Home / Romansa / Little Seducer / Anger Lighters

Share

Anger Lighters

Author: willia ds
last update Last Updated: 2021-03-21 20:58:12

"Sabar, Edward. Mungkin terjadi sesuatu yang membuat Rosie akhirnya telat." Ucap Alice mencoba meredakan emosi sang kekasih.

"Tapi, dia seharusnya kan bisa mengirim pesan atau telpon padaku untuk memberi kabar." Gerutu Edward masih menatap pintu keluar apartemen dengan kesal.

Akhirnya sosok yang ditunggu muncul juga. Berjalan santai keluar dari apartemen dengan wajah datar tanpa rasa bersalah. Masuk ke kursi belakang tanpa menyapa kedua orang yang sudah menunggunya seperti orang bodoh.

"Rosie, senang bertemu denganmu. Aku Alice." Alice membalik tubuhnya ke belakang lalu memanjangkan tangannya untuk bersalaman.

"Aku Rosie." Ucap gadis itu singkat, membalas uluran tangan itu cepat dan asal saja.

Edward mendengus kesal melihat tingkah bocah yang baru datang. Ia menggelengkan kepala tak habis pikir dengan sopan santun yang Rosie tunjukkan. Tapi Edward tidak mengatakan apapun, karena itulah yang paling mudah baginya, dan langsung tancap gas menuju restoran.

"Rosie, aku dengar kau bersekolah di SMA Nusa? Kebetulan aku juga memiliki saudara yang sekolah di situ. Namanya Milly. Apa kau kenal?" Alice berkata dengan ramah ketika mereka sudah duduk di restoran dan memesan makanan.

"Tidak." Satu kata singkat yang terdengar ketus keluar dari bibir gadis remaja itu. Dia bahkan tidak mau repot membalas senyum Alice. Bagi Rosie perempuan yang duduk di depannya ini sangat menyebalkan.

Lebih menyebalkan dari pada sosok pria yang duduk di sebelahnya. Senyum Alice meredup merasakan aura tidak bersahabat dari Rosie. Kemudian Alice berhenti mencoba bicara dengan gadis cantik tapi jutek itu. Rosie makan dengan tenang hampir tidak mengeluarkan suara sama sekali kecuali dari alat makan yang ia pakai.

Edward menukar mangkuk berisi es krim vanila miliknya dengan milik Alice.

"Kau kan tidak suka choco mint." kata pria itu menjawab pertanyaan tersirat Alice atas tindakannya.

"Terima kasih, Edward." Alice tersenyum malu dengan pipi merona. Edward balas senyum lalu mereka mulai makan hidangan penutup itu. Rosie yang menyaksikan drama sepasang kekasih itu cuma memutar bola matanya.

"Norak." Desis Rosie mencemooh.

Satu jam kemudian mereka sudah tiba di butik. Terlambat dari jadwal yang dijanjikan tentu saja. Mereka langsung bergegas mencoba baju yang akan dipakai di pernikahan Nyonya Eliza dan Tuan Lewis. Edward lah yang paling cepat selesai karena dia hanya mencoba dua setel tuksedo hitam dan abu-abu.

Edward sedang duduk sembari memeriksa ponsel pintar miliknya jika saja ada pesan penting dari ayah atau temannya yang lain. Ternyata ada pesan dari Bibi Eliza.

Bibi Eliza

Edward, tolong jaga Rosie untuk hari ini. Bibi tahu kalian belum akrab, tapi berusahalah untuk mengenalnya lebih dulu. Rosie memang kadang terlihat jutek dari luar, namun sebenarnya dia anak yang manis. Mohon bantuannya, Edward. Bibi

mengandalkanmu.

Baru sedetik pria itu selesai membaca pesan itu, terdengar suara teriakan dari ruang ganti wanita. Suara Alice.

Langsung saja Edward berlari masuk ke ruang ganti karena khawatir. Kekasihnya sudah tersungkur di lantai sambil memegangi lengannya yang berdarah.

Alice bergitu kesakitan karena luka lebar di lengan kirinya terus mengeluarkan darah segar. Gaun putih yang ia pakai menunjukkan noda kemerahan di beberapa bagian.

"Edward." lirih Alice dengan mata nanar.

"Alice!" Edward berlutut di sebelah kekasihnya untuk memeriksa luka itu. Cukup besar dan parah. ia langsung berpaling menatap Rosie.

Gadis itu sejak tadi hanya berdiri terpaku dengan ekspresi dingin. Kedua tangan Rosie tersilang di dadanya.

"APA YANG KAU LAKUKAN PADA ALICE?!!"

Edward merupakan salah satu orang yang paling jarang-hampir tidak pernah-marah. Mungkin karena ia tahu diri hanya seorang anak hasil adopsi. Edward merasa wajib menjaga sikap dan perilakunya di depan orang lain. Hal itu menjadi suatu kebiasaan yang mendarah daging.

