Share

Bab 5. Merasa Terisolasi

Devan membuka matanya perlahan, menyesuaikan sorot cahaya yang mulai memasuki pupil matanya.

Ia menoleh ke samping lalu menghela nafas pelan, meskipun sudah menikah tapi ia tetap tidur diranjang sendirian. Ia kira kejadian kemarin sudah menjadi awal baik untuk hubungan mereka tapi nyatanya semua tetap dingin.

Mungkin pernikahan ini masih kurang bisa diterima oleh gadisnya, ia sadar mungkin Lyra memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dan statusnya saat ini.

Aku pikir setelah kemarin Lyra mulai membuka hati untukku, tapi memang nyatanya memenangkan hati sosok gadis seperti Lyra akan sedikit menyulitkan - batin Devan.

Devan hanya bisa menghela nafas sabar, berharap agar pernikahannya ini dapat kembali mendatangkan kehangatan dirumah ini. Rumah yang telah dibangunnya dua tahun silam.

Dengan langkah gontai Devan beranjak dari ranjang nyamannya menuju ruangan dingin untuk membersihkan diri.

Tak memakan waktu lama, kini ia sudah siap dengan setelan formalnya. Kini ia harus berangkat ke kantor cabang pagi-pagi agar sore nanti sudah dapat pulang dan menjemput kesayangannya.

Devan menuruni anak tangga dengan perlahan, tampak para maid tengah sibuk menyiapkan sarapan. Devan celingukan mencari keberadaan sang istri kecilnya itu.

Ia menghampiri sang kepala maid dirumahnya, menepuk pelan pundaknya hingga membuat wanita paruh baya tersebut menoleh ke arahnya.

"Dimana Lyra?" tanya Devan menggunakan bahasa isyarat.

"Maaf tuan, tapi nyonya muda belum keluar kamar sejak tadi tuan," ucap maid tersebut, atau kita panggil saja beliau sebutan Bi Elia.

Bi Elia adalah maid yang selama ini telah mengurus Devan sejak kecil dikediaman orang tuanya, sampai pada akhirnya ia diminta Devan untuk pindah ke ke kediaman barunya.

Elia yang memang sedari dulu sudah merawat Devan tentu dengan senang hati mengikuti perintah untuk ikut Devan di kediaman barunya.

"Apa bibi sudah memanggilnya? Siapa tau dia masih tidur," kata Devan kembali dengan bahasa isyarat.

Bi Elia mengangguk kecil. "Tadi saya sudah memerintahkan kepada Ester untuk memanggil nyonya, tapi sepertinya nyonya tetap kekeh tidak mau turun, tuan," jelas Bi Elia.

Devan mengangguk kecil lalu kembali menggerakkan tangannya. "Ya sudah kalau begitu nanti beritahu Lyra saya sudah berangkat pagi-pagi dan mungkin akan pulang nanti sore karena akan ada kunjungan ke kantor cabang, nanti saya juga akan memberitahunya lewat pesan."

Bi Elia mengangguk. "Baik tuan, nanti akan saya beritahukan ke nyonya Lyra," ucapnya dengan patuh.

Devan lantas bergegas keluar rumah, menuju ke kantornya yang terletak sedikit jauh.

***

Lyra sedari tadi hanya bisa terdiam dikamar dan menangis diam-diam, ia tidak suka dengan kondisi ini. Ia tidak dapat bersosialisasi dengan mudah, lebih tepatnya ia belum bisa menerima perjodohan ini.

"Bunda, Lyra mau pulang," lirih Lyra dengan air mata yang merembes keluar dari pelupuk matanya.

Ia merasa terisolasi disini, mungkin juga karena keputusannya yang meminta untuk pisah kamar dan ia belum keluar kamar sedari tadi. Tapi menerima keadaan ini tidak lah mudah bagi Lyra.

Bagaimana bisa kalian hidup satu atap dengan orang yang bahkan tidak kalian kenal dan tidak dapat berbicara, itu akan sedikit menyulitkan apalagi ada kendala komunikasi dalam rumah tangga mereka.

Ia sudah mencoba menerima Devan menjadi suaminya, ia bahkan sudah mencobanya saat berada di rumah nenek mertuanya kemarin, tapi ketika pulang ke rumah tetap saja susah rasanya.

