Share

Lima : Orang Paling Berharga

Jasmine marah besar, Edie mengamati. Sudah bertahun-tahun sejak mereka saling kenal namun jarang sekali ia melihat Jasmine semarah ini. Oke, dikantor itu beda lagi. Kalau masalah pekerjaan—meski seorang wanita—Jasmine termasuk di segani oleh para bawahannya. Setidaknya ia akan marah beberapa kali dalam seminggu. Namun kemarahan Jasmine dalam urusan pekerjaan selalu beralasan dan biasanya alasan itu benar adanya. Jasmine sadar ia harus bersikap keras dan sedikit otoriter jika ingin dihargai para lelaki itu.

Jennifer tadi mengatakan dengan keras mana mungkin di pabrik yang mayoritas pekerjanya lelaki tidak ada yang tertarik pada Jasmine sama sekali? Jawabannya adalah ada dan tidak sedikit. Jennifer mungkin akan terkejut kalau tahu berapa banyak lelaki di pabrik yang tertarik secara romantis pada kakaknya ini. Atau setidaknya pada awalnya begitu sebelum tahu tabiatnya yang keras. Ada dua kriteria para lelaki yang menyukai Jasmine. Pertama, menyatakan cinta dan ditolak. Kedua, naksir lalu mundur teratur ketika tahu perangainya saat memimpin para lelaki itu.

Saat pertama kali melihat Jasmine, tidak akan ada orang yang akan mengira dia adalah seorang manager engineer di sebuah perusahaan baja ternama di Indonesia. Penampilannya yang cantik selalu berhasil menipu banyak orang. Kebanyakan orang yang datang ke perusahaan akan mengira kalau Jasmine dari bagian jual beli, pemasaran atau kadang malah bagian administrasi.

Berbeda saat bekerja, berbeda pula Jasmine saat dirumah. Jasmine sebenarnya cukup ramah dan menyenangkan saat bersamanya. Mereka tidak selalu bicara—baik Jasmine maupun Edie bukanlah tipe orang-orang yang banyak bicara. Terkadang mereka hanya bersama, tanpa kata, namun mereka merasa nyaman dengan itu.  

Edie memperhatikan saat Jasmine membuka cermin di balik pelindung cahaya didepannya. Ia membersihkan kotoran di sudut matanya dan merapikan rambutnya sebelum memandang Edie yang masih mengawasinya. “Terima kasih.”

Edie mengedikkan bahunya. “Sudah merasa lebih baik?”

Jasmine menelengkan kepalanya, “Tidak, belum. Ini seperti menyatakan perang dengan keluargaku. Aku marah, tapi juga merasa tidak enak pada mereka.” Jasmine menatap Edie. “ Dan tentang masalah tadi…”

Edie membalas tatapannya.

Jasmine ragu-ragu sejenak. “Ah… aku malu sekali. Tentang pembicaraan kami...”

“Jangan difikirkan.”

Jasmine tersenyum lega, “Terima kasih juga karena tidak bertanya apapun.”

Edie mengangguk.

Jasmine mendesah, “Kalau saja semua orang dikantor ini seperti kau.”

Tanpa melepaskan tatapannya pada Jasmine, Edie mematikan mesin mobil. “Selamat ulang tahun.”

Jasmine mengeluh. Tak ingin diingatkan lagi tentang hari ulang tahunnya yang memicu pertengkaran dengan keluarganya.  

“Apapun yang terjadi,” lanjut Edie. “Hari ulang tahun tetap harus menjadi momen yang disyukuri. Percayalah, ada orang yang sangat bersyukur atas kelahiran kita didunia. Yang menganggap kita sebagai orang paling berharga.”

Jasmine menatap Edie beberapa saat. “Kurasa hanya kau yang bersyukur atas kelahiranku.”

Edie tersenyum. “Saya yakin bukan hanya saya.” 

“Apakah ini hadiah ulang tahun untukku?” tanya Jasmine mengacungkan kotak makanan yang tadi diberikan Edie.

“Bagaimana itu bisa jadi hadiah ulang tahun?” guman Edie. “Mau hadiah apa?”

“Hei, aku hanya bercanda. Tidak. Aku tidak mau apa-apa. Tabung saja uangnya untuk keperluan yang lebih penting.”

“Ini juga penting.”

 Mata Jasmine menyipit memandang lelaki muda didepannya itu. “Tidak sepenting itu. Bagaimana kalau nanti malam kita makan-makan saja?”

“Dimana?”

“Rumah makan terakhir yang kita kunjungi itu bagus juga.”

“Ada sebuah Cafe baru yang menghadap pantai. Pemandangan malamnya sepertinya bagus. Mau coba disana?”

Jasmine mengangguk. "Baiklah." 

