannya kini bisa dibilang masih berada ditingkat dasar, bahkan dia masih ragu jika pelatihan itu nanti akan berpengaruh padanya.

Namun, di dalam hatinya, ia masih dihantui oleh bayangan masa lalu dan ambisi balas dendam yang membara. Membuat semua pemikiran pesimis hilang begitu saja, berganti tekad yang meluap-luap.

**”

Malam tiba dengan sunyi. Liang Feng duduk di depan api unggun, pikirannya dipenuhi kegelisahan. Ia menatap telapak tangannya yang penuh luka akibat latihan seharian.

"Kau masih ragu," suara Bai Zhen terdengar di belakangnya.

Liang Feng menoleh. "Aku tidak mengerti. Aku ingin menjadi kuat, tapi kau malah menyuruhku melakukan pekerjaan sepele. Aku tidak punya waktu untuk ini. Aku harus membalas dendam pada Sekte Seribu Bayangan!"

Bai Zhen menatapnya lama sebelum akhirnya duduk di sampingnya. "Kau tahu kenapa mereka bisa begitu kuat?"

Liang Feng menggeleng.

"Karena mereka tidak hanya bertarung dengan pedang, tapi juga dengan hati yang telah dikeraskan oleh kebencian dan ambisi. Mereka tidak memiliki batasan, tidak ada yang menghalangi mereka. Jika kau melawan mereka dengan kebencian yang sama, kau hanya akan menjadi seperti mereka."

Liang Feng terdiam. Ia ingin menyangkalnya, tetapi kata-kata Bai Zhen terasa seperti kebenaran yang menyakitkan.

"Lalu, bagaimana caranya aku bisa mengalahkan mereka?" tanyanya lirih.

Bai Zhen mengambil tongkat dan menggambar garis di tanah. "Jalan seorang pendekar bukanlah jalan balas dendam. Jika kau hanya mengejar kekuatan demi membalas dendam, maka kau akan kehilangan arah dan akhirnya jatuh dalam kegelapan yang sama. Aku akan melatihmu, tetapi hanya jika kau mau berjalan di jalan yang benar."

Liang Feng menatap api unggun, pikirannya berkecamuk. Ia bisa memilih untuk terus terjebak dalam kemarahan, atau mencoba memahami apa yang dimaksud Bai Zhen. Dalam hatinya, ia tahu bahwa ibunya pasti tidak ingin melihatnya menjadi seorang pembunuh tanpa hati.

Ia menarik napas panjang dan mengangguk. "Ajari aku."

Malam itu, ia merasa langkahnya baru saja berubah. Jalan yang ia pilih bukan hanya tentang membalas dendam, tetapi juga tentang menemukan makna sejati dari kekuatan seorang pendekar.

Bersambung…

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 27 – Bayangan yang Tak Tersentuh

    Liang Feng melangkah meninggalkan rumah kecil di kaki Gunung Lingyan dengan perasaan yang belum sepenuhnya jelas. Langkah kakinya terasa ringan, namun ada rasa beban yang menggelayuti pikirannya. Pedang yang ia ukir—terbelah namun bersatu oleh akar pohon—berada di punggungnya. Itu bukan hanya simbol kekuatannya yang terbagi, tapi juga gambaran dari dirinya yang telah berubah.Hari mulai terik ketika Liang Feng melintasi jalan setapak yang mengarah ke hutan lebat. Ia meninggalkan desa Luowen yang sederhana, menuju perjalanan panjang yang menantinya. Namun, di dalam hatinya, sesuatu masih belum selesai. Kata-kata Yin He bergema dalam pikirannya, tentang bagaimana ia harus menghadapi bayangannya sendiri, bukan menebasnya."Aku masih tak tahu apa artinya itu," gumamnya pelan, mencoba mencari makna yang lebih dalam dari nasihat yang diberikan pria tua itu.Tak jauh dari tempatnya berjalan, di antara pepohonan yang rindang, sebuah bayangan melintas. Liang Feng menghentikan langkah, merasaka

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 26 – Senandung di Kaki Gunung Lingyan

    Kabut tipis masih menyelimuti kaki Gunung Lingyan saat Liang Feng tiba di desa kecil bernama Luowen. Letaknya tersembunyi, dikelilingi sawah dan hutan lebat, jauh dari hiruk-pikuk dunia sekte atau arena pelatihan. Namun, di sanalah Bai Zhen mengarahkannya, dengan satu pesan: “Kau tak akan belajar jurus baru di sana, tapi kau akan mengenali hatimu sendiri.”Langkah Liang Feng berhenti di depan sebuah rumah kayu sederhana yang dikelilingi pagar bambu. Dari dalam, terdengar suara ketukan halus—seperti palu kecil yang memukul besi. Ia mengetuk pintu, namun tak ada jawaban. Maka ia membuka pagar dan melangkah masuk perlahan.Di balik rumah, seorang pria tua duduk di bawah pohon zaitun tua. Rambutnya telah sepenuhnya putih, namun matanya menyala tajam saat menatap ke arah Liang Feng. Ia mengenakan jubah coklat sederhana dan memegang palu kecil, sedang memahat sesuatu dari batu.“Kau datang lebih cepat dari yang kukira,” ucapnya pelan, tanpa menoleh dari karyanya.“Apakah Anda orang yang dim

