Mohzan dan Dika serta Jery berjalan gontai memasuki kediaman keluarga Sudarta.
“Kami tidak menemukan Mas Alpan Kek..!” Ujar Mohzan begitu Tuan Besar Sudarta yang menyambut kedatangan mereka bertiga. Dika dan Jery juga mengangguk dengan tertunduk.“Tidak apa.. Jangan menyalahkan diri kalian.. kalian sudah berusaha sekuat tenaga.” Jawab Tuan Besar Sudarta dengan tersenyum arif.Astuti yang sedang duduk disebuah sofa lalu berdiri dan mendekati mereka yang tengah berbincang sambil berdiri.Ruangan itu nampak sepi. Tuan Junara dan Desma sudah masuk kekamarnya. Ibu Aisyah juga sudah terlelap didalam sebuah kamar yang diperuntukkan untuknya.“Mohzan..! Naiklah keatas dan beristirahatlah.. bawa Dika dan Jery..! Ratmi sudah menyiapkan kamar kalian masing-masing..!” Perintah Astuti.“Iya Nek...!” Sahut Mohzan lalu memenuhi perintah Neneknya. Mohzan mengajak Dika dan Jery menuju lantai atas rumah itu.Dika dan J“Alpaaan....!!! Turun Alpan..!!” Astuti berteriak histeris.Alpan tersentak kaget begitu menyadari sudah banyak orang yang berkumpul diatas jembatan menengadah memandang ke arahnya bahkan meneriakinya.Terlihat juga Astuti menangis meraung-raung dan terus memanggil Alpan yang siap untuk bunuh diri dengan melompat dari sebuah jembatan, dimana jauh dibawah jembatan itu terdapat selat yang terkenal dengan arus yang ganas.Mohzan memutar otak bagaimana cara menyelamatkan Alpan yang terlihat sudah benar-benar depresi. Alpan terlalu larut dalam tekanan perasaan sehingga akal sehatnya kini tak lagi bisa ia gunakan.“Ayah... Ibu... Alpan ingin bertemu kalian. Alpan mau kita berkumpul dialam sana..” Alpan tak henti meratap sambil terus memanjat tiang yang tinggi menjulang diatas jembatan. Sekali-kali terlihat kakinya hampir terpeleset dan itu membuat orang-orang dibawah berteriak histeris dan keadaan semakin menegangkan.“Apa yang harus
“Tuan..! para tamu undangan telah menunggu diruang rapat utama..!” Seorang pegawai Tuan Besar Sudarta memberi tahu.“Baik.. kami akan segera kesana...!”“Hmm... Berapa persen tamu yang hadir..?” Sambung Tuan Besar Sudarta sebelum pegawainya itu berpamitan pergi.“101 persen Tuan..!” Sahut lelaki berpakaian rapi itu membungkuk hormat kepada Tuan Besar Sudarta dan Tuan Junara.“101 persen..??” Tuan Besar Sudarta dan Tuan Junara mengerutkan dahinya.“Iya Tuan... Ada tiga orang perwakilan dari perbankan. Mereka belum kami beri izin masuk keruang rapat karena tidak memiliki undangan.” Ungkap lelaki itu.Tuan Besar Sudarta dan Tuan Junara berpandangan sejenak.“Biarkan mereka masuk... Rapat ini memang diperuntukkan untuk orang-orang dari luar perusahaan.” Tuan Junara memberi perintah.“Baik Tuan..!” Pegawai itu kemudian undur diri.Setelah bersiap be
Berita siang...“Pemirsa...! Hari ini adalah hari yang menggembirakan bagi seluruh para pekerja yang bernaung dibawah perusahaan-perusahaan yang tergabung di Sudarta grup. Mereka mulai kembali bekerja setelah hampir tiga bulan lamanya mengundurkan diri ketika perusahaan-perusahaan tersebut diambil alih kuasa oleh Nyonya Naira.“Tuan Besar Sudarta dan putranya Tuan Junara telah resmi membuka kembali semua pabrik-pabrik, studio patriot televisi dan beberapa proyek yang sempat vakum.”“Alhamdulillah kini semua kembali berjalan seperti semula.” Ujar Astuti yang tengah bersiap menikmati makan siang bersama Desma dan ibu Aisyah. Mata mereka tertuju kelayar televisi yang menempel didinding ruang makan itu.“Alhamdulillah Ma... Badai sudah berlalu dalam keluarga kita.” Sahut Desma sambil menyendokkan nasi kepiring Astuti.Sedangkan ibu Aisyah terlihat ikut tersenyum bahagia dan Desma kemudian juga menyendokkan nasi kepiring
“Alhamdulillah, akhirnya mereka berkumpul kembali. Semoga mereka akan rukun dan damai selamanya.” Ujar Santi yang turut menyaksikan jalannya persidangan dari channel youtube disebuah laptop yang ditaruh diatas meja.“Iya Ma, akhirnya Bang Mohzan berhasil menyatukan keluarganya.” Sahut Ramona yang duduk disamping Santi. Mereka berdua selalu mengikuti perkembangan kabar keluarga Mohzan dari berita-berita online.“Sebenarnya mereka semua adalah orang-orang yang baik. Namun kehadiran Nyonya Nairalah yang membuat semuanya menjadi kacau balau.” Sambung Santi mengemukakan pendapatnya.Ramona menganggukkan kepala tanda setuju dengan pendapat ibunya. Matanya masih setia memperhatikan layar laptop yang masih menayangkan siaran langsung persidangan Tuan Satya di Jakarta.Disana masih terlihat Tuan Satya menyalami beberapa orang yang hadir dalam persidangan itu. Tubuh Tuan Satya terlihat lebih kurus dan pandangan matanya tidak lagi kejam s