“Oke. Nanti saya akan kerumah,” Edie melepaskan sabuk pengamannya dan keluar dari mobil. Ia berlari melintasi parkiran menuju ke pantry perusahaan dimana ia biasa berada.

Jasmine tetap berada dimobilnya hingga Edie menghilang dibalik tembok. Jasmine memejamkan matanya, masih merasa malu sekali pada Edie. Meski mereka dekat satu sama lain, mengetahui Edie mendengarkan pertengkarannya dengan saudara-saudaranya tentang kehidupan cintanya yang suram sangatlah memalukan.

Kemudian, Jasmine menarik nafas panjang beberapa pun ikut keluar dari mobilnya dan menuju ke kantornya.

“Apa kau harus datang sepagi ini?”

Jasmine memejamkan matanya. Ia menghitung hingga lima kali sebelum berbalik dan berhadapan dengan salah seorang engineernya, Hadi. Sudah menjadi rahasia umum Hadi pernah mengincar kursi manager yang sekarang dijabatnya. Jasmine masuk kepabrik itu atas rekomendasi salah seorang top management di perusahaan itu—Mr. David—yang kebetulan juga merupakan atasannya di perusahaan dimana ia pernah bekerja dulu.

Akibatnya, banyak orang yang bekerja lebih lama diperusahaan itu tidak menyukainya. Apalagi karena dia seorang perempuan. Meski pada akhirnya ia bisa membuktikan bahwa ia mampu, tetap saja ada sebagian orang-orang yang masih merasa tidak terima. Dan Hadi termasuk diantara orang-orang itu.

Jasmine sendiri pernah mengutarakan tentang keberatan Hadi tentang kedatangan dirinya pada Mr. David namun dari pihak management meyakinkan dia kalau jabatan Manager belum cukup untuk Hadi. Untuk pekerjaan teknis Hadi memang bagus, namun untuk managerial sangat-sangatlah kurang sehingga meski Jasmine keluar, Hadi belum layak untuk duduk di kursi manager.  

Sebagai seorang manager, ia punya hak untuk memecat siapa saja yang berada dibawahnya dan itu termasuk Hadi. Namun, selain mulutnya yang suka ember dan sifat itu, Hadi termasuk dalam jajaran engineer cerdas yang dimiliki perusahaan, persis seperti yang dikatakan pihak management padanya.  

“Apa kau benar-benar tidak mempercayai anak buahmu hingga harus mengawasi mereka setiap saat?” lanjut Hadi sinis, masih belum puas.

Jasmine menoleh, menatap bawahannya itu namun tidak menanggapi pertanyaan sinisnya. “Tentang kerusakan mesin conveyor di stand 7 dan 11 semalam, sudah terselesaikan semua? Kau tahu kalau itu tidak segera diselesaikan akan menghambat proses pengiriman bukan? Aku tidak mau ada complain hanya gara-gara kesalahan dari pihak maintenance. Segera lakukan pengecekan terakhir dan tulis laporan lengkapnya. Sebaiknya kau serahkan sebelum jam sepuluh.”

Hadi mendengus, tidak menyembunyikan sedikitpun ketidaksukaannya. Meski demikian ia tidak memiliki pilihan selain menuruti ucapan atasannya itu. 

“Hei,” serunya saat Jasmine beranjak meninggalkannya. “Kenapa kau tidak menikah saja? Menikahlah. Mungkin dengan begitu kau akan lebih lembut dan lebih terlihat seperti perempuan.”

Jasmine berhenti dan menoleh, memandang Hadi dingin, “Kenapa aku harus tampak seperti perempuan kalau sudah ada yang lebih terlihat perempuan dariku?”

“Maksud…. Hei! Apa maksudmu?! Dasar perempuan si*lan,” Hadi mencaci maki.  

Cekikikan terdengar dari belakangnya. Vita dan Maya tampak sudah berdiri tidak jauh dari sana dan menikmati pertengkaran mereka berdua.

“Kalian tidak punya pekerjaan?” gerutu Hadi kesal.

“Kami tidak akan disini kalau tidak punya pekerjaan,” jawab Maya geli.

“Syukurlah. Sepertinya kita punya teman perempuan satu lagi, nih,” sahut Vita cekikikan.

“Kerjakan saja pekerjaanmu, jangan ikut campur.”

Maya berdecak sambil mengamati postur Hadi dari atas hingga kebawah, yang memicu kemarahan Hadi.

“Sebenarnya apa yang membuatmu lebih sakit hati pada bu Jasmine?” tanya Maya. “Karena dia merebut jabatan itu atau karena dia sering marah padamu?”

“Hei, kau tahu apa? Pergi sana. Pergi.”

Maya dan Vita melenggang pergi dengan masih sambil cekikikan.

Sementara Hadi menatap punggung Jasmine yang tengah melakukan check clock di pintu masuk. Sebuah senyum licik tersungging dibibir lelaki itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status