Tiba-tiba suara deting ponsel mengalihkan perhatian Lyra. Disana terdapat nama Devan yang terpampang jelas di layarnya.

Pak Devan : Saya dengar tadi kamu belum keluar kamar, keluarlah jangan lupa sarapan

Pak Devan : Maaf tidak bisa sarapan bersama, saya ada kunjungan ke kantor cabang dan mungkin akan pulang nanti sore.

Pak Devan : Cepatlah keluar dan habiskan sarapanmu istriku.

Deretan pesan singkat dari lelaki yang kini menjabat sebagai sosok kepala keluarga di rumah tangganya.

Lyra Ajisaka : Tenang saja nanti aku akan turun.

Tak lama ketukan pintu mulai terdengar, dibarengi oleh suara seorang wanita yang memanggil namanya.

"Nyonya, mari sarapan nyonya," ucap orang itu dari luar.

Lyra buru-buru menghapus air matanya kemudian beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.

"Bibi duluan saja nanti Lyra nyusul," kata Lyra ketika sudah berada tepat di depan pintu.

Bi Elia menatap perihatin ke arah Lyra. Gadis ini tampak kacau sekali. Mata yang bengkak dan hidung yang memerah juga suara serak khas orang menangis.

"Nyonya baik-baik saja?" tanya Elia lalu diangguki kecil oleh Lyra dan senyuman kecil dari gadis itu.

"Tenang saja Bi aku baik-baik saja," balas Lyra yang membuat Elia semakin tak yakin.

"Nyonya bibi tau, pasti tidak mudah ketika dirimu di jodohkan dengan sosok asing dihidupmu Nyonya, tapi coba lah untuk menerima semuanya dengan lapang dada Nyonya," ujar Elia lembut seraya menggenggam kedua tangan Lyra, mengusapnya pelan seakan menyalurkan kehangatan di sana.

"Semuanya susah Bi, aku udah coba buat menerima semua keadaan tapi aku tidak bisa Bi, apalagi kami juga terhalang komunikasi, aku merasa terisolasi disini Bi," lirih Lyra dengan mata yang berkaca-kaca.

Elia yang melihat itu langsung memeluk tubuh ramping majikanya. "Cobalah untuk terbuka pada tuan, Nyonya. Jangan berikan dinding pembatas yang dingin diantara kalian, saya tau ini bukan hal mudah. Tapi cobalah terima tuan, Nyonya. Saya yang merawat tuan sedari kecil Nyonya, dia adalah laki-laki baik hati dan tidak pernah membantah apapun bahkan ketika bermain bersama tuan selalu mengalah."

Lyra melepaskan pelukannya dan netranya menatap ke arah Elia seakan memintanya lebih lanjut dalam bercerita.

"Tuan selalu menghargai wanita, karena bagi tuan apabila dia menyakiti sosok wanita sama saja ia menyakiti hati ibunya, maka dari itu sedari dulu tuan tidak pernah mau menjalin hubungan sebatas pacaran ia akan lebih baik menjadikannya seorang istri," sambung Elia.

"Apa sebelum denganku Devan sudah pernah menjalin hubungan Bi?" tanya Lyra yang sepertinya mulai penasaran dengan kehidupan sosok Devan Alvino Putra.

"Tuan pernah menjalin sebuah hubungan sebelum bersama anda Nyonya tapi itu tidak berakhir dengan baik," ucap Elia. "Padahal mereka sudah memiliki sosok malaikat kecil yang menggemaskan."

Elia membayangkan betapa bahagianya Devan dulu setelah kelahiran buah hatinya, tetapi kebahagiaan itu sepertinya tidak bertahan lama karena suatu tragedi yang membuatnya sedikit trauma dengan pernikahan. Bahkan Devan masih ada sampai sekarang itu karena buah hatinya.

Lyra terpaku pada penjelasan Elia, jadi selama ini kabar yang beredar itu benar adanya bahwa Devan tidaklah single.

"Tapi Bi kenapa hubungan Devan ditutupi dari media? Bahkan beberapa dari mereka masih mengira bahwa Devan itu lajang sebelum bersamaku?" tanya Lyra yang membuat Elia terdiam.

"Maaf Nyonya tapi saya tidak berhak untuk menjawab itu, dan Nyonya saya mohon sekali tolong bukalah diri anda untuk tuan Devan, Nyonya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status