Malam itu cuaca sangat cerah. Dilangit terlihat bulan bersinar terang bagaikan baginda malam yang tengah duduk disinggasana.Tuan Junara dan Desma duduk berdua disebuah bangku panjang yang ada ditaman samping kediaman mereka. Mereka telah bisa menarik nafas lega setelah masalah demi masalah telah terlewati dengan baik.“Desma...!”“Iya Mas..!Tuan Junara merapatkan tubuhnya ketubuh Desma dan menggenggam tangan wanita itu dengan lembut. Desma membiarkan Tuan Junara memeluk tubuhnya dan iapun menyandarkan kepalanya kedada Tuan Junara.“Kita telah menghabiskan begitu banyak waktu dengan tinggal terpisah. Saat ini Mas tidak ingin kita berpisah lagi untuk selamanya.” Bisik Tuan Junara ditelinga Desma.“Iya Mas, semoga saja tidak ada lagi perpisahan diantara kita.” Sahut Desma lirih.“Desma, kamu adalah wanita yang paling cantik yang pernah Mas temui didunia ini. Mas bersyukur bisa menjadi suamimu.&rd
“Saya mau yang itu Mbak..!” Ujar Mohzan menunjuk sebuah cincin yang terbuat dari emas putih.“Yang ini Bang..?” Pelayan toko emas itu mengambil cincin dari etalase dan memberikannya kepada Mohzan.Mohzan menganggukkan kepalanya dan menerima benda kecil itu lalu beberapa saat mematutnya.“Iya Mbak, saya mau yang ini saja. Berapa harganya Mbak..?”“Perlu ditulis nama dibelakang cincinnya Bang..?” Tanya gadis itu.Mohzan mengangganggukkan kepalanya lalu gadis tersebut memberikan secarik kertas dan pena lalu menyuruh Mohzan menuliskan nama yang akan diukir dibelakang perhiasan mungil itu.“Ini Mbak..!” Ujar Mohzan mengembalikan secarik kertas itu berikut penanya setelah ia menulisnya.Gadis itu menerimanya dan membaca sejenak nama yang ditulis Mohzan dikertas itu.“Beruntung sekali gadis yang telah mengikat hati lelaki gagah ini.” Sungut gadis itu dalam hatinya. Dengan ekor ma
Sorak sorai bergemuruh dilapangan yang berada dihalaman depan gedung tua yang menjadi tempat tinggal anak-anak jalanan sebelum pindah keasrama.Alpan dan Jery berada dalam satu tim, sedangkan Mohzan dan Dika menjadi lawan mereka. Arya memilih untuk menjadi wasit.Kedua kesebelasan sudah mulai berhadapan dan kini melakukan kick of pertama.“Ayo Jery... Oper sama Angga... Teriak Alpan menyemangati timnya. Alpan bertindak sebagai kapten di kesebelasannya.Dika berusaha merebut bola dari kaki Angga dan ia berhasil mengoper bola kepada Wahyu lalu Wahyu mengoper lagi kepada Dika dan...“Goool...!!”Gol pertama tercipta dari kaki Dika setelah kedua kesebelasan itu berjibaku hampir 25 menit lamanya. Penonton mulai berdatangan dan menyoraki kedua tim yang bertarung. Dania dan Chen serta Soraya sudah tiba pula ditempat itu. Mereka ikut bersorak memberikan semangat.“Ayooo Jery..! Balaaas...!” Terdengar suara seorang gadis
“Alhamdulillah, kita sudah bisa kembali kerumah kita Lista.” Ujar Danar setelah selesai beres-beres rumah. Khalista baru saja pulang dari sekolah.“Iya Pa, syukurlah Tuan Satya kini sudah berubah baik. Kalau tidak entah apa nasib kita selanjutnya.” Jawab Khalista yang ikut merapikan beberapa barang diruang tamu.Sepertinya rumah itu dibiarkan kosong begitu saja, buktinya tidak ada barang yang berpindah tempat. Hanya debu tebal menutupi dimana-dimana.“Pa, Lista rindu sama Mama Santi dan Ramona. Kalau mereka ada disini tentu akan lebih ramai dan menyenangkan.” Kata Lista menghentikan pekerjaannya. Ia duduk bermenung diatas sofa.“Hmmm...!!” Danar menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya ia juga sangat merindukan istri dan anak tirinya itu. Tapi ia tidak tahu dimana mereka berada.Danar berjalan lalu duduk disamping Khalista. Pikirannya juga ikut menerawang kemasa-masa dimana mereka masih tinggal bersama