Share

8. Bimala

Pagi sekali terdengar teriakan Laras di depan pintu kamar Tanaka.

“Tanaka! Bangun Tanaka!” teriak Laras di luar sana.

“Iya, Ibu! Ini aku sudah bangun!” teriak Tanaka.

Tanaka pun turun dari kasur. Dia meraih topengnya lalu menggunakannya. Kemudian dia berjalan membuka pintu kamarnya. Takana terkejut melihat Laras sudah membawa guci besar.

“Ambilkan air di sungai,” pinta Laras sambil menyerahkan guci besar itu pada Tanaka.

“Sekarang?” tanya Tanaka dengan wajah malas.

“Iya, sekarang! Kalau tidak, ibu tak akan membuatkan sarapan untuk kalian,” ancam Laras.

Tanaka menghela napas.

“Baik, Ibu,” ucap Tanaka tampak malas. Tanaka pun keluar dari kamarnya sambil membawa guci itu keluar rumah.

Laras menarik napas lalu menghembuskannya sambil geleng-geleng. Dia pun kembali ke arah dapur.

Tanaka pun tiba di pinggir sungai yang tampak jernih itu. Dia meletakkan guci di atas batu lalu membuka topengnya. Tanaka melihat wajahnya di permukaan air sungai yang tampak tenang. Dia menatap lekat-lekat wajahnya.

“Kalau saja bopeng-bopeng ini berbuah menjadi kulit wajah yang mulus, mungkin aku akan lebih tampak dari Putra Mahkota itu,” gumam Tanaka. “Lihat saja hidungku! Mancung sekali. Lihat saja mataku! Cekolat dan tampak indah.”

Tanaka mencuci wajahnya lalu kembali mengenakan topengnya. Dia pun meraih guci dan hendak mengisinya dengan air. Tak lama kemudian dia mendengar suara teriakan seorang perempuan di atas tebing. Tanaka terbelalak melihat Putra Mahkota hendak mendorong seorang gadis dari atas tebing itu.

“Terima cintaku atau aku dorong tubuhmu ke bawah sana!” ancam Putra Mahkota pada gadis itu.

“Lebih baik aku mati daripada harus menerima cintamu!” teriak gadis itu.

“Ayahmus udah mati! Hidupmu sudah selesai! Kau akan bahagia jika menerima cintaku dan menjadi istriku!” teriak Putra Mahkota.

Gadis itupun meludahi wajah Putra Mahkota. Seketika dia dorong tubuh kurus gadis itu hingga tubuhnya terjatuh ke bawah sana. Gadis itu berteriak ketakutan. Putra Mahkota dan prajuritnya langsung pergi dari sana.

Tanaka langsung meletakkan gucinya kembali ke atas batu lalu menyelam ke dalam sungai saat melihat gadis itu berteriak meminta pertolongan karena tidak bisa berenang. Tanaka pun menarik tangan gadis itu lalu membawanya ke tepi sungai.

Tanaka bingung melihat gadis itu tampak pingsan. Dia panik sendiri lalu mengguncang-guncang tubuh gadis itu.

“Hei, bangun!” teriak Tanaka dengan panik.

Tanaka pun mencoba menekan-nekan dada perempuan itu agar air yang ditelannya keluar. Namun perempuan yang sedang pingsan itu tidak juga memuntahkan air dari perutnya. Tanaka semakin panik. Lalu dia memeriksa napas perempuan itu. Tanaka terkejut mengetahui perempuan itu tidak bernapas lagi. Dia pun langsung mencium gadis itu lalu meniupkan napasnya ke mulut gadis itu. Tak lama kemudian gadis itu bergerak. Tanaka menarik wajahnya. Gadis itu memuntahkan air yang banyak. Tanaka tampak lega melihatnya.

“Kau baik-baik saja?” tanya Tanaka.

Gadis itu berusaha untuk duduk. Namun tubuhnya yang lemah tak bisa digerakkannya. Tanaka pun mencoba membantunya untuk duduk. Seketika Tanaka terpana dengan kecantikan wajah gadis itu. Matanya tidak berkedip lagi. Selama dia tumbuh menjadi sebesar itu, baru ini dia melihat seorang gadis berparas secantik itu.

Gadis itu heran.

“Hei,” panggilnya.

Tanaka terkejut.

“Kau baik-baik saja?” tanya Tanaka menyimpan kegugupannya.

“Aku baik-baik saja,” jawab gadis itu. “Terima kasih telah menyelamatkan aku.”

Tanaka hanya mengangguk.

“Bolehkah kau buka topengmu? Aku ingin melihat wajahmu agar aku tahu siapa pahlawanku ini,” pinta gadis itu.

Tanaka langsung berdiri.

“Namaku Tanaka! Maaf aku harus mengambil air! Ibuku sudah menunggu!” ucap Tanaka bergegas meninggalkannya menuju gucinya.

“Kenapa kau tidak mau membuka topengmu? Apa ada sesuatu yang membuatmu malu menunjukkannya?” tanya gadis itu.

Tanaka tidak menggubris panggilannya. Dia tidak mau terhipnotis lagi akan paras cantikanya.

“Panggil aku Bimala! Putri dari Kepala Wilayah! Jika kau sudah siap menunjukkan wajahmu padaku, datanglah ke kediamanku! Aku akan menyiapkan jamuan sebagai ucapan terima kasihku!” teriak gadis itu.

Tanaka terkejut mendengarnya.

“Putri dari Tuan Kepala Wilayah?” tanya Tanaka dalam hatinya tak percaya.

Seketika dia merasa bersalah karena dialah yang membunuh ayahnya. Tanaka pun buru-buru meraih gucinya yang sudah diisinya dengan air itu lalu secepat kilat dia menghilang dari pandangan Bimala. Bimala terkejut.

“Kemana dia? Kenapa secepat itu dia menghilang?” tanya Bimala dengan heran.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ar_key
cerita seruuu lanjut ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status