Share

Bab 20 - Emosi Membuncah

Penulis: Rima Hutabarat
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-06 11:58:01

Pagi ini aku terpaksa berangkat kerja lebih awal dari biasanya. Sebelum ke kantor, aku harus terlebih dahulu singgah di rumah untuk mengganti pakaian kerja. Sebelumnya, tentu saja aku harus mengantar sekolah bocah kecil yang menggemaskan ini yang sejak tadi tak berhenti bernyanyi riang sejak mobil mulai bergerak.

Berselingan dengan lamunanku yang sedang mencari alasan untuk dapat menjemput Zein dari sekolahnya nanti, sebuah mobil yang terlihat familiar dari arah berlawanan memaksaku sedikit memutar kemudi ke kiri karena posisinya yang terlalu rapat. Aku tidak mungkin salah lihat. Mobil yang baru saja berpapasan di depan jalan menuju rumah Amara adalah milik Pandu. Aku kenal bagian depannya yang tertempel stiker lambang kedokteran.

Mau apa laki-laki itu bertandang sepagi ini? Apa karena tidak kuizinkan menjenguk Amara tadi malam?

"Om."

Apakah ia berniat memeriksa kondisi Amara seperti kemarin?

"Om Radit."

Atau mungkin saja ia hendak mencari tahu tentang aku dari Amara?

"Om!" Sebuah tan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mega Wati
ada novel lain ya kak
goodnovel comment avatar
Liana Wati
kenapa novel nya ga ada yg di lanjutin KA yg Livia sama lira jg nggantung yg ini jg
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Lelaki Yang Merindu Pulang   Bab 21 - Pasrah Hati

    Pertemuan dengan Pandu jelas membuat hatiku semakin sulit menentukan arah. Rasa percaya yang berusaha Radit tumbuhkan di hatiku, mendadak porak poranda setelah kuresapi apa yang Pandu katakan. Selama delapan tahun Pandu tanpa ragu berperan menggantikan Radit. Siapa yang sebenarnya lebih bertanggung jawab? Bagaimana jika pada akhirnya Radit akan kembali lari dari janji-janji yang ia ucapkan padaku?“Pandu datang untuk melamarku.” Kuulang kalimat itu saat Radit bertanya atas alasan apa Pandu mampir ke rumah pagi tadi.Meskipun sebenarnya Pandu tidak secara lugas melamar, ia hanya mengungkapkannya secara tersirat. Pandu selalu seperti itu. Lelaki itu memilih tertutup untuk urusan hati. Karena alasan itu pula aku terkadang bingung menerjemahkan sikapnya. Semuanya samar-samar sampai pagi tadi Pandu mengungkapkan isi hatinya.“Dia tidak berhak melamar kamu.” Radit baru menyahut beberapa lama setelah ia diam mendengar penuturanku. “Kamu perempuan bersuami, Ra.”“Mungkin saja sekarang sudah t

  • Lelaki Yang Merindu Pulang   Bab 20 - Emosi Membuncah

    Pagi ini aku terpaksa berangkat kerja lebih awal dari biasanya. Sebelum ke kantor, aku harus terlebih dahulu singgah di rumah untuk mengganti pakaian kerja. Sebelumnya, tentu saja aku harus mengantar sekolah bocah kecil yang menggemaskan ini yang sejak tadi tak berhenti bernyanyi riang sejak mobil mulai bergerak.Berselingan dengan lamunanku yang sedang mencari alasan untuk dapat menjemput Zein dari sekolahnya nanti, sebuah mobil yang terlihat familiar dari arah berlawanan memaksaku sedikit memutar kemudi ke kiri karena posisinya yang terlalu rapat. Aku tidak mungkin salah lihat. Mobil yang baru saja berpapasan di depan jalan menuju rumah Amara adalah milik Pandu. Aku kenal bagian depannya yang tertempel stiker lambang kedokteran.Mau apa laki-laki itu bertandang sepagi ini? Apa karena tidak kuizinkan menjenguk Amara tadi malam?"Om."Apakah ia berniat memeriksa kondisi Amara seperti kemarin?"Om Radit."Atau mungkin saja ia hendak mencari tahu tentang aku dari Amara?"Om!" Sebuah tan

