Home / Young Adult / Lepaskan Aku, Om / Bab 1. Sahabatku menjualku ke mucikari

Share

Lepaskan Aku, Om
Lepaskan Aku, Om
Author: Bulandari f

Bab 1. Sahabatku menjualku ke mucikari

Author: Bulandari f
last update Last Updated: 2025-06-18 21:59:13

Bab 1

“Key, Lo jadi gak jadi artis ibu kota. Lagi ada buka lowongan casting film nih.”

“Seriusan, Rev?”

“Hmmm, gak mungkin gue becanda. Lo mau kagak? Kalau Lo gak mau ya udah, kesempatan ini aku kasih ke yang lain aja.”

“Eh-eh jangan, gue mau.”

“Ok, besok siang aku jemput sekitar jam 1. Lo sudah harus siap dan kita langsung terbang ke Jakarta. Gimana, bisa tidak?”

“Ok, bisa.”

Panggilan telepon itu pun berakhir, aku yang mendapat tawaran main film begitu senang, sampai aku mencium ponsel ku sendiri karena rasa bahagia ku. Terlebih impian untuk menjadi artis ibu kota sudah menjadi impian ku sejak lama. “Tidak sabar aku menunggu hari esok.”

_______

Keesokan harinya, Revan datang menjemput ku ke rumah, tepat pada jam satu siang. Hingga aku berpamitan ke kedua orang tuaku untuk mengikuti casting film di ibu kota.

“Kamu baik-baik di sana, Nak. Jangan keluyuran kalau malam-malam, harus selalu ingat pada Tuhan, dan yang terpenting jangan pernah tinggalkan sholat,” pesan ibu sebelum aku berangkat.

“Iya Bu, doakan Key yah. Doa kan Key agar bisa sukses di ibukota. Nanti kalau Key sudah sukses, Key berangkatkan ibu ke Mekkah untuk naik haji dengan ayah.”

“Amin, semoga kamu sukses kelak di sana Nak.”

Sambil tersenyum kecil aku menganggukkan kepala, tidak ketinggalan dengan aku yang memeluk erat ibu. “Aku sayang dengan ibu, Bu. Dengan ayah juga.”

Ayah yang menahan tangis tersenyum padaku, ia menatapku dengan rasa haru. “Jaga diri baik-baik yah, Nak,” ujar ayah, hingga aku melepaskan pelukanku ke ibu, di lanjutkan dengan aku yang menyalam dan mencium punggung tangan ayah.

“Ayah juga yah, ayah harus selalu jaga kesehatan dengan baik. Dan jangan sampai sakit yah, kalau sudah kerja itu jangan terlalu di paksa. Ingat badan tidak lagi muda yah, jadi tenaga jadinya berkurang. Iya kan, Yah.”

“Iya Nak,” jawab ayah yang aku sambut dengan senyuman. “Ya sudah, Key berangkat yah. Kasihan si Dev menunggu terlalu lama di dalam mobil Yah, Bu.”

“Hmmm, kamu jaga diri baik-baik, Nak,” kata ibu mengulang perkataan yang sama.

“Jangan pernah tinggalkan sholat,” lanjut kata ayah yang aku jawab. “Iya yah, iya Bu.”

Dan setelah hari itu, aku tidak lagi bisa melihat wajah kedua orang tuaku secara langsung seperti hari ini.

Karena, impian yang aku dambakan menjadi seorang artis ibu kota, adalah bala terbesar padaku.

Sebab, wajahku tidak muncul di layar televisi sebagai seorang artis. Melainkan wajahku muncul di situs-situs aplikasi dewasa sebagai bintang film porno.

Iya, kamu tidak salah baca. Karena ternyata Rev yang aku kira sebagai seorang sahabat justru tega menjual ku ke seorang mucikari, dan saat itu pun aku di pekerjakan sebagai wanita komersial, dan kadang di jual ke pria hidung belang untuk memuaskan hasratnya.

Pernah pula pelanggan yang aku layani seorang pria yang terbilang belum dewasa, ada juga nenek, om-om, sugar Dady yang parah nya saat aku mendapatkan pelanggan seorang lesbi. Seorang wanita cantik yang aku anggap normal dan ternyata ia seorang lesbi.

Dan beginilah kisahku.

"Kita sudah sampai, Key," kata Revan seraya ia menurunkan jendela mobil.

Ku tatap keluar jendela, sebuah rumah mewah berpagar dan di sekelilingnya ada beberapa petak bangunan yang bisa di bilang seperti kos-kosan tapi lebih mewah dari kos-kosan. Aku tidak tahu tempat apa ini. Yang jelas mataku terpacu melihat sekitar ku. "Apa yang kamu tunggu lagu, Key? Ayo turun," lanjut kata Revan.

