Share

Bab 2. Penguntit

"Kamu?!"

Sosok tersebut hanya tersenyum kecil mendapat teriakan tak terduga dari gadisnya. Ah, bahkan ia sudah mengeklaim gadis di depannya ini sebagai gadisnya.

Lyra sontak berdiri mendapati sosok yang paling ia benci ada dihadapannya saat ini. "Kamu ngapain disini?! Pergi! Aku gak mau liat wajah kamu, Bapak Devan yang terhormat!" pekik Lyra dengan air mata yang masih mengalir dari pelupuk matanya.

Bukannya kesal akan perlakuan Lyra, lelaki tersebut malah terpaku dengan binar mata Lyra yang nampak surut karena buliran bening di pelupuknya. 

Tangannya terulur untuk mengusap air mata tersebut, tapi belum sampai tangannya menyentuh pipi gadis tersebut tangan Lyra bergerak lebih gesit untuk menepisnya.

"Mau apa kamu sentuh-sentuh saya!" bentak Lyra lagi dengan suara seraknya, suara khas seseorang yang baru saja menangis.

Devan sama sekali tidak terpengaruh dengan perlakuan kasar Lyra, ia malah menipiskan bibirnya. Ia tahu betul apa yang tengah gadis ini alami.

Dijodohkan secara tiba-tiba dengan orang yang tidak dikenal dan parahnya lagi, seseorang yang dijodohkan tersebut ada orang yang berkeperluan khusus. Ini mungkin seperti mala petaka untuk Lyra.

Beberapa detik kemudian Devan mengambil ponsel yang ada di saku jasnya. Ia menuliskan beberapa kata di sana lalu menunjukan pada Lyra.

"Ayo duduk dulu, saya janji tidak akan macam-macam," lirih Lyra membaca huruf-huruf yang terketik di ponsel tersebut.

Lyra sedikit mendongak, sorot matanya menatap Devan dengan keraguan tetapi tak ayal ia pun menuruti permintaan Devan setelah menatap mata Devan yang menyiratkan keyakinan.

Akhirnya keduanya memilih untuk berdua di bangku tersebut. Keduanya dilingkupi oleh kesunyian. Lyra sedikit enggan untuk membuka suara karena kejadian di pesta tadi dan lebih asik memperhatikan gemerlapan bintang di langit, sedangkan Devan masih sibuk memandangi wajah rupawan calonnya ini.

Seakan sadar terus diperhatikan oleh sosok disebelahnya, Lyra lalu memalingkan wajahnya ke samping, menghadap ke arah Devan langsung.

Sejenak ia sempat terhipnotis oleh paras rupawan laki-laki di sebelahnya ini. Rahang tegas dan mata yang menyiratkan ketegasan ini cukup membuat Lyra terhenti sejenak.

Seakan tersadar Lyra langsung menatap garang ke arah Devan."Kenapa melihatku sebegitunya? Jangan harap aku akan luluh hanya karena kau terus memandangiku seperti itu ya!" ketus Lyra dengan wajah yang sedikit memerah, ia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.

Tidak dapat dipungkiri ia salah tingkah jika dipandangi sebegitu dalamnya oleh Devan, apalagi wajahnya yang rupawan dan matanya yang cantik itu terus terbayang di benak Lyra. 

Oh tidak! Kenapa ia malah membayangkan Devan seperti ini! Ia tidak boleh lagi memikirkan lelaki yang akan menjadi penghancur untuknya! Orang yang menghancurkan mimpinya untuk mencari pasangan sendiri, intinya Lyra membenci sosok yang bernama Devan Alvino Putra! 

Lyra kembali menggeleng pelan seakan mengusir sosok Devan dari dalam benaknya. Devan yang sedari tadi menatap tingkah laku Lyra hanya bisa tersenyum maklum. Ia kembali mengetikan sesuatu pada ponselnya, lalu tangannya menepuk pundak Lyra dan membuatnya menoleh.

Paham dengan maksud Devan ia pun membaca kata-kata yang tersusun dalam ponsel tersebut. "Aku tau kamu marah dan tidak terima dengan keputusan sepihak ini, tapi jangan pernah kamu menyalahkan orang tuamu, aku yang memaksakan perjodohan ini." Tulisnya dalam ponsel tersebut.

Devan sebenarnya bisa saja menggunakan bahasa isyarat akan tetapi ia ragu akan kah Lyra memahami bahasa isyarat, jadi lebih baik sedikit bersusah dengan mengetikkannya di ponsel.

"Kenapa kamu sangat menginginkan perjodohan ini? Padahal aku rasa kita tidak pernah bertemu," ucap Lyra dengan bingung.

Devan tersenyum dan kembali mengetikan sesuatu. "Saya sedari setengah tahun lalu selalu memperhatikanmu nona muda." 

