Share

Bab 5 Dia Datang

Melody sedang serius membaca buku di perpustakaan kampus ketika seseorang tiba-tiba duduk di depannya tanpa permisi. Sebuah buku tebal terbuka begitu saja menampilkan deretan abjad yang entah membahas tentang apa. Gadis itu mendongak sekilas, memastikan siapa yang duduk diam-diam tanpa kata permisi padanya padahal banyak bangku kosong yang lain di sana-sini. Begitu mengetahui sosok itu spontan rasa sebal menderanya tanpa ampun. Gadis itu mendengus halus, ungkapan rasa kesal sekaligus penanda kalau dirinya mengakhiri acara membaca di perpustakaan. Padahal sesungguhnya belum genap lima belas menit Melody duduk dan membuka buku yang sejak beberapa hari lalu menjadi incarannya. Tanpa banyak berfikir lagi, gadis itu segera berdiri, menutup buku yang sedang dia baca kemudian berjalan menuju ke meja petugas perpustakaan.

“Mbak Atik, buku ini gue pinjem, ya,” ujar Melody sambil menyodorkan kartu anggota perpustakaan. Perempuan setengah baya yang di panggil Melody segera menerima kartu dan mengecek buku yang akan di pinjam oleh Melody,  kemudian memasukkan datanya ke komputer.

Selesai memasukkan buku yang di pinjam ke dalam tas dan memastikan tas sudah tertutup aman, Melody melangkah santai keluar dari ruang perpustakaan. Di liriknya jam di pergelangan tangan, kuliah kedua baru akan di mulai setengah jam lagi. Langkah kaki santainya mengarah ke kantin kampus, niat hati sekedar beli air mineral untuk melegakan tenggorokan keringnya karena musim panas yang belum berkesudahan beberapa bulan ini. Dia hanya sendiri semenjak tadi karena Sisil hari ini bolos kuliah riweh dengan segala urusan pertunangannya dua minggu yang akan datang. Ajakan Mela teman sekelasnya selepas kuliah jam pertama untuk nongkrong di kantin dia tolak dengan halus gara-gara teringat mau pinjam buku dan khawatir buku incarannya di perpustakaan keburu di pinjam orang lagi karena sebelumnya Melody udah sempat cek ke Mbak Atik kapan jadwal buku akan di kembalikan. Sayang kalau tiba-tiba buku itu raib kepegang tangan orang. Bakal sia-sia penantiannya selama ini.

“Eh!” teriak Melody terkejut ketika seseorang menyenggol lengannya cukup keras. Dia antara keterkejutannya, di lihatnya Alfa melenggang cuek tak jauh di depannya.

“Eh, es batu. Elo lagi suka ngikutin gue, ya? Resek, ngaku aja elo julid sama hidup gue,” maki Melody meluapkan kekesalan yang terpendam sejak di dalam perpustakaan tadi. Tak salah emang, dialah cowok menyebalkan yang tiba-tiba duduk di depannya dan secara otomatis menghilangkan mood bacanya.

Alfa berhenti, sengaja menunggu Melody yang berjalan semakin mendekat ke arahnya. Begitu dekat, segera di tarik dan di cengkeramnya lengan gadis itu yang berusaha melepaskan diri dengan menarik kembali tangannya.

“Dengerin dodol, elo lupa status gue sama elo sampai-sampai elo keberatan gue ikuti? Kalau bukan karena pesan gue harus jagain elo, nggak akan gue kuntit elo kayak gini. Gue sebenarnya juga nggak sudi. Apalagi yang harus gue jagain cewek dodol macam elo yang nggak akan pernah bisa ngalahin gue sekenceng-kencengnya elo berusaha."

Gigi Melody bergemeletuk mendengar nada meremehkan yang Alfa ucapkan barusan.

“Eh es batu, dengerin ya, gue nggak butuh di jagain sama elo. Nggak ngaruh buat hidup gue, sana jagain aja janda elo daripada repot-repot jagain gue, biar gue bisa hidup dengan damai.”

Beberapa mahasiswa yang kebetulan lewat dan mendapati dua orang yang sedang berdebat itu menghentikan lagkah mereka. Asli niat mereka itu hanya untuk kepo sok wartawan. Dan terbukti mereka kasak kusuk dengan tatapan jelas-jelas ke arah dua orang yang bertengkar adu mulut. Nggak ada niat lain bagi mereka kecuali dapat tontonan drama gratis di siang bolong.

“Jadi elo bener-bener lupa status kita?”

“Status apa maksudnya? Elo yang lupa, gue kemarin sampaikan apa ke elo. Terserah anggapan elo apa tentang status kita tapi bagi gue enggak. Gue punya hidup gue sendiri.”

“Dan gue bilang bakal review, kan? Hari ini gue ubah. Elo harus ngikutin gue, ingat, elo cewek gue. Atau perlu gue bikin pengumuman di sini juga biar semua tahu?”