  • Lelaki Yang Merindu Pulang   Bab 19 - Bimbang Meraja

    Zein bersemangat sekali pagi ini. Hari pertama ia masuk sekolah kembali setelah satu minggu libur menyambut puasa. Zein bilang ia rindu teman-temannya. Namun, tanpa dikatakan pun aku tahu semangat Zein itu tumbuh karena Radit yang akan mengantarnya kali ini.Aku tahu Radit kecewa saat kukatakan ia tak lagi perlu menginap malam ini. Lagi pula memang aku tak pernah mengundangnya. Radit sendiri yang berinisiatif datang. Sialnya mengapa aku sampai hilang kendali dan larut dalam pelukannya saat menangis. Pasti Radit sekarang merasa di atas angin.Sejujurnya aku belum benar-benar pulih. Tulang belakangku masih nyeri dan perutku masih terasa kembung. Tak mengapa sebenarnya, hari ini ada Bude Asih yang bisa membantu. Jika sampai sore nanti tak kunjung mereda, akan kusempatkan singgah di praktek Pandu untuk memeriksakan diri.Sekilas aku teringat bahwa semalam Pandu berjanji untuk datang kembali melihat keadaanku. Mungkin pasiennya terlampau ramai dan ia harus bertugas sampai jauh malam. Pandu

  • Lelaki Yang Merindu Pulang   Bab 18 - Mimpi Serupa

    Aku baru saja tersentak dari mimpi yang benar-benar buruk. Dadaku berdebar kencang. Aku seperti hampir kehabisan nafas karena berlari terlalu jauh dalam mimpiku. Lalu aku duduk dengan cepat saat menyadari bukan sedang berada di perbukitan luas yang tinggi. Aku masih berada di rumah Amara, masih berada di sofa yang sama tempat aku dan Zein jatuh tertidur."Setengah satu," jawab Amara saat kutanya jam berapa sekarang. "Zein sudah aku pindahkan ke kamar."Kemeja yang kupakai basah oleh peluh. Bagaimana tidak. Dalam mimpiku itu aku berlari mengejar Zein hingga berakhir jatuh ke dalam sebuah jurang yang dalam. Aku baru terjaga ketika tubuhku hampir menghantam batu karang di pinggir lautan luas. Entah apa maknanya. Atau mungkin sekadar ketakutanku saja akan ada pihak lain yang berniat merebut Zein dan Amara dariku. Apa karena pertemuanku dengan Pandu malam tadi terlalu merasuk ke hati?Amara berdiri di depanku memandangku heran. Kuambil barang yang ia sodorkan setelah sempat tertegun bebera

  • Lelaki Yang Merindu Pulang   Bab 17 - Runtuh Perlahan

    Di balik rasa gundahku yang masih menggunung, sejujurnya aku bersyukur Radit menyempatkan singgah. Benar kata Pandu, tidak mungkin aku bisa mengurus Zein dalam keadaan sakit seperti ini. Jangankan mengurus Zein, membawa diriku sendiri ke kamar mandi saja harus meminta bantuan orang lain. Radit memesankanku soto bening agar selera makanku pulih. Aku menolak saat ia menawarkan untuk menyuapi. Meskipun kepala masih terasa berat, kupaksakan untuk duduk dan menghabiskan makanan itu perlahan. Aku harus bisa menunjukkan pada Radit bahwa Amara adalah seorang perempuan yang kuat. Kembalinya seorang Radit tidak serta merta membuatnya manja.Aku kembali tertidur setelah menghabiskan makan malam. Hanya terjaga sebentar saat Zein masuk untuk berpamitan berangkat tarawih. Bocah itu mencium keningku lama, meraba leherku seperti yang sering kulakukan padanya saat ia demam. "Bunda tidur, badannya sudah tidak panas." Kira-kira begitu laporan Zein pada Radit yang sepertinya hanya menunggu di luar kama

  • Lelaki Yang Merindu Pulang   Bab 16 - Dua Lelaki

    Tak bisa kupungkiri bahwa Radit menguasai pikiranku belakangan ini. Malam-malam yang kulalui setelah ia muncul kembali, pasti terselip sosoknya dalam potongan mimpiku. Radit mengacaukan ritme hidupku. Aku menyukai dan membenci itu secara bersamaan.Hari ini entah mengapa lambungku terasa sedikit perih, pelipisku berdenyut, dan tulang belakangku agak nyeri saat digerakkan. Bude Asih meminta izin libur, jadi semua pesanan kukerjakan sendiri. Untung ada Zein yang ikut membantu menempel stiker dan menyusun air mineral ke dalam kotak.Tadinya aku berniat menuntaskan puasa hari ini dan pergi ke dokter setelah maghrib. Namun, perih di lambungku semakin parah. Kuminta Zein mengambil segelas air hangat untuk meredakan nyerinya. Setengah jam tak juga mereda, kuputuskan untuk menelepon Pandu agar datang."Maaf, Ndu. Aku nggak sanggup harus nyetir ke praktek kamu," sesalku saat Pandu selesai memeriksa. Lelaki itu hanya tersenyum tipis sambil menyiapkan jarum untuk injeksi."Disuntik, ya?" tanyaku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status