Ya, mereka hanya datang berdua karena kedua orang tua Devan sudah datang lebih awal, katanya mereka juga ingin menyambut pasangan baru ini.
Devan yang mengetahui kegugupan Lyra langsung menggenggam tangannya dengan lembut, ia juga mengetikan beberapa kata pada ponselnya. "Jangan takut, saya ada disampingmu selalu istriku." Tulis Devan.
Lyra menatap ke arah Devan dan mendapat anggukan kecil dari suaminya itu, ia pun menghela nafas sejenak, menetralkan rasa gugupnya. Dirasa sudah cukup mereka pun keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah dengan tangan Lyra yang masih ditengah oleh Devan.
Ketika mereka memasuki ruang keluarga, mereka disambut dengan senyuman hangat dari Renata, ibu Devan. Renata adalah seorang wanita yang elegan dan penuh perhatian. Dia berjalan mendekati Lyra dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.
"Selamat datang, Lyra. Kami sangat senang melihatmu di sini," ucap Renata dengan senyum lembut.
Lyra tersenyum kaku dan menjawab, "Terima kasih, Mama. Lyra juga senang bisa hadir di sini."
Ervan, ayah Devan, juga mendekati mereka dengan senyuman hangat. Dia memberikan jabatan tangan pada Lyra dan memberikan tatapan penuh pengertian.
"Selamat datang, Lyra. Kami berharap kalian berdua bahagia dalam pernikahan kalian," ucap Ervan dengan suara tegas namun penuh kehangatan.
Lyra merasa sedikit lega mendengar kata-kata Ervan. Dia merasa bahwa keluarga Devan menerima kehadirannya dengan baik. Namun, dia masih merasa tegang karena kehadiran anggota keluarga lainnya.
Nenek Devan, seorang wanita tua yang bijaksana, duduk di kursi dekat jendela. Dia tersenyum lembut saat melihat Lyra masuk.
"Selamat datang, Lyra. Aku berharap kalian berdua menemukan kebahagiaan sejati dalam pernikahan kalian," ucap nenek dengan suara lembut.
Lyra merasa sedikit lebih tenang mendengar kata-kata nenek. Dia merasa bahwa nenek Devan memberikan dukungan dan harapan yang tulus.
Paman-paman Devan dan bibi-bibi juga hadir dalam pertemuan keluarga tersebut. Mereka memberikan ucapan selamat dan senyuman hangat pada Lyra. Keponakan-keponakan mereka, yang masih kecil, berlarian di sekitar ruangan dengan riang gembira.
Lyra mencoba untuk berinteraksi dengan anggota keluarga Devan dengan sebaik mungkin, meskipun dia masih merasa canggung. Dia berusaha menunjukkan rasa terima kasih dan menghormati mereka yang telah menyambutnya dengan baik.
Devan, yang memang tidak bisa berbicara karena kondisi medisnya, berusaha untuk mendukung Lyra. Dia berdiri di samping Lyra dan memegang tangannya dengan lembut, menunjukkan dukungan dan cinta tanpa kata-kata.
Renata melihat gestur itu dengan penuh kehangatan. Dia mengerti bahwa Devan tidak bisa berbicara, tetapi dia tahu bahwa cinta mereka berdua tidak terbatas oleh kata-kata.
"Lyra, kami sangat senang melihatmu menjadi bagian dari keluarga kami. Devan mungkin tidak bisa berbicara, tetapi cintanya untukmu tidak pernah diragukan," ucap Renata dengan suara lembut.
Lyra tersenyum terharu mendengar kata-kata itu. Lyra merasa nyaman dengan kedua orang tua Devan dan neneknya, juga beberapa paman dan bibi Devan. Yah, karena beberapa masih ada yang memandang sinis ke arah Lyra.
Lyra paham menerimanya sebagai bagian dari keluarga besar memanglah tidak mudah. Pasti perlu sedikit pengertian agar ia benar-benar bisa diterima disini.
"Baik, sekarang ayo menuju ruang makan semuanya!" kata Renata dengan nada yang sedikit tinggi dan langsung diikuti oleh mereka.
Lyra bersama Devan pun mengikutinya langkah dari ibu mereka, mereka duduk tepat di sebelah Renata dan Ervan.
Meskipun suasana di pertemuan keluarga semakin santai, ada sedikit konflik kecil yang muncul di antara anggota keluarga. Bibi Devan, yang terkenal dengan kepribadian yang tajam, mulai mengajukan pertanyaan yang agak menyinggung kepada Lyra.
"Bukankah kamu terlalu muda untuk menikah, Lyra?" tanya salah satu bibi dengan nada sinis.