Tapi, sejak Rosie muncul di hidupnya Edward seperti kehilangan kemapuan untuk menahan diri. Gadis itu layaknya pemantik, memicu kobaran api di diri Edward. Itu bukan hal yang bagus.

"Salah sendiri kenapa dia memaksaku. Aku sudah bilang tidak perlu bantuan. Jangan sok baik seperti itu, membuatku muak saja!" cibir Rosie penuh kebencian. Tak ada setitik pun ketakutan, apa lagi rasa bersalah atas apa yang sudah dia lakukan. Memang Rosie tidak merasa melakukan kesalahan apa pun. Alice saja yang sok baik memaksa menolongnya waktu rambut Rosie tersangkut di manik-manik gaunnya.

Rosie bilang tidak perlu bantuan sejak awal. Dengan sopan, tentu saja pengertian sopan menurutnya sendiri. Tapi, Alice dengan jiwa sok baiknya itu terus memaksa sampai mereka saling tarik menarik dan akhirnya Alice berakhir di lantai karena dorongan yang terlampau kuat dari Rosie.

Rosie membanting pintu di belakangnya untuk melampiaskan amaranya. Tanpa mengucapkan salam pada pemilik apartemen, memang tidak perlu, gadis cantik itu menghempaskan tubuh letihnya ke kasur Claire..

"Aish, kau kenapa?" tanya Claire keheranan. Gadis kurus berambut silver itu sedikit bergeser supaya cukup ruang untuk pendatang baru.

Annette yang sedang duduk di kursi belajar sambil memainkan game di komputer, Claire memutar kursi itu supaya bisa menghadap dua sahabatnya di kasur.

"Tidak usah banyak tanya. Pasti, karena kakak tirinya lagi." Tebak Annette asal namun tepat seratus persen.

"Ah! Dia benar-benar menyebalkan! Aku ingin sekali memakan ususnya." dengus Rosie dengan wajah merah padam. Mata hazel-nya menatap lurus ke dinding di belakang Annette, membayangkan wajah menyebalkan Edward dan Alice.

"Kalau itu kami sudah tahu. Alasannya apa?" desah gadis ber-kontak lensa abu-abu mendekat pada Rosie. Mengelus rambut juga punggung tegang sahabatnya. Rosie bergantian menatap Claire dan Annette. Keduanya menunjukkan raut wajah penasaran dan Rosie mengerti ia tidak punya pilihan lain selain bercerita kejadian di butik.

Walaupun enggan untuk kembali mengingat momen menyebalkan itu, Rosie toh bercerita juga.

"Kau perlu belajar menahan emosimu," komentar Annette datar setelah cerita selesai. Gadis enam belas tahun itu kembali berkutat pada game di komputer.

"AISH!"

Lemparan bantal tepat sasaran mengenai belakang kepala Annette membuat gadis itu berbalik lagi sembari menggaruk rambut ikal warna coklat gelap kebanggaannya.

"Annette lebih baik kau diam saja dari pada membuat Rosie semakin panas." hardik Claire melirik tajam. Dan, mau tak mau Annette kembali diam, padahal isi otaknya sudah menyusun kalimat untuk menyemprot Rosie. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Little Seducer   The End

    "Wah, tidak jauh dari rumah. Kapan-kapan main ya ke rumah." Lidya terkekeh di akhir kalimatnya. Angel meringis dan Damian tersenyum kecil."Iya, Tante.""Siapa tahu, bisa menjadi menantu. Belum punya pacar, 'kan?"Angel sontak menatap Lidya dengan wajah terkejut namun setelah itu kembali melunak, terkekeh lalu menunduk. Kedua tangannya terkepal hingga jari kukunya kian memutih.***"Ella."Ella menoleh saat Samuel sudah berada di hadapannya dengan sekotak susu pisang."Ini, untukmu." Samuel menyodorkannya dan Ella dengan ragu mengambilnya."Terima kasih." cicit Ella pelan.Samuel tidak menjawab, anak itu langsung mengambil posisi di samping Ella seraya melanjutkan meminum susu pisangnya. Kini, sudah lima belas menit berlalu sejak bel istirahat berbunyi. Ella dan Samuel sedang duduk di santai di bangku taman seray