"Rev, ini tempat apa? Apa ini sejenis asrama?"

Revan tersenyum kecil, dilanjutkan dengan ia yang berkata, "Ayo turun, nanti juga kamu tahu."

Di kejauhan, ku lihat seorang wanita berdiri dengan pakaiannya yang terbuka, dan di belakangnya ada dua pria berbadan kekar. "Rev, yang itu siapa?" ku menunjuk ke arah wanita itu.

"Kamu tunggu sini yah."

"Tapi Rev ...."

Revan langsung keluar, ia menghampiri wanita yang aku ceritakan tadi, tidak jelas apa yang mereka bicarakan. Tapi setelah itu Revan memanggil namaku dan memintaku segera turun dari dalam mobil, hingga aku menghampirinya dengan perasaan ragu.

"Iya ada apa, Rev?"

"Key, perkenalan ini madam Sarah. Dia yang akan memberikan mu pekerjaan," ujar Revan, hingga aku langsung mengulurkan tangan dan berniat ingin memperkenalkan diri. "Hai Madam, perkenalan aku Keyla, tapi panggil saja aku Key," kataku, seiring tanganku yang menunggu untuk ia sambut, tapi sayangnya ia tidak menyambut nya. Hingga aku menarik ulur tangan ku lagi. "Senang berkenalan dengan kamu, Madam,' lanjut ujar ku dengan perasaan jengkel. Di dalam hati ku berdecak kesal. "Sialan ini orang, sombong banget."

"Revan, apa kamu bisa jamin kalau dia masih per**an?" tanyanya yang membuatku langsung terkejut.

Desir darahku seakan berhenti, kenapa ucapan seperti itu harus di lontarkan? Terus, apa hubungannya dengan yang masih perawan dengan yang gak perawan? Memangnya kalau mau audisi film harus perawan dulu? Memangnya ngaruh?

Entahlah, tapi satu hal yang pasti. Aku terkejut saat Revan kembali berkata, "Aku jamin dia masih perawan, Madam. Soalnya Key ini anak rumahan, tidak pernah pacaran setahuku. Iya kan, Key?"

Aku yang tidak tahu apa-apa langsung menganggukkan kepala, walaupun aku pernah sekali pacaran. Mungkin soal itu Revan tidak tahu, karena aku dan pacarku diam-diam kalau ketemuan. Tapi ya sudahlah. Mungkin ini ngaruh pada pekerjaan ku.

"Tuh kan, Madam. Key ini masih pe**wan. Jadi bisa mahal kan, Madam?"

Deg

Mataku langsung tertuju ke arah Revan. "Rev, mahal maksudnya?"

Ucapan ku diabaikan oleh keduanya, sebab madam Sarah langsung berkata kembali, "Ok, aku akan cek sendiri, dia masih pe**wan atau tidak. Karena aku tidak bisa percaya dengan ucapan sepihak."

"Rev, ini apa-apaan sih? Masak mau audisi film pakai cek keperawanan, kayak mau masuk kepolisian aja Rev."

"Iya silahkan Madam," sahut Revan ke Madam Sarah, yang mana lagi-lagi ucapan ku tidak dihiraukan oleh keduanya.

"Rev, jelaskan dulu ini maksudnya apa, Rev?" Masih tanyaku, tapi yang aku dengar madam Sarah justru memerintahkan kedua pria berbadan kekar itu untuk membawaku masuk ke dalam.

Di sini aku mulai curiga dengan keduanya, terlebih pada Revan. Dia pasti sudah memanfaatkan aku ke jalan yang salah.

"Rev, Revan!" aku memanggil Revan, tapi ia acuh.

"Bawa dia ke dalam!" perintah Madam Sarah.

"Aku tidak mau, aku gak mau. Jelaskan dulu kenapa harus periksa keperawanan segala?" tanyaku, dan sebisa mungkin aku berusaha memberontak, tapi sayangnya tenaga ku tidak mampu menepis kedua tangan pria kekar itu, mereka menyeret ku ke dalam secara tidak layak, sampai kakiku menyeret. Dan sekalipun aku berteriak lantang Revan tidak peduli.

"Revan, Revan! Tolong aku Revan!! Revannnnn!!" pekikku sekencang mungkin, tapi tidak ada seorangpun yang menghiraukan nya.

"Madam, ini bisa tembus satu M, kan?"

"1 M, kagak ada. Cewek ini cuman bisa aku bayar 200jt."

"Tapi Madam, Key kan masih muda, cantik dan yang terpenting. Dia masih perawan, Madam."

Madam Sarah tidak menjawab, ia justru mengikuti dari belakang, hingga aku di tempatkan di sebuah ruangan yang memiliki satu kamar.

"Apa yang kamu tunggu lagi, buka celana da**mmu!?" perintahnya dengan judes.

