Lelaki berjubah hitam berwajah gelap itu mendaratkan Tanaka di sebuah pulau. Tanaka terkejut melihat pulau itu dipenuhi bebatuan runcing menjulang ke langit itu. Dia berdiri di atas pasir putih itu. Dia menoleh pada Lelaki berjubah hitam itu dengan heran.“Di mana ini?” tanya Tanaka.Lelaki Berjubah Hitam berwajah gelap itu tertawa.“Kau berada di istana Yang Mulia Baluku,” jawab lelaki seram itu.“Baluku?” tanya Tanaka heran.Lelaki berjubah hitam itu tertawa.“Kau tidak tahu Baluku?”“Aku tidak tahu siapa Baluku. Apakah dia Tuan Gurumu yang akan mengajarkan ilmunya padaku?” tanya Tanaka dengan penasarannya.Lelaki berjubah hitam itu kembali tertawa. Dia tidak menjawab pertanyaan Tanka. Dia malah mengarahkan tangannya ke arah bebatuan runcing. Tiba-tiba sebuah batu bergeser hingga terlihat jelas sebuah rongga yang tampak gelap di dalamnya.“Masuklah, Tuan Guruku menunggumu di dalam sana,” pinta Lelaki berjubah hitam itu.Tanaka masih terheran-heran. Hawa dingin di tempat itu membuat
Hari sudah malam. Baluku berdiri di hadapan Tanaka di pinggir laut berbatu karang itu. Dia sudah siap mengikuti gerakan ilmu bela diri yang akan diajarkan gurunya itu.“Sekarang kau ikuti aku!” pinta Baluku. “Semua gerakan dasar yang aku kuasai berbeda dengan gerakan dasar yang kau pelajari sebelumnya.”Tanaka mengangguk.“Baik, Tuan Guru.”Tak lama kemudian Baluku tertawa. Tiba-tiba tubuhnya menjadi dua. Baluku yang asli hanya berdiri memperhatikan. Sementara tubuh bayangannya mulai melakukan gerakan dasar ilmu bela diri yang dikuasainya. Tanaka terkejut sembari mengikuti semua gerakan dasar yang dilakukan oleh tubuh bayangan Baluku.“Hebat sekali,” puji Tanaka. Baru ini dia melihat ada manusia menjadi dua.“Jaga konsentrasimu!” teriak Baluku.“Baik, Tuan Guru!” jawab Tanaka dengan gugup dan gemetar.Setelah Tanaka berhasil mengikuti semua gerakan dari bayangan tubuh Baluku. Penguasa Kegelapan itu meminta Tanaka melakukannya sendiri. Tanaka pun mencoba mengingat apa yang tadi diajark
Putra Mahkota berdiri di hadapan benda pusaka yang terbungkus kain putih itu. Benda pusaka itu diletakkan di atas meja batu. Prajurit Penjaga dan Pengawal lainnya tampak berdiri melingkari benda pusaka itu. Malam kian larut. Hembusan angin terasa menggigil di tubuh Putra Mahkota itu.“Wahai engkau Leluhur Penjagaku, tampakkanlah dirimu di hadapanku!” ucap Putra Mahkota itu.Tak lama kemudian, asap hitam keluar dari tubuh Putra Mahkota. Asap hitam itu membentuk lelaki berjubah hitam dengan wajah yang menyeramkan.“Hamba datang Yang Mulia,” ucap Leluhur Penjaga itu.Putra Mahkota menatap Leluhur Penjaga itu dengan lekat.“Bagaimana caranya agar benda pusaka ini menjadi milikku?” tanya Putra Mahkota penasaran.“Yang Mulia tinggal membuka kain pembungkusnya lalu pegang benda pusaka itu,” jawab Leluhur Penjaga itu.Putra Mahkota pun dengan tangan agak gemetar membuka kain penutup benda pusaka itu. Saat berhasil dibukanya, dia melihat sebuah pedang yang bercahaya. Perlahan dia meraih pedang
Tabib istana tengah membuat ramuan untuk Ratu Anin. Dia meracik rumuan yang seharusnya untuk kesehatan janin yang sedang dikandung Sang Ratu. Tak lama kemudian seorang pelayan mengintip cari celah-celah dinding bambu. Dia terbelalak ketika melihat Tabib menumbuk daun yang dikenal mematikan itu. Pelayan itu heran, untuk apa Tabib memasukkan daun mematikan ke dalam ramuannya.Saat Tabib selesai membuatkan ramuannya, dia keluar dari ruangan itu lalu pergi menuju kediaman Ratu Anin sambil membawa ramuan itu. Diam-diam pelayan mengikuti langkahnya. Tabib merasa ada yang mengikutinya. Dia berhenti melangkah. Saat menoleh, dia tidak melihat siapa-siapa. Rupanya pelayan itu bersembunyi di balik rimbun bebungaan.Tabib kembali melangkah menuju kediaman Ratu Anin. Dia harus melaksanakan perintah Raja Tala untuk menggugurkan kandungan Sang Ratu. Raja Tala tidak mau terlahir kembali bayi buruk rupa seperti dahulu. Dia tidak mau aibnya terbongkar karena meminta pertolongan Penguasa Kegelapan.Saat
