Share

Bab 3. Hari Pernikahan

"Sebenarnya apa yang kalian inginkan?"

Keduanya mendekat ke arah Sinta. "Kamu hanya ingin yang terbaik untuk putri kami, Nak," ujar Selestina—ibunda Lyra.

"Tapi tindakan kalian salah, Bun, Yah," ucap Sinta.

Sedikit penjelasan, orang tua Lyra dan Sinta bersahabat sejak lama bahkan orang tua Sinta sudah menganggap Lyra sebagai putrinya sendiri begitupun sebaliknya. Itulah mengapa mereka sangat dekat dan Lyra bahkan menganggap Sinta sebagai kakaknya sendiri.

"Benar yang dikatakan Sinta Om, Tante," sambung Arya yang berjalan dari arah dapur. "Kalian tidak bisa melakukan hal sebesar ini tanpa persetujuan Lyra dan langsung mengumumkannya begitu saja, saya memang tahu betul seperti apa Devan, karena selain rekan kerja kami juga bersahabat sejak lama, saya tau dia lelaki yang sempurna, tapi Lyra tidak mengetahui itu semua." 

"Dia masih perlu pemahaman Yah, Bun. Semua ini, aku tau Lyra pasti syok sekali," ucap Sinta kembali.

"Mungkin kami memang salah nak, seharusnya kami membicarakan hal ini dengan Lyra terlebih dahulu, tapi kamu pasti tau jika kita membicarakannya terlebih dahulu, Lyra pasti akan menolaknya mentah-mentah sedangkan kami tidak bisa menolak perjodohan ini karena jasa keluarga Devan sungguh besar bagi kami," jelas Dharma dengan panjang lebar. 

Selestina mengangguk kecil. "Tanpa bantuan mereka, mungkin kami tidak akan bisa sesukses ini. Semua yang kami rasakan itu berkat keluarga Devan, Nak ... bahkan Bunda bisa tetap hidup sampai saat ini, itu berkat kakak Devan yang mau menyumbangkan jantungnya sama Bunda sebelum dia wafat," kata Selestina dengan mata yang berair.

Ia tak sanggup membayangkan betapa menyedihkannya dirinya pada saat itu. Ketika dirinya dan sang keluarga terpuruk hanya orang tua Sinta yang berada di samping mereka, tapi tetap saja bantuan yang diberikan belum bisa menyokong mereka.

Sampai akhirnya mereka bertemu dengan keluarga Devan, mereka bertemu saat menyelamatkan Devan kecil yang hampir tertabrak mobil. Merasa berhutang budi, ayah Devan memberikan suntikan dana pada keluarga Lyra untuk membangun bisnis mereka.

Bukan hanya itu saja, saat ibu Devan mengetahui penyakit yang diderita oleh Selestina, mereka merasa terenyuh apalagi melihat bayi Lyra yang masih berusia 4 bulan, ia pun merasa iba.

Ibunda Devan lalu menceritakan keadaan ini pada keluarganya dan tanpa disangka-sangka, kakak Devan yang memang sudah didiagnosa stadium akhir dan umurnya yang sudah tak lagi lama memutuskan untuk menyumbangkan jantungnya untuk Selestina. Awalnya ini ditolak oleh kedua orang tuanya tapi karena mendengar alasan kakak Devan yang kasian dengan Lyra kecil juga keluarga Lyra sempat menyelamatkan Devan dari maut akhirnya keputusannya di setujui.

"Kenapa Bunda gak bilang dari awal?" Suara tersebut langsung menyita atensi mereka semua.

"Lyra?" gumam Selestina.

"Lyra gak jadi tidur? Kenapa kesini?" tanya Sinta kaget.

"Lyra tanya Bun, Yah kenapa gak jelasin dari awal?" tanya Lyra lagi. "Lyra paling benci sama asumsi, tau dari mana Ayah kalau semisal Lyra bakal nolak? Kenapa Bunda sama Ayah gak jelasin lebih dulu?"

"Lyra maafin Ayah, maaf sekali karena semua ini terlalu tiba-tiba, Nak," ucap Dharma seraya menghampiri putri semata wayangnya lalu memeluknya erat.

Lyra terisak dalam pelukan Dharma. "Lyra ngerasa gagal buat berbakti sama kalian kalau begini," lirih Lyra.

Selestina mendekat ke arah suami dan putrinya. "Maafkan kami sayang, kau pasti sangat syok dengan semua ini," ujar Selestina.