Mata Melody mulai kembali memanas. Jengkel luar biasa di rasanya kini. Hingga akhirnya menurut saja ketika Alfa menarik tangannya, mengajaknya duduk di bangku kosong bawah pohon tak jauh dari tempat mereka berdiri sebelumnya.

“Lihat gue sekarang,” perintah Alfa.

Melody menurut, tajam mata merahnya bekas tangis menatap lurus ke arah Alfa yang duduk di sampingnya.

“Kenapa elo egois dan sombong banget sama gue? Karena elo ngerasa kalau gue nggak akan pernah bisa ngalahin nilai-nilai elo, ya?” serak Melody bersuara, mata berembunnya tak kuasa lagi menahan bendungan air mata yang siap meleleh di pipi mulusnya. Sebuah gerakan jari kilat namun terasa lembut menghapus perlahan lelehan air mata itu. Melody kembali shock. Terpana sejenak, benarkah barusan Alfa berlaku so sweet menghapus air matanya?

“Nah itu elo tahu, sekeras apapun elo berusaha, elo nggak akan bisa ngalahin gue. Gue tahu kok nilai-nilai elo mulai awal semester. Selalu di bawah gue kan, beruntung-untungnya sama dengan nilai gue. Yang artinya nggak pernah melebihi nilai gue. Jadi elo nggak usah terlalu serius belajar kalau niatnya cuma buat bersaing ngalahin gue.”

Wusss … bagai di terjang angin puting beliung, simpati Melody pada Alfa yang tadi tercipta dadakan seketika menguap terbang terbawa angin.

“Songong,” desis Melody.

“Wajar dong, gue ada modal buat songong di depan elo.”

Tiba-tiba handphone Alfa berdering. Tanpa sengaja Melody melihat foto pemanggil di layar handphone cowok itu. Bibirnya mencebik otomatis.

“Iya, nanti habis kuliah jam kedua aku ke ruang dosen.”

Aku?

Hoho, senyum sinis kembali tercipta di bibir Melody. Aku dan Kamu, so sweet banget emang kalau di dengerin. Bukan “saya” padahal Melody jelas-jelas melihat lawan bicara Alfa saat ini, seorang dosen cantik berstatus janda.

Setelah menutup teleponnya, Alfa menatap ke wajah cantik di depannya yang sudah berusaha pasang mimik normal lagi. Gadis itu nggak mau raut jengkelnya menjadi bahan bullyan Alfa yang bisa saja mengira dia sedang merasa cemburu.

“Janji kencan lagi sama Si Janda?” sindir Melody yang bersiap berdiri hendak pergi karena kuliah akan di mulai sepuluh menit lagi.

Alfa tak menjawab, hanya saja dia segera ikut berdiri. Tanpa kata apapun dia kembali menggenggam telapak tangan Melody dan mengajaknya dengan paksa berjalan bergandengan menuju ruang kelas mereka.

Suit … suit …

Suara riuh menggoda dan banyak tatapan penuh arti menyambut kedatangan dua sejoli itu. Apalagi dengan sengaja Alfa memaksa Melody duduk di sampingnya. Tak dia hiraukan godaan dari teman-temannya. Melody pun malas bicara meski dia merasa sangat risih. Untungnya tak berapa lama kondisi tak mengenakkan itu terselamatkan dengan masuknya dosen ke kelas mereka. Suara riuh di kelas segera menghilang.

Dari dalam mobil, Melody kembali memperhatikan dua orang yang sedang bercengkrama di dekat mobil Alfa.Iya, Alfa dan Hesta. Melihat canda ringan mereka sebelum masuk ke mobil tak urung membuat Melody berdecih sebal.

"Bisa-bisanya cowok macam dia begitu genit deket-deket sama janda," dumel Melody seorang diri. Tak lama setelahnya, melihat mobil Alfa berjalan keluar parkir, Melody segera mengekor di belakang mereka. Namun pada akhirnya dia memutuskan tak jadi mengikuti mobil itu. Tak jauh dari kampus, Melody membelokkan mobil ke cafe sederhana namun aestetik tempat biasa dia nongkrong bareng Sisil. Ah, tanpa Sisil hidupnya terasa begitu hampa. Banyak cobaan batin yang harus sanggup di hadapi seorang diri.

Sambil menunggu pesanan datang, Melody asyik bermain game kesukaannya di handphone. 

Ting.

Sebuah notifikasi pesan dari nomor tak di kenal muncul di layar handphone nya.  

"Hai Melody, salam kenal," sapa pesan seseorang yang tidak Melody kenal. Gadis itu menimbang, perlu memberikan sebuah jawaban atau enggak. Sebentara di klik-nya foto profil seseorang itu. Hanya bergambar sebuah mobil ferrari berwarna bru. Feeling Melody mengatakan bahwa si pemberi pesan adalah seorang cowok. Karena kebetulan makanan dan minuman yang dia pesan sudah datang sehingga Melody mengabaikan sejenak pesan yang di terimanya. Meski pada akhirnya, sambil menyeruput minuman, sambil diam Melody mempertimbangkan untuk menjawab pesan itu.