"Aku buka celana dalam? Untuk apa?" jawabku.

"Jangan ngeyel deh, buka!" Ia melotot dan berteriak.

"Ikuti aja, Key. Lagian kamu butuh kerjaan kan?" sahut Revan yang akhirnya bicara padaku.

"Kerjaan, kerjaan apa Revan? Lagian, bukankah tadi kamu bilang ada audisi film? Tapi kenapa kamu bawa aku ke tempat ini, Revan?"

"Ahh, jangan bawel ah!" Revan jadi marah, bahkan ia berjalan ke arahku dan ingin membuka paksa celana dalam yang aku kenakan. "Ayo buka!" titahnya..

"Rev, kamu apa-apaan sih? Jangan lakukan ini ke aku, Rev," kataku dengan bola mata yang mulai berkaca-kaca, selain itu. Aku juga malu padanya. Apalagi dia seorang cowok dan aku cewek, dan dia juga sahabatku. Masak iya dia membuka celana dalam ku. Kan gak lucu, tapi itulah yang terjadi kini.

Dia dengan di bantu dua pria itu memaksaku untuk membuka celana dalam ku, aku sudah memberontak sebisa mungkin. Tapi apalah dayaku sebagai seorang wanita. Tidak bisa melakukan apapun, dan terpaksa aku menutupi selangkanganku dengan dua telapak tangan ku.

Itupun Revan langsung menahan tangan ku ke belakang, dan membuatku menangis dan meminta Revan untuk tidak melakukan ini padaku.

"Ayo Madam, periksa!" ujar Revan.

"Rev, apa-apaan sih Lo? Lo sudah janji bakal jaga aku dengan baik, Rev. Tapi apa yang Lo lakukan, Rev. Tolong lepaskan tanganmu Rev. Aku malu, Rev."

"Diam aja Lo, Key. Gue butuh uang."

Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arahnya. "Itu artinya kamu menjual ku, Rev?"

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 61

    Bab 61.Awalnya malam ini aku pikir bisa terselamatkan, ternyata tidak. Aku ... Aku justru tetap ditawarkan ke seorang pria berbadan kekar, sedikit brewokan dan sorot matanya tajam. Jelas, ia bukan pria baik dan seperti modelan mafia. Aku harap aku salah. 11:20 wita. Aku dan kedua temanku Clara dan Chintya, kami dibawa ke hadapan sang pria berbadan kekar itu, seperti barang dagangan. Kami dengan mengenakan pakaian seksi, dan sedikit riasan di wajah. Dihadapkan padanya. Dua teman wanitaku justru sangat antusias, bahkan berharap bisa melayani pria brewokan itu. Hingga mereka memasang wajah genit, sedang aku sebaliknya. Aku berharap tidak terpilih. Sebab aku bosan. Aku bosan hidup seperti ini, dijual dan dipaksa melayani nafsu bejat mereka yang berdatangan.Dia menatapku—mata gelapnya seperti dua lubang yang tak menunjukkan belas kasihan. Saat kedua teman wanitaku tertawa kecil, menyingkapkan gigi seperti sedang bermain drama yang menjerat, aku merasa ruang di sekitarku semakin s

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 60.

    Bab 60 – Penantian yang Membakar."Tolong bawa aku dari sini, Gery." Suaraku lirih, hampir tak terdengar, tapi penuh dengan keputusasaan. Aku memegang lengannya erat, seakan hanya itu satu-satunya pegangan yang bisa menyelamatkanku dari lautan gelap yang terus menenggelamkanku.Mata Gery bergetar, aku bisa melihat dengan jelas pergulatan batinnya. Ia menunduk, seakan mencari jawaban di lantai kamar yang kusam ini. Lalu pelan-pelan, ia menghela napas berat."Itu yang sedang aku pikirkan, Key," katanya akhirnya. Suaranya terdengar rendah, serak, seperti menahan sesuatu yang besar. "Tapi… aku belum menemukan cara. Aku nggak bisa gegabah. Kalau aku paksa, kita malah bisa mati berdua."Aku terdiam. Kata-katanya menamparku keras. Seluruh tubuhku serasa ditarik kembali ke jurang putus asa.Aku menggigit bibir, mencoba menahan air mata. "Jadi… maksud kamu, aku harus terus ada di sini? Menunggu? Sementara setiap hari aku dijual, dipaksa, diperlakukan kayak barang?"Nada suaraku meninggi, mesk

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 59.