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 25 – Nyanyian Angin di Ujung Tebing

    Kabut pagi masih menggantung rendah ketika Liang Feng berdiri di atas tebing yang menghadap lembah luas di bawah Sekte Pedang Langit. Angin membelai jubah putihnya, membawa serta aroma dedaunan dan bunga liar. Di hadapannya, Bai Zhen berdiri dengan tangan bersedekap, wajahnya tenang namun matanya tajam seperti pedang yang belum disarungkan.“Hari ini,” ucap Bai Zhen, “kau akan berlatih dalam Formasi Bayangan Langit. Ini bukan sekadar teknik bertarung. Tapi juga ujian kedewasaan jiwa.”Liang Feng mengangguk, meski dalam hatinya masih ada keraguan. Latihan semalam telah mengajarinya satu hal penting—bahwa kekuatan sejati tak datang dari Chi semata, tapi dari pengendalian niat.Bai Zhen melangkah ke tengah lingkaran batu yang sudah disusun membentuk formasi rasi bintang. Di sekelilingnya, belasan pilar kecil terukir dengan pola-pola halus. Ketika ia menekan telapak tangan ke batu utama di tengah, formasi itu mulai menyala—garis cahaya biru keperakan merambat membentuk jaringan.“Masuklah

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 24 – Batu Tak Pernah Lupa

    Cahaya pagi menyusup masuk dari celah-celah kecil di dinding ruang semadi. Udara masih dingin, namun tak sedingin malam sebelumnya. Liang Feng duduk bersila di atas lantai batu, matanya masih tertutup, napasnya teratur, dan tubuhnya dikelilingi sisa-sisa gelombang Chi yang belum sepenuhnya menyatu.Semalam, ia nyaris pingsan ketika pusaran Chi dari batu-batu itu menyerbu tubuhnya tanpa peringatan. Namun setelah beberapa siklus napas, ia mulai memahami irama kasar energi yang dipancarkan ruangan itu—seperti seorang murid yang perlahan memahami nada-nada dari alat musik asing.Di depan pintu, Tetua Yin berdiri diam. Jubah abu-abu tuanya nyaris menyatu dengan dinding, membuatnya seperti bayangan yang tak pernah bergerak. Ia mengamati Liang Feng dengan tatapan dalam, bukan sekadar mengawasi, tetapi seolah membaca sesuatu yang lebih dalam dari postur tubuh atau ekspresi wajah.“Dia menyatu dengan ruang ini lebih cepat dari dugaanku,” gumam Tetua Yin pelan.Suara itu cukup untuk membuat Lia

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 23 – Bayangan yang Berakar di Dada

    Udara pagi di kaki gunung terasa berat, seperti menyimpan banyak rahasia yang belum sempat diungkap. Liang Feng duduk bersila di tengah ruangan batu, tempat semedi yang bahkan tak bernama dalam catatan murid-murid Bai Zhen. Cahaya matahari belum mampu menembus masuk ke sela-sela dinding batu, hanya nyala lentera yang redup menjadi satu-satunya sumber cahaya, membentuk bayangan-bayangan panjang di wajahnya.Semenjak ia dipisahkan dari rombongan dan ditahan oleh Tetua Yin untuk menjalani pengujian diam-diam, Liang Feng lebih banyak diam. Bai Zhen tak protes, hanya mengangguk saat Tetua Yin membisikkan sesuatu di telinganya. Entah bentuk kepercayaan, atau karena sang guru tahu, perjalanan muridnya memang bukan untuk terus bersama.Sebuah pertanyaan terus bergema di kepala Liang Feng—bukan tentang pedang, bukan tentang Chi, tapi tentang dirinya sendiri."Mengapa aku terus maju?"Pertanyaan itu sepele bagi orang lain, tapi tidak untuk Liang Feng. Karena sejak langkah pertamanya keluar dari

  • Legenda Pedang Langit Dan Bumi   Bab 22 – Bisikan Langit dalam Ruang Sunyi

    Ruang Batu milik Tetua Yin bukan tempat yang mudah dimasuki. Dinding-dindingnya seolah bukan hanya terbuat dari batu, tapi juga dari waktu itu sendiri—diam, purba, dan penuh tekanan tak kasat mata.Liang Feng berdiri di tengah ruang itu. Cahaya lilin di sudut-sudut ruangan nyaris padam, seolah tak sanggup menyentuh udara yang berat. Tak ada suara. Tak ada langkah. Hanya detak jantungnya sendiri yang menggema, pelan namun mantap.Tetua Yin telah menguncinya dari luar. Bukan secara kasar, bukan pula sebagai hukuman, tapi sebagai ujian sunyi. “Jika hatimu goyah dalam kesunyian, maka langkahmu akan rapuh di tengah keramaian,” begitu kata Tetua Yin sebelum meninggalkannya.Liang Feng tahu ini bukan sekadar ruang. Ini adalah cermin. Cermin untuk seluruh luka yang pernah ia abaikan, seluruh kemarahan yang ia pendam, dan seluruh keraguan yang diam-diam terus menghantuinya.Ia duduk bersila. Mengatur napas.Malam telah jatuh di luar sana, tapi waktu di dalam ruang ini seperti tak berjalan.***

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status