“Tuan Guru! Bolehkan aku pergi dari pulau ini untuk segera membalaskan dendamku pada Raja Tala?” tanya Tanaka yang sudah dikuasai dendamnya. Matanya masih menyala terang. Tangannya terkepal penuh emosi. “Aku sudah tidak sabar untuk membakar istana dan membunuh semua orang yang terlibat dalam pembataian keluargaku!” Baluku tertawa mendengar itu. “Sabar, muridku! Kau baru mendapatkan ilmu tingkat pertama dariku! Masih ada beberapa tingkat lagi yang harus kau kuasai,” jawab Baluku. “Sekarang tumbuhkan selalu rasa dendam itu di hatimu! Agar roh-roh sakti itu selalu berpihak padamu!” “Baik, Tuan Guru!” Tanaka pun mengatur napasnya. Seketika api yang menyala di tangannya padam. Cahaya di matanya meredup. Dia mendarat di hadapan Baluku dengan sorot mata tajam penuh dendamnya. “Hamba siap mendapatkan ilmu berikutnya, Tuan Guru,” ucap Tanaka penuh hormat di hadapan Baluku. Baluku tertawa senang mendengar itu. *** Ratu Anin tampak gelisah di singgasananya. Kepala Pelayan dan para pelayan
Golok Hitam di tangan Roh Panglima tiba-tiba mengeluarkan api yang menyala. Tanaka kembali mengenang semua dendam dan kebencian yang selama ini dia rasakan. Itulah cara agar roh-roh sakti di dalam tubuhnya menyatukan kekuatan dengannya. Seketika mata Tanaka bercahaya merah. Bola api keluar di kedua tangannya. Dia sudah siap melawan Roh Panglima itu dengan apa yang dia dapatkan dari Baluku.Baluku tertawa melihat Tanaka berhasil membangkitkan kesaktian roh-roh di dalam tubuhnya.“Ayo lawan aku!” tantang Tanaka pada Roh Panglima itu.Roh Panglima langsung menyerangnya dengan golok hitamnya. Tanaka melawannya dengan melesatkan bola-bola api di tangannya itu kepada Roh Panglima. Roh Panglima menangkisi bola-bola api itu hingga bola-bola api itu melesat ke dinding gua dan hampir saja membakar seisi gua itu.Tanaka semakin tertantang. Dia pun mengeluarkan gerakan ilmu bela dirinya yang menyatu dengan roh-roh sakti itu. Roh Panglima pun menahan serangan itu dengan baik. Tanaka hampir saja ke
Bimala yang tengah tertidur di dalam penjara bawah tanah itu tampak terkejut mendengar suara orang membuka pintu penjara itu. Matanya terbelalak ketika mendapati Putra Mahkota datang dan tengah berdiri di depan pintu. Bimala tampak ketakutan.“Kenapa kau datang menemuiku malam-malam begini?” tanya Bimala ketakutan. Dia takut Putra Mahkota berbuat macam-macam padanya.Putra Mahkota tampak berlutut di hadapannya dengan tatapan tajam. Bimala mundur takut hingga menyandar di dinding ruangan itu.“Aku hanya ingin bicara sesuatu padamu,” ucap Putra Mahkota.“Bicara apa?” tanya Bimala ketakutan.“Ikuti kemauanku, maka Kakek dan Nenekmu akan hidup aman dan tentram di luar sana. Bila perlu aku akan membuatkan rumah yang indah untuk mereka dan aku akan kirimkan penjaga untuk rumahnya,” pinta Putra Mahkota dengan nada mengancam.Bimala kesal mendengarnya. “Sampai kapan pun, aku tak akan mengikuti kemauanmu! Aku tidak mencintaimu!” tegas Bimala.Putra Mahkota mengangkat dagu Bimala dengan tatapan
Saat Roh Panglima berbicara dengan hatinya begitu. Baluku datang padanya.“Itulah tujuanku untuk menurunkan semua ilmuku padanya,” ucap Baluku tiba-tiba.Roh Panglima terbelalak melihatnya.“Ampun, Yang Mulia. Ampuni hamba telah bepikiran tidak baik,” ucap Roh Panglima.Baluku tertawa.“Patuhlah padanya,” ucap Baluku sambil melihat Tanaka yang sudah terlelap. “Kelak dia akan memimpinmu untuk membalaskan dendam kita pada manusia. Kelak di tanganya lah semua manusia akan mati dan kerajaan kita kembali berdiri.”“Baik, Yang Mulia,” ucap Roh Panglima.Seketika Baluku kembali menghilang dari hadapannya. Saat itu juga Roh Panglima kembali tenang. Dia memiliki tujuan untuk menjadi abdi Tanaka. Dia sudah tidak sabar melihat Tanaka berhasil mendapatkan semua ilmu dari Baluku hingga dendamnya di masa lalu bisa terbalaskan.***Dan di pagi itu, Putra Mahkota membawa Bimala yang sudah diurus dengan baik oleh para pelayan istana ke hadapan Sang Raja dan Ratu. Bimala tampak cantik mengenakan pakaia