"Sebenarnya apa yang kalian inginkan?"
Keduanya mendekat ke arah Sinta. "Kamu hanya ingin yang terbaik untuk putri kami, Nak," ujar Selestina—ibunda Lyra.
"Tapi tindakan kalian salah, Bun, Yah," ucap Sinta.
Sedikit penjelasan, orang tua Lyra dan Sinta bersahabat sejak lama bahkan orang tua Sinta sudah menganggap Lyra sebagai putrinya sendiri begitupun sebaliknya. Itulah mengapa mereka sangat dekat dan Lyra bahkan menganggap Sinta sebagai kakaknya sendiri.
"Benar yang dikatakan Sinta Om, Tante," sambung Arya yang berjalan dari arah dapur. "Kalian tidak bisa melakukan hal sebesar ini tanpa persetujuan Lyra dan langsung mengumumkannya begitu saja, saya memang tahu betul seperti apa Devan, karena selain rekan kerja kami juga bersahabat sejak lama, saya tau dia lelaki yang sempurna, tapi Lyra tidak mengetahui itu semua."
"Dia masih perlu pemahaman Yah, Bun. Semua ini, aku tau Lyra pasti syok sekali," ucap Sinta kembali.
"Mungkin kami memang salah nak, seharusnya kami membicarakan hal ini dengan Lyra terlebih dahulu, tapi kamu pasti tau jika kita membicarakannya terlebih dahulu, Lyra pasti akan menolaknya mentah-mentah sedangkan kami tidak bisa menolak perjodohan ini karena jasa keluarga Devan sungguh besar bagi kami," jelas Dharma dengan panjang lebar.
Selestina mengangguk kecil. "Tanpa bantuan mereka, mungkin kami tidak akan bisa sesukses ini. Semua yang kami rasakan itu berkat keluarga Devan, Nak ... bahkan Bunda bisa tetap hidup sampai saat ini, itu berkat kakak Devan yang mau menyumbangkan jantungnya sama Bunda sebelum dia wafat," kata Selestina dengan mata yang berair.
Ia tak sanggup membayangkan betapa menyedihkannya dirinya pada saat itu. Ketika dirinya dan sang keluarga terpuruk hanya orang tua Sinta yang berada di samping mereka, tapi tetap saja bantuan yang diberikan belum bisa menyokong mereka.
Sampai akhirnya mereka bertemu dengan keluarga Devan, mereka bertemu saat menyelamatkan Devan kecil yang hampir tertabrak mobil. Merasa berhutang budi, ayah Devan memberikan suntikan dana pada keluarga Lyra untuk membangun bisnis mereka.
Bukan hanya itu saja, saat ibu Devan mengetahui penyakit yang diderita oleh Selestina, mereka merasa terenyuh apalagi melihat bayi Lyra yang masih berusia 4 bulan, ia pun merasa iba.
Ibunda Devan lalu menceritakan keadaan ini pada keluarganya dan tanpa disangka-sangka, kakak Devan yang memang sudah didiagnosa stadium akhir dan umurnya yang sudah tak lagi lama memutuskan untuk menyumbangkan jantungnya untuk Selestina. Awalnya ini ditolak oleh kedua orang tuanya tapi karena mendengar alasan kakak Devan yang kasian dengan Lyra kecil juga keluarga Lyra sempat menyelamatkan Devan dari maut akhirnya keputusannya di setujui.
"Kenapa Bunda gak bilang dari awal?" Suara tersebut langsung menyita atensi mereka semua.
"Lyra?" gumam Selestina.
"Lyra gak jadi tidur? Kenapa kesini?" tanya Sinta kaget.
"Lyra tanya Bun, Yah kenapa gak jelasin dari awal?" tanya Lyra lagi. "Lyra paling benci sama asumsi, tau dari mana Ayah kalau semisal Lyra bakal nolak? Kenapa Bunda sama Ayah gak jelasin lebih dulu?"
"Lyra maafin Ayah, maaf sekali karena semua ini terlalu tiba-tiba, Nak," ucap Dharma seraya menghampiri putri semata wayangnya lalu memeluknya erat.
Lyra terisak dalam pelukan Dharma. "Lyra ngerasa gagal buat berbakti sama kalian kalau begini," lirih Lyra.
Selestina mendekat ke arah suami dan putrinya. "Maafkan kami sayang, kau pasti sangat syok dengan semua ini," ujar Selestina.
