Zachary memandangi Megan dengan tatapan yang tidak bisa diterjemahkan. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam di balik mata pria itu—sesuatu yang membuat Megan sulit mengalihkan pandangannya.Kata-kata yang baru saja diucapkannya terngiang di kepala Megan.'Haruskah aku membunuh mereka semua agar kau puas, Megan?' Jantung Megan berdegup kencang. Ia tahu bahwa Zachary memiliki kekuasaan dan koneksi yang luas, termasuk di dunia gelap yang jarang dibicarakan.Meskipun ia mengatakan itu dengan nada yang tenang, Megan tidak bisa menepis perasaan bahwa Zachary benar-benar bersedia melakukan apa saja untuknya, bahkan hal-hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan olehnya.Namun di balik ketakutan dan kekhawatiran, ada sesuatu yang membuat Megan merasa terlindungi—perasaan aman yang selalu muncul saat Zachary berada di dekatnya. Meskipun ia tahu bahwa pria ini penuh bahaya, ia juga tahu bahwa Zachary tidak akan pernah menyakitinya.Zachary mendekatkan wajahnya, jemarinya masih membelai lembut pipi
Megan terduduk di tepi tempat tidur, matanya menerawang jauh, hatinya berkecamuk. Pertengkarannya dengan Levi tadi malam masih terngiang-ngiang di telinganya, seperti badai yang mengamuk tanpa henti.Ia bisa merasakan luka yang ditinggalkan oleh hinaan Emma, ibu mertuanya, dan ancaman Abraham, ayah Levi, yang terus menghantui pikirannya.Ancaman Abraham begitu jelas: jika Megan tidak segera hamil, ia tidak akan mendapatkan bagian dari harta warisan keluarganya. Bukan itu saja, kehormatan dan martabatnya sebagai istri Levi juga dipertaruhkan.Sudah beberapa hari ini Megan menghindar dari Zachary, ia tidak menghubungi, dan membalas pesan Zachary. Bahkan dia mematikan ponselnya.Perasaannya begitu campur aduk. Di satu sisi, Zachary selalu menjadi pelariannya, tempatnya berlindung ketika dunia terasa terlalu berat.Namun di sisi lain, ada Levi, suaminya, pria yang dia pilih dalam ikatan pernikahan meski hubungan mereka tidak pernah baik-baik saja, bagai kapal yang hampir karam.Megan bahk
Di malam yang gelap dan gerimis, Zachary menghentikan mobilnya tepat di depan mansion keluarga Levi. Megan menggigit bibirnya, wajahnya terlihat cemas.“Kau yakin baik-baik saja masuk sendiri?” Zachary bertanya dengan nada rendah.Megan mengangguk pelan, meskipun rasa takut mulai merayap di hatinya. “Aku harus pergi, Sayang. Ini terlalu berbahaya.”Zachary memandangi mansion megah itu dengan tatapan datar sebelum dia akhirnya mengangguk. "Kalau begitu berikan aku sesuatu." Bibirnya mengulas senyum.Megan mengernyit. "Apa?"Zachary tidak menjawab, pria itu menunjuk bibirnya sendiri.Megan mencebikkan bibirnya, ia mencubit paha Zachary, dan membuat Zachary mengadu."Sakit, Baby. Kenapa kau mencubitku?""Kau yang bersalah, aku sedang cemas karena takut ketahuan. Tapi kau justru meminta hal yang aneh-aneh."Zachary tersenyum, pria itu mengusap puncak kepala Megan. "Kau bahkan tahu siapa aku, jika mereka membuangmu. Masih ada aku yang akan menerimamu.""Aku tahu, tap—""Masuklah, kita akan
Megan tertegun, kata-kata Zachary menghantamnya dengan keras. Hamil keturunan Alexander dan Leonardo? Pikiran itu berputar-putar di kepalanya, tak mampu dia proses dengan segera.Jantungnya berdebar cepat, dan tubuhnya terasa lemas dalam pelukan Zachary yang erat. Matanya melebar, menatap pria itu dengan tatapan tak percaya, sementara napasnya tercekat di tenggorokan.“Zachary...” bisik Megan dengan suara yang nyaris tak terdengar. “Apa maksudmu?”Zachary tidak menjawab langsung, tetapi tatapan matanya yang tajam penuh g4i-rah, mendekat padanya dengan intensitas yang membuat Megan semakin kehilangan kendali atas dirinya. “Aku tahu kau menginginkanku, Baby,” gumamnya, suaranya rendah dan serak. “Seperti aku menginginkanmu. Dan aku bisa memberikanmu lebih dari yang kau kira.”Tangan Zachary meluncur lembut di sepanjang punggung Megan, menyentuh kulitnya dengan cara yang begitu familiar, namun kali ini terasa lebih dalam, lebih mengikat.Megan mencoba melawan perasaan yang semakin memban
Lama pangutan itu terjadi, sampai akhirnya Zachary melepaskan pangutan tersebut. Ia mengusap jejak salivanya di sekitar bibir Megan, dan mengecup bibir Megan sejenak."Sebentar." Zachary ingin membawa Megan sedikit menyingkir.Namun, bukannya sedikit minggir. Justru Megan memeluk pinggang Zachary."Biarkan seperti ini." Megan mendongak, menatap Zachary dengan tajam.Zachary tersenyum tipis, tipis sekali. Dia sangat suka melihat Megan yang seperti ini.Dia mengangguk, lantas menatap wanita sexy yang tadi berbincang dengannya. "Pergilah, Edgar akan menghubungimu nanti.""Baik, Tuan. Kalau begitu saya pergi dulu, permisi." Wanita itu ingin tersenyum, namun ia urungkan saat melihat tatapan tajam Megan."Permisi, Nona." Ia segera berbalik, dan melangkah pergi meninggalkan Zachary, serta Megan.Megan mendengkus melihat kepergian wanita itu, ia beralih ke arah Zachary, dan ingin melepaskan pelukannya.Namun, alih-alih terlepas. Yang ada Zachary semakin memeluknya."Lepaskan ak—""Are you jea
Zachary melihat ke arah sampingnya, pria itu terkekeh melihat Megan yang tertidur pulas."Apa kau sangat mengantuk?" Zachary menjauhkan tubuh Megan, dan membenarkan posisi Megan.Lantas, ia turun dari mobil dan pindah ke sisi Megan. Zachary menggendong Megan, dan membawanya masuk ke dalam mansion. Ya—mansion pribadi milik Zachary.Malam ini, Zachary memutuskan untuk membawa Megan menuju mansionnya.Zachary membaringkan Megan di atas ranjang secara perlahan, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar mandi, dan menyusul Megan yang sudah sangat pulas.Keesokan harinya.Megan menggeliat, wanita itu membuka matanya secara perlahan. Setelah mendapatkan kesadarannya, ia mendongak. Menatap wajah tampan Zachary."Bahkan saat tidur saja dia sangat tampan." Megan terkekeh lirih saat bergumam tanpa sadar, wanita itu membaringkan kepalanya di atas da-da bidang Zachary.Rasanya sangat nyaman, dan aman. Ntah kenapa, Megan melakukan ini. Menjadikan ia suka.Megan memejamkan matanya, menikmati rasa ny