Di rumah, aku dan mama duduk saling berhadapan di ruang tamu. Kutundukkan kepalaku dan memandang kedua tanganku yang bertengger di atas pangkuanku. Aku tidak berani melihat wajah mama.
"Kenapa tadi kamu lama betul pulangnya?" tanya mama menginterogasiku.
"Aku konseling ke ruang BK sehabis piket," jawabku dengan suara kecil.
"Konseling? Memangnya kamu ada masalah apa di sekolah?" Mama bertanya kali. Kali ini suaranya tidak sekeras sebelumnya.
"Aku dibuli," jawabku singkat sambil mengepalkan tanganku dengan erat.
Mama terdiam setelah mendengar jawaban dariku. Karena tak kunjung mendapatkan balasan darinya, aku memberanikan diriku untuk mengangkat kepalaku dan menatap mukanya. Tidak ada tanda-tanda amarah pada wajahnya.
"Begitu, ya," ucapnya.
Mama bangkit dari kursi dan melangkah pergi meninggalkanku begitu saja. Kupikir dia akan mengomeliku atau bertanya lebih lanjut, ternyata tidak. Aku pun sempat berharap kalau dia akan menanyakan kea
2 hari kemudian, tibalah hari Senin. Aku menjalani rutinitasku seperti biasa; mandi, sarapan, pergi ke sekolah, membersihkan mejaku, dan upacara bendera. Kupikir kali ini aku tidak akan sesak napas lagi, ternyata tidak.Kuangkat tangan kananku dan menggosok-gosok dadaku yang terasa sesak. Napasku yang teratur perlahan jadi berat karena kesulitan bernapas. Kepalaku pun mulai pusing, mungkin karena kekurangan oksigen."Kamu kenapa, Freya? Sakit lagi?" tanya seorang siswi yang berdiri di samping kiriku."Iya ...," jawabku dengan lesu.Kudengar Celestine dan anggota gengnya mengataiku dari belakang. "Halah, palingan dia pura-pura sakit lagi."Aku mengerutkan alisku dan mengernyitkan mataku. Bukan karena dikatai oleh geng Celestine, melainkan karena sesak napasku semakin parah. Aku berusaha meraup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan mulutku karena bernapas menggunakan hidung saja sudah tidak cukup bagiku."Ayo ke UKS," ajak siswi itu samb
Setelah upacara bendera berakhir, keluarlah aku dari UKS dan masuk ke kelas. Untung saja tidak ada yang menyadari kalau mataku sembab karena menangis, atau teman sekelasku berpura-pura tidak menyadarinya dan tidak menyinggungnya.Aku duduk di kursiku dan mengeluarkan buku pelajaran Bahasa Indonesia dari dalam ranselku. Kubuka buku latihanku dan membaca ulang syairku dalam hati. Perasaan yang tercurah ke dalam karya tulis ini masih membekas di hatiku.'Meringkuk dalam kebencian bagaikan gaya.' Itulah yang akhir-akhir ini kulakukan. Aku membenci geng Celestine, membenci ibu kandungku sendiri, dan bahkan membenci diriku sendiri.Kubaca lanjutan dari syair yang kutulis minggu lalu. 'Berhenti membenci dan jadilah bahagia.'Aku memejamkan kedua mataku dan menutup buku latihanku. Sebuah hembusan napas panjang terselip keluar dari mulutku. 'Itu akan sulit untuk diwujudkan. Entah kenapa membenci seseorang lebih mudah daripada berdamai dengannya.'Karena ked
Jam istirahat pun tiba. Maryam mengikuti bu Herlina ke ruang guru untuk membahas perbuatannya yang memalsukan nilaiku. Kupandang gadis berkuncir dua yang berjalan mengekori bu Herlina sambil tersenyum miring. 'Mampus kamu, Maryam.'Setelah sosok kedua perempuan itu lenyap di balik pintu, aku mengalihkan pandanganku ke ranselku. Kukeluarkan sebuah kotak makan berwarna ungu dari dalam ranselku dan memakan bekalku dengan lahap.Saat aku sedang memakan bekalku, tiba-tiba seorang guru memasuki ruangan ini. Guru tersebut adalah pak Yeremia. Dia bercelingak-celinguk, seperti mencari seseorang. Kemudian, mata kami pun saling bertemu."Freya, dimana Celestine dan kawan-kawannya?" tanya pak Yeremia kepadaku karena hanya ada aku seorang diri di dalam ruangan ini."Sepertinya mereka lagi di kantin, Pak; kalau Maryam mungkin masih di ruang guru," jawabku.Pak Yeremia ber oh ria dan membalasku. "Kalau mereka sudah kembali, beri tahu mereka ke ruangan saya, ya."