Lyra melepas pelukannya lalu menatap kedua orang tuanya secara bergantian. "Aku menerima perjodohan ini," ucap Lyra lirih, setidaknya ini yang dapat Lyra lakukan untuk membalas perbuatan keluarga Devan di masa lalu.
***
Hari pernikahan Lyra dan Devan tiba. Semua persiapan telah dilakukan dengan cermat, dan suasana penuh kegembiraan terasa di udara. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan yang terpancar dari wajah Lyra, ada kebingungan dan keraguan yang masih menghantuinya.
Lyra duduk di kamar pengantin, memandang ke arah jendela dengan tatapan kosong. Dalam hatinya, dia merasa bingung dan ragu-ragu tentang pernikahan ini. Dia tidak yakin apakah dia bisa benar-benar menerima Devan sebagai pasangannya.
Pernikahan adalah ikatan suci yang mengharuskan seseorang untuk berkomitmen seumur hidup. Lyra merasa bahwa dia belum sepenuhnya mengenal Devan dengan baik. Mereka telah berpacaran selama beberapa tahun, tetapi masih ada sisi Devan yang terasa asing baginya.
Lyra memikirkan Dharma, ayahnya yang selalu memberikan nasihat bijak. Dia tahu bahwa Dharma ingin melihatnya bahagia, tetapi Lyra juga tahu bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa dirasakan jika dia benar-benar yakin dengan pilihan hidupnya.
Selestina, ibu Lyra, masuk ke dalam kamar pengantin dengan senyum hangat di wajahnya. Dia merasakan kegelisahan yang dirasakan Lyra dan mencoba mendekatinya dengan penuh kelembutan. "Sayangku, apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Selestina dengan lembut.
Lyra menatap ibunya dengan mata penuh keraguan. "Bunda, aku masih bingung. Aku tidak yakin apakah aku bisa benar-benar menerima Devan sebagai pasanganku. Aku takut aku akan mengecewakan."
Selestina duduk di samping Lyra dan memegang tangannya dengan penuh kasih sayang. "Lyra, pernikahan adalah tentang membangun hubungan yang kuat dan saling mendukung. Tidak ada yang bisa memastikan masa depan, tetapi jika kamu merasa ada cinta di antara kamu dan Devan, maka kamu harus memberikan kesempatan pada hubungan ini."
Lyra mengangguk perlahan, mencoba memahami kata-kata ibunya. Dia tahu bahwa Selestina selalu memberikan nasihat yang bijaksana. Namun, keraguan dalam hatinya masih ada.
Tiba-tiba, pintu kamar pengantin terbuka dan masuklah Sinta dan Arya, sepasang suami-isteri sahabat terdekat Lyra dan Devan. Mereka melihat ekspresi Lyra yang terlihat bimbang dan segera menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
Sinta mendekati Lyra dengan senyum hangat. "Lyra, kami tahu bahwa pernikahan adalah keputusan besar. Tapi percayalah, Devan adalah pria yang baik dan mencintaimu dengan tulus. Jangan biarkan keraguan menghalangi kebahagiaanmu."
Arya menambahkan, "Lyra, cinta adalah tentang memberikan kesempatan dan tumbuh bersama. Jika kamu merasa ada cinta di antara kamu dan Devan, maka bersikaplah terbuka dan berkomitmen untuk membangun hubungan yang kuat."
Lyra merasa terharu mendengar kata-kata sahabatnya. Mereka adalah saksi dari hubungan mereka dan tahu bagaimana perjuangannya. Lyra mulai merasa bahwa dia tidak sendirian dalam keraguannya.
Dengan hati yang lebih lega, Lyra mengambil napas dalam-dalam. Dia menyadari bahwa keraguan adalah bagian dari proses, tetapi dia tidak boleh membiarkannya menguasai dirinya. Dia harus memberikan kesempatan pada cinta dan mempercayai bahwa Devan adalah pilihan yang tepat baginya.
Dia pun berjalan menuju aula pernikahan dengan didampingi sang Ayah. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat. Sampai akhirnya Lyra sah menjadi istri seorang Devan Alvino Putra.
"Bagaimana? Akhirnya dia menjadi istri orang, bukan kah sakit melihatnya bersanding dengan orang lain?" tanya seseorang pada temannya seraya terkekeh geli.
"Tutup mulutmu!" sentaknya seraya menatap penuh amarah pada sepasang suami-isteri tersebut.
