Share

BAB 02. PERGI

"Apa maksudnya, Mas? Kamu mau menceraikan aku? Kenapa?"

Manik Gina kini mulai basah karena air mata yang berkumpul di pelupuknya. Ucapan suami yang baru bertemu setelah dua tahun lamanya itu bagaikan petir di siang bolong.

Berbeda dengan Gina yang penuh dengan rasa cemas, suaminya, justru hanya menghela napasnya dengan pelan.

“Mas, jawab aku. Apa jangan-jangan kamu sudah punya wanita lain?” tanya Gina lagi sembari menatap Bagas nanar.

“Aku gak selingkuh, Gina.” Jawab Bagas dengan tenang, masih tak menunjukkan ekspresi apapun di wajahnya.

“Jika memang tidak, kenapa kamu menceraikan aku, Mas? Dua tahun kamu gak pulang, dan datang-datang hanya untuk memberikan surat cerai?”

Gina mencoba untuk tetap tenang, karena tak ingin membuat ketiga anaknya sadar akan apa yang baru saja terjadi. Padahal, dalam hatinya, ingin sekali dia menangis meraung-raung, meluapkan emosi pada pria yang menampilkan wajah tak bersalah itu di depannya.

Hati Gina sangat sakit, lebih sakit dari pada ketika Bagas bertahun-tahun tidak pulang, lebih sakit dari pada ketika dia harus membesarkan ketiga anaknya sendiri tanpa Bagas. Gina marah dan sedih, apa bagas pikir menunggu adalah hal yang mudah? hingga pria itu dengan entengnya menyerahkan surat cerai setelah dua tahun membuatnya menunggu.

Bagas diam seribu kata melihat Gina yang mulai terisak, menatapnya seolah meminta penjelasan. Untuk sesaat Bagas merasa apa yang dia lakukan saat itu sangatlah kejam. Tapi ketika dia mengingat bahwa ibunya terus mendesak dia untuk menceraikan Gina, Bagas tidak mempunyai pilihan.

“Aku gak punya selingkuhan, dan aku gak punya pilihan lain, Gina. Kamu gak usah khawatir, aku tak akan lari dari tanggung jawab membesarkan anak-anak. Aku akan tetap mengirim uang untuk—”

Gina mendengus kala mendengarkan ucapan Bagas. Pria itu benar-benar tak peduli dengan perasaannya. “Kamu pikir saat ini yang aku pikirkan adalah uang kamu, Mas!?”

“Maafkan aku, tapi aku selalu sibuk selama ini, Gin. Dan kedepannya juga akan selalu begitu. Kamu bisa mencari laki-laki lain yang bisa menjadi suami kamu.”

“Kamu pikir aku perempuan seperti apa, Mas?" Gina menatap Bagas dengan gemetar. Dia menatap surat cerai di tangannya dengan tatapan nanar, wanita itu lalu berjalan ke arah sebuah lemari, mengambil pensil dan menggoreskan tanda tangannya di sana.

"Pergi dari sini." Gina melemparkan kertas itu ke lantai.

Bagas menatap Gina yang membelakanginya, dia lalu membungkuk, mengambil surat cerai. "Rumah ini atas nama kamu, jadi kamu bisa tinggal di-"

"PERGI! PERGI DARI SINI!" teriak Gina dengan marah, tangannya mengambil sebuah pot bunga palsu, melemparkannya ke arah Bagas.

Mungkin karena Bagas seorang tentara, gerakannya sangat gesit saat menangkap pot bunga yang Gina lemparkan. "Gin-"

"AKU BILANG PERGI DARI SINI!"

Buku, cangkir atau apa pun yang bisa Gina lempar dia lemparkan pada Bagas. Bagas menghindarinya dengan gesit, suara barang-barang yang di banting terdengar sangat nyaring di seluruh rumah.

"Kalau gitu aku pergi." Setelah mengatakan itu, Bagas keluar dari rumah, kembali ke mobil pickup yang masih menunggunya di halaman.

Tubuh Gina membatu, terengah-engah. Sesaat kemudian ketika deru mobil menghilang, dia terjatuh ke lantai yang dingin, terisak sejadi-jadinya. Wanita mana yang tidak akan menangis ketika di ceraikan setelah menanti pertemuan selama dua tahun lamanya?

Di dalam kamar, Binar sudah menangis histeris mendengar perseteruan ibu dan ayahnya, anak perempuan itu dipeluk oleh Gavin yang juga gemetar dan matanya memerah. Gazi sendiri meringkuk di dekat Binar dan Gavin, menangis diam-diam.

**

"Pak, Mbak Serly ngasih tau saya kalau nanti dia sampe di markas dia pengen ketemu sama Bapak," ujar Ramzi pada Bagas.

Ramzi, orang yang mengendarai mobil pickup adalah salah satu bawahan Bagas di militer. Ramzi dua tahun lebih muda dari bagas, dia kini sedang menatap komandannya yang terlihat termenung. Dalam hati Ramzi, dengan semua rumor tentang istri Bagas di markas militer, tidak ada yang perlu Bagas sesali.

Bagas tidak menjawab untuk beberapa saat, mengalihkan tatapannya pada jendela kaca mobil yang terbuka. "Lain kali, saya enggak ada waktu," balas Bagas akhirnya.

"Tapi Mbak Serly-" ucapan Ramzi terpotong karena lirikan tajam dari Bagas. Ramzi menelan kembali sisa kata yang ingin dia sampaikan.

Serly yang Ramzi maksud adalah anak seorang Letnan Jendral yang sekarang berprofesi sebagai dokter militer. Semua orang di markas militer selalu berpikir bahwa wanita yang cantik dan berbakat seperti Serly yang sepantasnya menjadi istri dari Mayor Jendra Bagas Adnan, jika dibandingkan dengan Gina yang terlihat biasa saja.

Bagas harus kembali ke markas secepat mungkin dan mulai Menyusun rencana untuk tugas selanjutnya yang ditugaskan untuknya. Namun, di dalam mobil pickup, dia hanya menatap surat cerai di tangannya. Entah mengapa, selembar kertas itu membuatnya seakan ada duri yang memenuhi hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status