Lyra merasa sedikit tersinggung oleh pertanyaan tersebut, tetapi dia mencoba menjaga ketenangan. "Umur bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan pernikahan, Bibi. Meskipun pernikahan kami diatur oleh keluarga, Devan dan saya saling menghormati dan berkomitmen untuk menjalani kehidupan ini bersama."
Namun, bibi Devan tidak berhenti di situ. Mereka terus mengajukan pertanyaan yang menantang dan mencoba menguji Lyra.
"Apakah kamu yakin bisa memenuhi harapan keluarga kami?" tanya bibi lainnya dengan nada meragukan.
Lyra merasa semakin tertekan oleh pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dia merasa bahwa keluarga Devan memiliki harapan yang tinggi terhadap pernikahan mereka, dan dia merasa perlu membuktikan dirinya.
Devan, yang bisu dan tidak dapat berbicara, mencoba untuk membantu dengan cara yang dia bisa. Dia mengambil secarik kertas dan menulis pesan singkat untuk Lyra, "Jangan khawatir, aku ada di sini untukmu. Kita bisa menghadapinya bersama."
Lyra tersenyum lega melihat pesan dari Devan. Dia merasa didukung dan diberi kekuatan oleh suaminya ini. Dengan penuh keyakinan, Lyra menjawab pertanyaan bibi-bibi Devan dengan sikap yang tenang dan bijaksana.
"Saya memahami bahwa keluarga Devan memiliki harapan yang tinggi terhadap pernikahan kami. Saya berjanji akan melakukan yang terbaik untuk memenuhi harapan tersebut. Meskipun pernikahan kami diatur oleh keluarga, Devan dan saya saling menghormati dan berkomitmen untuk menjalani kehidupan ini bersama," ucap Lyra dengan tegas.
Kata-kata Lyra membuat bibi-bibi Devan terdiam sejenak. Mereka menyadari bahwa Lyra adalah seorang wanita yang kuat dan berkomitmen untuk menjaga pernikahan mereka. Mereka mulai melihat Lyra dengan sudut pandang yang berbeda.
Renata, yang melihat situasi tersebut, memutuskan untuk mengakhiri konflik kecil tersebut. Dia berdiri di tengah ruangan dan mengajak semua orang untuk bersatu kembali.
"Keluarga adalah tentang dukungan dan cinta. Mari kita fokus pada kebahagiaan Lyra dan Devan, dan mendukung mereka dalam perjalanan mereka sebagai pasangan yang baru menikah," ucap Renata dengan suara yang tegas namun penuh kelembutan.
Semua anggota keluarga merasa tersadarkan oleh kata-kata Renata. Mereka menyadari bahwa yang terpenting adalah kebahagiaan Lyra dan Devan, bukan ekspektasi mereka.
Pertemuan keluarga berlanjut dengan suasana yang lebih harmonis. Bibi-bibi Devan mulai mengubah sikap mereka dan mulai menerima Lyra sebagai anggota keluarga yang setara.
Lyra dan Devan merasa lega melihat perubahan tersebut. Mereka merasa bahwa mereka telah melewati konflik kecil dengan kekuatan cinta dan dukungan dari keluarga Devan yang lain.
Saat di dalam mobil Devan memberikan secarik kertas pada Lyra. "Bagaimana menurutmu tentang keluargaku?"
"Huh, sebenarnya aku sedikit kesal tadi dengan bibimu tadi, tapi ya aku tau mereka hanya ingin menyakinkan apakah aku pantas untukmu atau tidak, dan aku senang bisa diterima baik oleh anggota keluargamu, Mas," ucap Lyra dengan sedikit memelankan pada panggilan terakhir.
Alis Devan terangkat, ia hendak menuliskan sesuatu kembali. "Bisa ulangi lagi, panggilanmu tadi?" tulisnya
Lyra hanya menggeleng singkat, dan Devan mendesah pelan karena tidak mendapatkan lagi panggilan itu. Ia pun menjalankan mobil menjauhi pekarangan rumah.
Lyra tampak terkekeh kecil melihat tingkah suaminya ini, ia pun mendekatkan bibirnya ke daun telinga Devan. "Mas...." Devan tersenyum kecil mendengarnya, ia lalu mengecup singkat pipi Lyra yang memang belum menjauhkan wajahnya tadi.