    Bab 59."Tolong Om, jangan sentuh aku," kataku terisak, tubuhku bergetar, mataku dipenuhi air mata. Malam ini kembali sama seperti malam-malam sebelumnya—aku dijual lagi oleh Madam Sarah kepada pria hidung belang. Tubuhku bukan lagi milikku, harga diriku sudah lama dihancurkan, dan setiap kali hal ini terjadi, aku merasa bagian dari jiwaku hilang sedikit demi sedikit.Aku duduk di ujung ranjang, memeluk lututku erat-erat. Aroma parfum yang menyengat dari pria itu menusuk hidungku, membuat perutku terasa mual. Cahaya lampu redup ruangan hotel ini membuat suasana semakin mencekam, seakan-akan tidak ada harapan sama sekali.Namun, pria itu tidak langsung mendekat. Ia hanya berdiri menatapku dalam diam. Itu membuatku semakin takut. Biasanya, mereka tidak sabar. Biasanya, mereka langsung memperlakukanku seperti barang murahan tanpa peduli aku menangis atau memohon.Aku menutup wajahku dengan kedua tangan. "Tolong, Om. Jangan lakukan ini. Aku mohon. Aku… aku sudah hancur. Aku tidak kuat lag

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 58. jeratan yang Menghancurkan

    Bab 58jeratan yang Menghancurkan.Lantai dingin menyentuh lututku. Aku masih bisa merasakan nyeri di pipi bekas tamparan Madam Sarah. Tubuhku gemetar, bukan hanya karena rasa sakit, tapi juga karena ketakutan yang merayap seperti ular di seluruh tubuhku.Aku ingin berteriak, ingin melarikan diri, tapi dinding ruangan ini terlalu tebal, pintu terlalu kokoh, dan mata-mata Madam Sarah terlalu banyak. Aku hanya bisa menunduk, terisak, menunggu apa pun yang akan dia lakukan padaku.“Aku sudah bilang, Key,” suara Madam Sarah terdengar pelan, tapi penuh dengan ancaman, “kau itu aset. Dan malam ini, asetku harus kembali menghasilkan uang.”Aku menoleh cepat, mataku melebar. “Tidak, Madam… jangan. Aku mohon… jangan paksa aku lagi. Aku sudah cukup. Tolong biarkan aku pergi…”Dia mendekat, tumit sepatunya mengetuk lantai kayu dengan ritme yang mengerikan. Jemarinya yang panjang meraih daguku, memaksa wajahku menatapnya. Senyumnya tipis, penuh kemenangan.“Kau pikir permohonanmu akan menggerakka

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 57.

    Bab 57Di Hadapan Madam Sara.Suara derit kayu semakin keras ketika pintu rumah reyot itu didobrak paksa. Tubuhku yang bersembunyi di bawah ranjang kaku seperti batu, napasku kutahan sekuat tenaga. Dari celah kayu sempit, aku bisa melihat sepatu-sepatu mereka melangkah masuk.“Dia pasti di sini!” suara kasar seorang pria bergema, diikuti tawa mengejek dari yang lain.Jantungku berdegup gila-gilaan, seakan hendak meledak. Aku menggigit bibirku sampai hampir berdarah agar tidak menjerit.Gery berdiri dengan batang besi di tangannya, matanya menatap tajam penuh keberanian. “Keluar dari rumahku! Aku nggak akan biarin kalian bawa dia!”“Hahaha… sok jago kau, Bung.,” suara yang paling aku kenal—suara Revan—menyusul dari pintu. Tubuhku bergetar hebat begitu mendengar namanya.Aku bisa melihat kaki Revan melangkah perlahan masuk, berbeda dengan anak buahnya yang kasar. Sepatunya bersih, langkahnya tenang, tapi aura yang memancar darinya membuat udara di dalam ruangan menekan.“Mana dia?” tany

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 56

    Bab 56."Key, apa kamu menangis?" tanya Gery, yang seketika aku langsung menyeka airmata ku. Aku menggelengkan kepala menatapnya. "Enggak kok, cuman kena debu doang," jawabku berbohong. Tapi Gery, ia justeru duduk tepat di sebelahku. "Ada apa lagi, ha? Apalagi yang membuatmu sedih?"Aku kembali menggelengkan kepala ini, dan mencoba tegar di hadapannya. "Aku gak apa-apa, Ger."Aku sengaja berbohong, karena tidak ingin membuat susah Gery. Apalagi dia sudah banyak membantuku. Membuatku malu untuk minta tolong padanya lagi. "Kamu kenapa?" tanyanya ulang yang kali ini ku jawab dengan diam. "Baiklah, kalau kamu gak mau cerita ke aku, Key. Mungkin kamu belum begitu percaya ke aku."Disitu aku langsung merasa bersalah, sampai aku katakan yang sebenarnya. "Aku rindu dengan ibuku, Ger."Gery menatap lama ke arahku, sambil aku lanjut bercerita. "Mungkin Revan, dia mungkin sudah menemui ibu."Aku tertunduk lesu, tidak sanggup membayangkan apa yang terjadi ke ibu. "Memangnya Revan tahu rumah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status