Share

Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu
Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu
Penulis: Zii_Alpheratz

BAB 01. SURAT CERAI

"Heh, Gina! Aku gak peduli, pokoknya, aku minta lima juta buat ngurus bapakmu yang sakit-sakitan!"

Gina Ashila hanya bisa menghela napas panjang saat ibu tirinya tiba-tiba datang, dan langsung bergegas ke lemari tempatnya menyimpan uang.

Wanita itu menggigit bagian dalam bibirnya, ingin mengatakan sesuatu, namun hanya bisa menelan kering di tenggorokannya. Pasalnya, sang ibu tiri sudah sering mengambil uangnya, bahkan, di saat Gina tak ada, dia kerap kali menemukan uang yang disimpannya hilang begitu saja dalam keadaan rumah yang porak poranda.

“T-tapi, bu, itu buat makan anak–”

Belum sempat Gina menyelesaikan ucapannya, ibu tirinya sudah memelototinya dengan manik gelapnya. “Halah, kamu kan dapat uang kiriman banyak dari suami letnan mu itu, gak usah pelit! Lagian ini juga untuk bapakmu sendiri, Gina!”

Mendengar nama ayahnya, Gina seketika tak bisa berkutik. Ada rasa bersalah di dalam hatinya, karena memang beberapa waktu belakangan, Gina belum sempat berkunjung ke rumah ayahnya demi mengasuh ketiga anaknya.

Tak mampu mengelak, Gina pun terdiam, menatap ibu tirinya yang pergi tanpa pamit. Selama apa yang wanita cari itu sudah ditemukan, dia selalu pergi begitu saja.

Gina akhirnya mengalihkan fokusnya untuk membereskan rumahnya. Meskipun Gina baru saja didatangi ibu tirinya yang suka mengambil uangnya, entah mengapa, senyum kerap muncul di wajah cantiknya.

Bagaimana tidak? Pasalnya, hari itu, adalah hari di mana suaminya akan kembali setelah dua tahun menjalankan tugasnya sebagai tentara.

Tak lama, terdengar sebuah suara deru mesin dari halaman rumahnya.

"Mas Bagas!"

Gina pun berlari keluar pintu dengan cepat ketika dia sadar bahwa itu adalah mobil Bagas Adnan, suaminya. Wanita bertubuh sintal itu tersenyum lebar begitu dia melihat orang yang telah ditunggu selama dua tahun akhirnya pulang ke rumah.

Bagas Adnan, suami Gina yang berprofesi sebagai tentara di markas militer, baru mengambil cuti selama dua tahun sibuk di ketentaraan. Pria bertubuh tinggi dan kekar itu keluar dari sebuah mobil pick-up. Lalu berkata sesuatu pada orang yang duduk di kursi kemudi sebelum berjalan menghampiri istrinya yang telah menunggu di depan pintu rumah.

"Mas! Aku sama anak-anak udah nunggu kamu dari pagi," ujar Gina begitu antusias. Ketika dia melihat Bagas yang datang mengenakan seragam militer lengkap, tidak ada satu pun tas atau barang bawaan pria itu, kening Gina berkerut, dia tidak bisa untuk tidak bertanya, "Kenapa kamu enggak bawa baju? Kamu di kasih cuti berapa hari memangnya, Mas?"

Bagas menatap Gina, wanita yang sudah dia persunting sembilan tahun lalu. "Ayo masuk dulu, ini udah sore."

Mengangguk, Gina berjalan menuntun Bagas masuk ke dalam rumah. Bagas yang mengikuti sang istri melihat sekeliling rumah yang sudah dia tahun tidak dia datangi. Rumah itu terlihat asri dengan tanaman di halamannya, serta bangunan yang masih baru. Meskipun minimalis, tetap saja terlihat kontras jika dibandingkan dengan rumah-rumah tetangga di sekitar mereka yang bobrok.

"Kamu renovasi rumah kita?" tanya Bagas.

Mengangguk, Gina sama sekali tidak menyangkal. "Iya, Mas. Mau gimana? Anak kita sudah mulai besar, kalau yang sebelumnya, buat kita berdua aja sempit. Gimana? Bagus, kan?" tanya Gina meminta persetujuan.

Bagas berdehem pelan sebagai jawaban.

"Gavin! Ghazi! Binar! Papah kalian pulang!"

Pada saat Gina selesai berteriak, tiga anak kecil berlarian dari halaman belakang rumah. Dengan bersemangat menghampiri ayah mereka.

"Papah!" Binar Gayatri Adnan, seorang anak perempuan berusia tiga tahun langsung memeluk kaki Bagas dengan manja.

Bagas tersenyum, membungkuk dan mengangkat Binar ke dalam pelukannya. "Apa kabar putri Papah, hm?" tanya Bagas pada Binar, pria itu tidak lupa mengecup pipi Binar.

"Pah! Pah! Gavin dapet ranking satu di sekolah!" seru Gavin Kenzie Adnan, putra pertama Bagas dan Gina yang berusia delapan tahun, yang sekarang sedang bersekolah di sekolah dasar terdekat.

"Ghazi juga, Pah! Dapet ranking dua!" timpal putra kedua mereka yang bernama Ghazi keanu Adnan, usianya dua tahun di bawah Gavin, yaitu enam tahun.

Gina menyaksikan bagaimana Bagas mengelus pucuk kepala ke dua anak laki-lakinya dengan lembut. Sejujurnya, dia merasakan denyutan di hatinya, karena sampai detik itu, Bagas belum sekalipun memeluknya, atau bahkan mengelus kepalanya.

Meski begitu, Gina tak mau mempermasalahkannya. Hanya dengan menyaksikan gelak tawa dari anak-anaknya yang baru saja melepas rindu pada ayahnya saja Gina sudah senang. Tak hanya itu, Gina ikut tersenyum ketika melihat Bagas tersenyum lebar kala menyaksikan ketiga anaknya tumbuh menjadi anak sehat dan gemuk.

"Kalian duduk aja ya, jangan terlalu ribut. Kasihan, papah kalian capek.” Gina memperingatkan kedua putranya.

"Iya, Mah!" Gavin membawa Ghazi duduk di atas sofa.

"Duduk, Mas! Kamu mau minum apa?" tanya Gina pada suaminya.

"Enggak usah," tolak Bagas.

Tatapan bagas berubah menjadi sangat serius. Pria itu melirik ke dua mereka, lalu menurunkan Binar dari gendongannya.

"Gavin, ajak adik-adiknya masuk ke kamar!" titah Bagas.

Gavin menatap bergantian pada ibu serta ayahnya, lalu dia dengan patuh membawa kedua adiknya pergi ke kamar, membiarkan orang dewasa berbicara. Setelah itu, hanya Gina dan Bagas yang berada di ruang tengah rumah mereka.

"Ada apa, Mas?" tanya Gina, menatap Bagas dengan bingung. Tidak biasanya bagi Bagas untuk menunjukan ekspresi seserius itu pada Gina.

Bagas tampak mengeluarkan sesuatu dari saku seragam militernya, sebuah kertas putih dengan tulisan di atasnya. "Ini, aku mau kamu menandatangani ini."

Kening Gina berkerut, dia menerima kertas yang Bagas serahkan padanya. "Apa ini-" ketika Gina membaca isi di kertas tersebut, tubuh Gina membeku, ucapannya terhenti secara tiba-tiba.

"Ayo kita bercerai."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status