Lyra melepas pelukannya lalu menatap kedua orang tuanya secara bergantian. "Aku menerima perjodohan ini," ucap Lyra lirih, setidaknya ini yang dapat Lyra lakukan untuk membalas perbuatan keluarga Devan di masa lalu.

***

Hari pernikahan Lyra dan Devan tiba. Semua persiapan telah dilakukan dengan cermat, dan suasana penuh kegembiraan terasa di udara. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan yang terpancar dari wajah Lyra, ada kebingungan dan keraguan yang masih menghantuinya.

Lyra duduk di kamar pengantin, memandang ke arah jendela dengan tatapan kosong. Dalam hatinya, dia merasa bingung dan ragu-ragu tentang pernikahan ini. Dia tidak yakin apakah dia bisa benar-benar menerima Devan sebagai pasangannya.

Pernikahan adalah ikatan suci yang mengharuskan seseorang untuk berkomitmen seumur hidup. Lyra merasa bahwa dia belum sepenuhnya mengenal Devan dengan baik. Mereka telah berpacaran selama beberapa tahun, tetapi masih ada sisi Devan yang terasa asing baginya.

Lyra memikirkan Dharma, ayahnya yang selalu memberikan nasihat bijak. Dia tahu bahwa Dharma ingin melihatnya bahagia, tetapi Lyra juga tahu bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa dirasakan jika dia benar-benar yakin dengan pilihan hidupnya.

Selestina, ibu Lyra, masuk ke dalam kamar pengantin dengan senyum hangat di wajahnya. Dia merasakan kegelisahan yang dirasakan Lyra dan mencoba mendekatinya dengan penuh kelembutan. "Sayangku, apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Selestina dengan lembut.

Lyra menatap ibunya dengan mata penuh keraguan. "Bunda, aku masih bingung. Aku tidak yakin apakah aku bisa benar-benar menerima Devan sebagai pasanganku. Aku takut aku akan mengecewakan."

Selestina duduk di samping Lyra dan memegang tangannya dengan penuh kasih sayang. "Lyra, pernikahan adalah tentang membangun hubungan yang kuat dan saling mendukung. Tidak ada yang bisa memastikan masa depan, tetapi jika kamu merasa ada cinta di antara kamu dan Devan, maka kamu harus memberikan kesempatan pada hubungan ini."

Lyra mengangguk perlahan, mencoba memahami kata-kata ibunya. Dia tahu bahwa Selestina selalu memberikan nasihat yang bijaksana. Namun, keraguan dalam hatinya masih ada.

Tiba-tiba, pintu kamar pengantin terbuka dan masuklah Sinta dan Arya, sepasang suami-isteri sahabat terdekat Lyra dan Devan. Mereka melihat ekspresi Lyra yang terlihat bimbang dan segera menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

Sinta mendekati Lyra dengan senyum hangat. "Lyra, kami tahu bahwa pernikahan adalah keputusan besar. Tapi percayalah, Devan adalah pria yang baik dan mencintaimu dengan tulus. Jangan biarkan keraguan menghalangi kebahagiaanmu."

Arya menambahkan, "Lyra, cinta adalah tentang memberikan kesempatan dan tumbuh bersama. Jika kamu merasa ada cinta di antara kamu dan Devan, maka bersikaplah terbuka dan berkomitmen untuk membangun hubungan yang kuat."

Lyra merasa terharu mendengar kata-kata sahabatnya. Mereka adalah saksi dari hubungan mereka dan tahu bagaimana perjuangannya. Lyra mulai merasa bahwa dia tidak sendirian dalam keraguannya.

Dengan hati yang lebih lega, Lyra mengambil napas dalam-dalam. Dia menyadari bahwa keraguan adalah bagian dari proses, tetapi dia tidak boleh membiarkannya menguasai dirinya. Dia harus memberikan kesempatan pada cinta dan mempercayai bahwa Devan adalah pilihan yang tepat baginya. 

Dia pun berjalan menuju aula pernikahan dengan didampingi sang Ayah. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat. Sampai akhirnya Lyra sah menjadi istri seorang Devan Alvino Putra.

"Bagaimana? Akhirnya dia menjadi istri orang, bukan kah sakit melihatnya bersanding dengan orang lain?" tanya seseorang pada temannya seraya terkekeh geli.

"Tutup mulutmu!" sentaknya seraya menatap penuh amarah pada sepasang suami-isteri tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status