Jiwa kepo dan juteknya tak tahan untuk mengabaikan pesan itu.

"Siapa, Lo? Darimana tahu nama gue?"

"Sori, gue cuma kenalan aja, kok."

"Sekalinya nggak ngomong sama gue, gue blokir nomor elo."

"Duh bener ternyata, ya, elo jutek."

"Badak bener emang seseorang ini, barusan berkirim pesan aja udah berani ngatain sifat gue," batin Melody.

Agak terasa panas dada Melody karena seseorang yang tidak dia kenal sudah seenaknya mengatakan kalau dia cewek jutek. Meskipun kata itu hampir bener, sih. Melody kembali menimbang, harus jawab pesan atau enggak. Tapi naluri tidak terimanya berkata dia wajib balas pesan itu.

"Eh, dari mana elo bisa ngatain jutek, gue nggak kenal elo, elo kenal gue?"

"Haha, lihat dari wajah kamu juga udah bisa ketebak sifat kamu."

"Wajah? Elo udah stalk tentang gue, ya?"

"Enggak mbak Melody Cinta, aku lihatnya dari wajah di poto profil kamu ini."

Melody mendelik heran begitu melihat jawaban si pemberi pesan yang sama sekali belum terdeteksi siapakah dia sebenarnya.

Kengangguran Melody membuatnya semakin keasyikan membalas pesan misterius itu.

"Eh badak, foto profil gue ini gambarnya Mickey Mouse, darimana lihat juteknya?"

"Haha...iyaya, aku ketauan bohongnya. Kenalin ya, Mel, nama gue Ansyara Perdana."

Tanpa Melody tanya seseorang yang benar berjenis kelamin cowok itu sudah menulis sendiri namanya.

"Gue belum nanya elo, Bad?"

"Aku ngasih tahu, Mel, biar kamu juga kenal aku. Ah ... ijin ya, kita gue elo dulu aja, ntar kalo lo dah mau deket sama gue baru aku kamu lagi, biar so sweet."

"Sesuka elo, Bad."

"Bad?"

"Badak ... "

"Astaga, elo jutek tapi lucu, ya. Makasih udah punya panggilan sayang buat gue, padahal nama gue Ansya."

"Mau Ansya atau Angsa gue nggak perduli, Bad."

Emot ketawa kiriman dari cowok yang mengaku bernama Ansya menghias layar chat handphone Melody. Mau nggak mau gadis itu tersenyum seorang diri. Ansya, cowok yang tetap sopan meskipun dia jutekin ternyata lumayan buat nemenin kesepiannya.

Melody diam sejenak, dia teringat rencana untuk merubah takdirnya yang kemarin dia bahas bersama Sisil, yaitu mulai membuka hati buat cowok. Bisa lewat sosmed atau dunia nyata. Pada akhirnya dia mengetik agak panjang yang tertuju untuk Ansya.

"Iya deh, Bad. Berhubung elo datang ke gue di waktu yang tepat, salam kenal juga. Elo udah tahu tentang gue, sedang gue kebalikannya. Elo wajib memperkenalkan diri elo lebih jelas lagi."

"Syukurlah, berarti perkenalan gue di terima, nih?"

"Di terima, dengan syarat elo jadi teman yang baik buat gue. Kalo elo nyebelin gue nggak segan blokir nomor elo."

"Siap Cinta."

"Cinta?"

"Mulai sekarang gue manggil elo, Cinta, tidak boleh di tolak."

Melody kembali tersenyum seorang diri.

"Terserah elo, karena itu juga nama gue sendiri, gue mau pulang sekarang. Bye."

"Bye."

Melody berniat memasukkan handphone ke tas nya ketika satu notif pesan kembali dia terima. Kali ini dari seseorang berjudul nama "Es Batu".

"Elo kemana aja nggak pulang-pulang?" pesan yang di tulis Alfa.

"Bukan urusan elo, gue lagi pacaran," jawab Melody dengan asal ketik.

Tanpa menunggu lama, panggilan dari Alfa segera menginterupsi langkah Melody.

"Elo lagi sama siapa?" tanya Alfa tanpa basa basi begitu Melody mengangkat teleponnya.

"Bukan urusan elo."

"Urusan gue karena elo cewek gue."

"Oh, kalau gue bilang gue lagi pacaran juga jadi urusan elo? Gue aja nggak ngurusin elo yang sibuk pacaran sama janda," ketus Melody.

"Elo pulang sekarang, gue ada di rumah elo."

"Mati gue kalau nggak segera pulang, bakal urusan lagi sama mama papa kalau si penjilat itu beraksi depan mereka lagi," dumel Melody dalam hati.

...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status