Devan membuka matanya perlahan, menyesuaikan sorot cahaya yang mulai memasuki pupil matanya. Ia menoleh ke samping lalu menghela nafas pelan, meskipun sudah menikah tapi ia tetap tidur diranjang sendirian. Ia kira kejadian kemarin sudah menjadi awal baik untuk hubungan mereka tapi nyatanya semua tetap dingin. Mungkin pernikahan ini masih kurang bisa diterima oleh gadisnya, ia sadar mungkin Lyra memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dan statusnya saat ini. Aku pikir setelah kemarin Lyra mulai membuka hati untukku, tapi memang nyatanya memenangkan hati sosok gadis seperti Lyra akan sedikit menyulitkan - batin Devan. Devan hanya bisa menghela nafas sabar, berharap agar pernikahannya ini dapat kembali mendatangkan kehangatan dirumah ini. Rumah yang telah dibangunnya dua tahun silam. Dengan langkah gontai Devan beranjak dari ranjang nyamannya menuju ruangan dingin untuk membersihkan diri. Tak memakan waktu lama, kini ia sudah siap dengan setelan formalnya. Kini ia ha
Ruangan yang dihias sedemikian rupa agar memancarkan keindahan untuk menyambut umur baru dari gadis cantik bernama Lyra Ajisaka yang merupakan putri semata wayang dari pasangan Dharma Ajisaka dan Selestina Anind, dua orang yang cukup berpengaruh. Pesta ulang tahun Lyra berjalan lancar seperti ulang tahun mewah pada umumnya. Tamu-tamu yang hadir menikmati suasana yang riang, makanan lezat, dan hiburan yang disiapkan dengan baik. Lyra, seorang gadis muda yang ceria dan penuh semangat, merasa sangat beruntung bisa merayakan ulang tahunnya yang ke-21 dengan teman-teman terdekat dan keluarganya. Dari kejauhan tampak perempuan cantik dengan balutan dress yang indah bersama dengan kekasihnya berjalan menghampiri sang pemilik pesta yang tampak tengah bercengkrama dengan tamu yang lain. "Happy birthday sayangku," ucap perempuan tersebut pada sang tuan rumah. Lyra membalik badan dan tampak begitu terkejut mengetahui sahabat kesayangannya ternyata datang di pesta ulang tahunnya ini. "Kak S
"Kamu?!"Sosok tersebut hanya tersenyum kecil mendapat teriakan tak terduga dari gadisnya. Ah, bahkan ia sudah mengeklaim gadis di depannya ini sebagai gadisnya.Lyra sontak berdiri mendapati sosok yang paling ia benci ada dihadapannya saat ini. "Kamu ngapain disini?! Pergi! Aku gak mau liat wajah kamu, Bapak Devan yang terhormat!" pekik Lyra dengan air mata yang masih mengalir dari pelupuk matanya.Bukannya kesal akan perlakuan Lyra, lelaki tersebut malah terpaku dengan binar mata Lyra yang nampak surut karena buliran bening di pelupuknya. Tangannya terulur untuk mengusap air mata tersebut, tapi belum sampai tangannya menyentuh pipi gadis tersebut tangan Lyra bergerak lebih gesit untuk menepisnya."Mau apa kamu sentuh-sentuh saya!" bentak Lyra lagi dengan suara seraknya, suara khas seseorang yang baru saja menangis.Devan sama sekali tidak terpengaruh dengan perlakuan kasar Lyra, ia malah menipiskan bibirnya. Ia tahu betul apa yang tengah gadis ini alami.Dijodohkan secara tiba-tiba
"Sebenarnya apa yang kalian inginkan?"Keduanya mendekat ke arah Sinta. "Kamu hanya ingin yang terbaik untuk putri kami, Nak," ujar Selestina—ibunda Lyra."Tapi tindakan kalian salah, Bun, Yah," ucap Sinta.Sedikit penjelasan, orang tua Lyra dan Sinta bersahabat sejak lama bahkan orang tua Sinta sudah menganggap Lyra sebagai putrinya sendiri begitupun sebaliknya. Itulah mengapa mereka sangat dekat dan Lyra bahkan menganggap Sinta sebagai kakaknya sendiri."Benar yang dikatakan Sinta Om, Tante," sambung Arya yang berjalan dari arah dapur. "Kalian tidak bisa melakukan hal sebesar ini tanpa persetujuan Lyra dan langsung mengumumkannya begitu saja, saya memang tahu betul seperti apa Devan, karena selain rekan kerja kami juga bersahabat sejak lama, saya tau dia lelaki yang sempurna, tapi Lyra tidak mengetahui itu semua." "Dia masih perlu pemahaman Yah, Bun. Semua ini, aku tau Lyra pasti syok sekali," ucap Sinta kembali."Mungkin kami memang salah nak, seharusnya kami membicarakan hal ini