Aku berada di dalam sebuah ruangan yang cukup luas, kalau saja ruangan ini tidak dibagi menjadi beberapa bagian lagi untuk dijadikan jamban. Kukernyitkan mataku dan menutup hidungku karena tidak tahan dengan bau pesing di tempat ini. Ya, saat ini aku berada di dalam WC.Tiba-tiba seseorang menampar keras tembok yang berada di belakangku. Terdengar bunyi yang nyaring saat telapak tangan orang yang menyeretku ke sini menghantam dinding. Siswi berbadan besar itu mengurungku di antara lengannya sehingga aku tidak bisa kabur."Kamu 'kan yang membuat kami dipanggil ke ruang BK?" tanya Celestine yang berdiri tepat di hadapanku.Jarak kami sangat berdekatan, terutama wajah kami. Bau napasnya menyerbak masuk ke hidungku sehingga membuatku memutar mataku. 'Ah, bau banget. Dia habis makan apa sih? Jengkol? Atau petai?'"Woi, jangan diam saja, jawab dong!" desak salah satu anggota gengnya yang berdiri di belakangnya."Iya, kemarin aku melaporkan kalian ke pak
Keesokan harinya, pagi-pagi aku turun ke sekolah seperti biasa. Hari ini kudapati mejaku bersih mengilap, tidak ada terlihat coretan spidol di atas permukaan mejaku. Aku pun merasa heran. 'Tumben mereka tidak mencoret mejaku lagi.'Kuedarkan pandanganku ke sekitar dan mencari keberadaan siswi-siswi yang sering merundungku. Tak kudapati sosok mereka di dalam ruangan ini, bahkan seorang pun dari mereka tidak tampak batang hidungnya.Aku menurunkan ranselku ke atas kursiku lalu mendudukkan diriku. Kutengok jam dinding yang menunjukkan pukul 07.11 pagi. 'Tumben jam segini mereka masih belum datang. Masa sih mereka tidak turun gara-gara takut karena kugertak kemarin?'Bukan hanya aku saja yang heran kenapa geng Celestine masih tidak terlihat sosoknya sampai sekarang, teman-teman sekelas yang lain pun heran. Mereka saling bertanya kepada satu sama lain tentang kelima siswi yang sering merundungku."Celestine dan kawan-kawannya kok tidak kelihatan, ya? Biasanya
Ruangan yang tidak begitu luas dan familier bagiku. Aku berdiri di depan sebuah sofa. Aku tidak duduk di atas perabotan yang empuk itu karena sudah terisi oleh dua orang dewasa; ibunya Celestine dan wali kelasku.Di samping kiriku, berdiri seorang pria berkepala plontos yang tak lain adalah pak Yeremia, guru BK di sekolah ini. Dia berdiri dengan tegap sambil menyilangkan tangannya di dada. Kedua mata hitamnya memandang aku dan ibunya Celestine secara bergantian.Tak kusangka aku akan diseret ke ruang BK, bersama dengan ibunya Celestine. Kupikir guru IPA akan meminta ibunya Celestine untuk meninggalkan tempat ini dengan baik-baik, tetapi ternyata bu guru malah mengirim kami ke ruang BK untuk berbicara dengan pak Yeremia dan wali kelasku."Jadi, Ibu ke sini untuk memarahi Freya karena dia kemarin dia memukul Celestine pakai sapu?" tanya pak Yeremia setelah mendengar alasan ibunya Celestine datang ke sekolah dan mengacau proses belajar mengajar di kelasku."
Bel istirahat berdering, guru yang mengajar pun berhenti dan keluar dari kelas. Para murid berbondong-bondong pergi ke kantin untuk makan, sedangkan aku tetap tinggal di kelas dan memakan bekalku sendirian.Entah kapan terakhir kalinya aku bisa makan dengan tenang, yang jelas sebelum peristiwa saat lomba fashion show itu terjadi. Untung saja belakangan ini aku jarang mendapatkan tatapan sinis dari orang lain.Meskipun sudah jarang mendapatkan tatapan sinis dari orang lain, aku masih enggan untuk pergi ke tempat ramai seperti kantin. Berada di sana membuatku merasa sesak sehingga aku jadi kesulitan menelan makananku. Itulah sebabnya aku memilih untuk menyendiri di kelas.Bunyi derap langkah kaki tertangkap oleh telingaku. Aku pun tersadar dari lamunanku dan secara spontan menoleh ke arah sumber bunyi. Kulihat beberapa siswi baru saja memasuki ruangan ini sambil mengobrol dengan satu sama lain."Tadi nasi goreng kantin rasanya agak aneh tidak sih?""
Beberapa jam telah berlalu, akhirnya aku pulang ke rumah. Saat ini aku sedang berbaring di ranjang sambil menonton TV ... lebih tepatnya TV lah yang menontonku karena aku tidak memperhatikan siaran berita itu.Aku menarik sebuah senyuman bahagia. Hari ini, perasaanku terasa lebih baik karena tidak dirundung oleh Celestine dan anggota gengnya karena mereka lagi didiskors. Stephen yang kadang-kadang mengusiliku pun tidak mengusiliku lagi.Senyuman pada yang terpasang pada bibirku semakin melebar. 'Sepertinya dia takut kena diskors seperti gengnya Celestine, makanya dia berhenti menggangguku.'Namun, senyuman ini tidak bertahan lama. Perasaanku yang bahagia perlahan sirna saat aku mengingat pembicaraanku dengan beberapa orang dewasa lainnya di ruang BK. 'Benar juga, masa diskors mereka dikurangi jadi 3 hari.'Aku mengepalkan tanganku dan mengerutkan alisku. 'Itu artinya, mereka akan kembali turun sekolah mulai hari Jumat. Kemungkinan mereka akan merundungku