Lyra dan Devan menghadiri pertemuan keluarga setelah pernikahan mereka. Mereka tiba di rumah keluarga nenek Devan dengan perasaan campur aduk. Lyra merasa canggung dan tidak nyaman dengan pertemuan keluarga ini, aknkah ia dapat diterima oleh keluarga Devan sepenuhnya atau tidak.Ya, mereka hanya datang berdua karena kedua orang tua Devan sudah datang lebih awal, katanya mereka juga ingin menyambut pasangan baru ini.Devan yang mengetahui kegugupan Lyra langsung menggenggam tangannya dengan lembut, ia juga mengetikan beberapa kata pada ponselnya. "Jangan takut, saya ada disampingmu selalu istriku." Tulis Devan.Lyra menatap ke arah Devan dan mendapat anggukan kecil dari suaminya itu, ia pun menghela nafas sejenak, menetralkan rasa gugupnya. Dirasa sudah cukup mereka pun keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah dengan tangan Lyra yang masih ditengah oleh Devan.Ketika mereka memasuki ruang keluarga, mereka disambut dengan senyuman hangat dari Renata, ibu Devan. Renata adalah seorang w
Devan membuka matanya perlahan, menyesuaikan sorot cahaya yang mulai memasuki pupil matanya. Ia menoleh ke samping lalu menghela nafas pelan, meskipun sudah menikah tapi ia tetap tidur diranjang sendirian. Ia kira kejadian kemarin sudah menjadi awal baik untuk hubungan mereka tapi nyatanya semua tetap dingin. Mungkin pernikahan ini masih kurang bisa diterima oleh gadisnya, ia sadar mungkin Lyra memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dan statusnya saat ini. Aku pikir setelah kemarin Lyra mulai membuka hati untukku, tapi memang nyatanya memenangkan hati sosok gadis seperti Lyra akan sedikit menyulitkan - batin Devan. Devan hanya bisa menghela nafas sabar, berharap agar pernikahannya ini dapat kembali mendatangkan kehangatan dirumah ini. Rumah yang telah dibangunnya dua tahun silam. Dengan langkah gontai Devan beranjak dari ranjang nyamannya menuju ruangan dingin untuk membersihkan diri. Tak memakan waktu lama, kini ia sudah siap dengan setelan formalnya. Kini ia ha
Ruangan yang dihias sedemikian rupa agar memancarkan keindahan untuk menyambut umur baru dari gadis cantik bernama Lyra Ajisaka yang merupakan putri semata wayang dari pasangan Dharma Ajisaka dan Selestina Anind, dua orang yang cukup berpengaruh. Pesta ulang tahun Lyra berjalan lancar seperti ulang tahun mewah pada umumnya. Tamu-tamu yang hadir menikmati suasana yang riang, makanan lezat, dan hiburan yang disiapkan dengan baik. Lyra, seorang gadis muda yang ceria dan penuh semangat, merasa sangat beruntung bisa merayakan ulang tahunnya yang ke-21 dengan teman-teman terdekat dan keluarganya. Dari kejauhan tampak perempuan cantik dengan balutan dress yang indah bersama dengan kekasihnya berjalan menghampiri sang pemilik pesta yang tampak tengah bercengkrama dengan tamu yang lain. "Happy birthday sayangku," ucap perempuan tersebut pada sang tuan rumah. Lyra membalik badan dan tampak begitu terkejut mengetahui sahabat kesayangannya ternyata datang di pesta ulang tahunnya ini. "Kak S
"Kamu?!"Sosok tersebut hanya tersenyum kecil mendapat teriakan tak terduga dari gadisnya. Ah, bahkan ia sudah mengeklaim gadis di depannya ini sebagai gadisnya.Lyra sontak berdiri mendapati sosok yang paling ia benci ada dihadapannya saat ini. "Kamu ngapain disini?! Pergi! Aku gak mau liat wajah kamu, Bapak Devan yang terhormat!" pekik Lyra dengan air mata yang masih mengalir dari pelupuk matanya.Bukannya kesal akan perlakuan Lyra, lelaki tersebut malah terpaku dengan binar mata Lyra yang nampak surut karena buliran bening di pelupuknya. Tangannya terulur untuk mengusap air mata tersebut, tapi belum sampai tangannya menyentuh pipi gadis tersebut tangan Lyra bergerak lebih gesit untuk menepisnya."Mau apa kamu sentuh-sentuh saya!" bentak Lyra lagi dengan suara seraknya, suara khas seseorang yang baru saja menangis.Devan sama sekali tidak terpengaruh dengan perlakuan kasar Lyra, ia malah menipiskan bibirnya. Ia tahu betul apa yang tengah gadis ini alami.Dijodohkan secara tiba-tiba