Lyra menyerngit heran. "Apa maksudmu?! Jadi selama ini kau menguntit diriku?!" tanya Lyra dengan kaget.

Devan hanya mendengus kesal kala di katai penguntit oleh gadis manisnya ini. Ayolah dia hanya memperhatikan buat mengutiti Lyra setiap saat.

Devan kembali menyodorkan ponselnya. "Apa aku terlihat seperti penguntit bagimu?" tanya Devan pada Lyra.

"Tentu! Mengawasi orang setiap saat, apa kalau bukan penguntit hah?! Dasar lelaki pedofil!" pekik Lyra di depan wajah Devan.

Devan melotot tak terima, ia kembali mengetikan sesuatu di ponselnya. "Hei! Aku bukan pedofil ya, kita hanya berselisih beberapa tahun saja! Dan sekali lagi aku tekankan aku tidak mengawasimu setiap saat hanya beberapa kali saja sehari, apakah itu dinamakan penguntit hah?" 

"Ya itu penguntit tuan Devan yang terhormat, kalau bukan penguntit mengapa kau selalu mengawasiku setiap hari?! Belum sehari denganmu saja aku sudah naik darah, bagaimana jika perjodohan ini benar-benar terjadi, mungkin aku bisa gila!" kesal Lyra sembari menatap permusuhan terhadap Devan.

"Sudahlah aku ingin pulang saja, berdekatan denganmu akan semakin membuatku emosi!" sambung Lyra lalu meninggalkan Devan begitu saja.

Devan hanya bisa menggeleng kecil lalu mengejar gadisnya yang semakin menjauh. Ia menarik tangan Lyra, membuat gadis itu berhenti dengan kesal.

"Apa lagi sih? Kenapa kamu harus mengikutiku?!" ketus Lyra.

"Saya akan mengantarmu pulang, ini sudah larut tidak baik kau sendirian." Tulisnya yang kemudian langsung ditolak mentah-mentah oleh Lyra.

"Tidak mau! Sudah biarkan aku pulang sendiri aku bisa jaga diri!" kata Lyra kemudian menghempaskan tangan Devan.

Devan kembali menggenggam tangan Lyra lalu menyeretnya menuju mobilnya. Tak perduli dengan umpatan dan teriakan dari gadisnya ini.

Setelah di dalam mobil Lyra tentu langsung marah-marah pada Devan karena menariknya paksa begitu saja.

Tapi sekaan tuli, Lyra tak dihiraukan sama sekali oleh Devan, lelaki itu sibuk menyetir tanpa memperhatikan ocehan Lyra.

Merasa putus asa akhirnya Lyra hanya bisa pasrah. "Baiklah antarakan aku, tapi jangan ke rumah antarkan aku ke pe

Perumahan Berlian nomor 34," ucap Lyra dengan lirih.

Devan hanya mengangguk kecil lalu menjalankan mobilnya menuju perumahan elit tersebut. Tak memakan waktu lama keduanya telah sampai di depan rumah.

Lyra langsung turun begitu saja tanpa berpamitan atau sekedar mengucap terimakasih pada Devan. Lelaki itu hanya bisa menggeleng sabar.

***

"Kak Sinta!" pekik Lyra begitu pintu rumah terbuka.

"Hey kamu dari mana aja? Gak tau apa semuanya khawatir? Sudah sini ayo masuk," ajak Sinta lalu mereka duduk di sofa ruang keluarga.

"Aku bingung kak, aku takut, mereka menjodohkanku begitu saja, apalagi lelaki itu bisu kak, aku malu sekali," lirih Lyra.

Sinta mengusap surai panjang milik Lyra. "Kakak tau keraguan dan ketakutanmu Lyra, kakak sebenarnya juga kaget dengan semua ini, tapi yakin ayah dan bunda itu pasti sudah memikirkan ini matang-matang mereka yakin bahwa Devan yang mampu menjaga kamu." 

"Tapi aku gak mau dijodohin kak ...."

"Kakak tau, tapi dengan persetujuan atau tidaknya dari kamu perjodohan ini akan terus dilangsungkan Lyra. Kamu tahu sendiri bukan bagaimana orang tuamu?" tanya Sinta lalu diangguki oleh Lyra.

"Maka dari itu kamu harus mampu menerimanya, ya?" Lyra hanya bisa mengangguk lesu. "Baiklah ini sudah malam, kamu istirahat dulu ya, langsung ke kamar saja," ucap Sinta yang kemudian diangguki oleh Lyra dan langsung melesat ke kamar yang memang disediakan oleh Sinta saat dirinya mau menginap.

Sinta menghela nafas. "Sebenarnya apa yang kalian inginkan?" tanya Sinta seraya membalik badan, menghadap dua orang di belakangnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status