  • Little Seducer   Come true

    "Angel, kau apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu. Ada waktu luang? Bisa kita bicara sebentar?"Angel yang tidak tahu ingin berkata apa hanya mampu tersenyum kecil dan pasrah ketika tangannya di tarik begitu saja oleh Ibu Damian. Diam-diam, Damian merasakan tatapan tajam Angel yang siap membunuhnya.***Ella menghela napas lelah selepas turun dari mobil Rere. Padahal, niatnya hari ini dia tidak ingin masuk sekolah mengingat hal mengerikan lain yang mungkin saja bisa terjadi. Kemarin, seperti biasa dia selalu mendapat perlakuan yang menjengkelkan."Ella, tidak boleh cemberut begitu. Anak cantik harus tersenyum." Rere berujar dari balik kaca mobil.Ella hanya meliriknya sekilas lalu mengangguk. "I go to school, Aunty."Rere mengangguk, "I wiil pick you up later."Setelah Ella mengangguk barulah mobil Rere melesat menuju jalan ibu kota yang padat

  • Little Seducer   Unusual day

    "Aku berangkat dulu, ya." pamit Edward pada Rosie. Mengecup kening sang istri lalu beralih ke perut buncitnya."Sayang, jaga Ibu baik-baik, ya. Jangan nakal." Setelah itu, Edward juga meninggalkan kecupan untuk si jabang bayinya."Ayo, Ayah!" Rosie kembali terkekeh menyaksikan wajah lelah Edward."Aku sudah di tunggu Kak Eros di sekolah!" Samuel kembali bersuara, kali ini dengan menunjukkan jam tangan yang memiliki fungsi seperti ponsel, hadiah dari kakeknya."Iya, sebentar sayang.""Ya sudah, kamu berangkat. Hati-hati di jalan."Edward mengangguk, melemparkan senyum. "Baiklah."Lima menit kemudian, mobil yang di kendarai Edward melaju pergi, tersisa Samuel yang melambaikan tangannya pada Rosie sampai sang ibu hilang dari pandangannya.***David melirik ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah setenga

  • Little Seducer   Agreement

    "Kak Damian? Angel? Kalian saling kenal?" Rosie menatap sepasang pria dan wanita yang dia kenal di hadapannya. Edward sepertinya juga menatap heran keduanya dari pandangan mata.Damian yang semula berada berapa langkah di belakang Angel kini mulai berjalan hingga keduanya bersisihan."Ya, kami saling kenal. Kami pernah berpacaran semasa aku kuliah dulu." ungkap Damian secara gamblang dengan mudahnya. Sontak saja, itu memancing tiga pasang mata yang ada di sana menatap Damiam terkejut. Terlebih lagi Angel, rasanya bola mata gadis itu sebentar lagi akan melompat keluar jika tak sedetik kemudian Angel berkedip."Wah, kalian ternyata pernah berpacaran? Astaga, dunia ini benar-benar sempit." Edward berseru kalut, ikut mewakili Rosie yang juga terkejut mendengarnya.Damian hanya melemparkan tatapan tak berdosanya pada Angel seraya menampilkan senyuman terbaiknya. Sedan

  • Little Seducer   Believe in destiny

    "Kau masih menyukainya?"Angel membuang wajahnya tanpa sadar yang malah membuat Damian semakin yakin dengan persepsinya."Kau ada waktu sebentar di taman? Kebetulan, aku membawa makanan." Damian menunjukkan tentengan yang dia bawa, arah mata Angel mengikuti pergerakan tangan Damian.***"Kau sudah lama menjadi Dokter di sini?" Damian memulai pertanyaan seraya membuka bungkus roti yang dia bawa. Kebetulan, dia belum sarapan. Niatnya, dia ingin menjenguk Rosie dan Samuel, tapi saat dia ingin menjenguknya, dia malah menemukan sosok mantan kekasih yang sudah lama sekali tidak muncul di hadapannya. Sebuah kebetulan sekali.Ya, Damian dan Angel memang pernah memadu kasih bahkan Damian sudah mengenalkan Angel pada ayah dan ibunya. Kalian ingat saat hubungan Damian dan Rosie di tentang keras oleh kedua orang tua Damian? Bukan semata-mata hanya karena Rosie tidak memiliki Ayah dan latar bel

  • Little Seducer   Surprise home

    Pada awalnya, Rosie akan menduga bahwa Edward tidak bisa menerima Samuel sebagai anak pertamanya, tapi dugaannya salah ketika melihat senyuman Edward yang begitu tulus ketika kali pertamanya dia melihat Samuel. Hati Rosie juga ikut mencelos kala itu, merasa terharu dengan apa yang dia lihat.Edward yang merasa terusik dengan elusan di kepalanya kini perlahan mulai membuka matanya, dan langsung membeliak kaget ketika melihat wajah sang istri yang sudah kembali berseri."Kau sudah sadar? Bagaimana? Apa perutmu merasa sakit lagi?" Edward langsung mengecek keadaan Rosie, memutar tubuh sang istri, dia ingin memastikannya sendiri.Rosie tertawa geli menyadari sikap protektif Edward terhadapnya, "Aku tidak apa-apa, Edward. Aku baik-baik saja."Edward menaikkan satu alisnya, "Apa kau yakin?" Rosie tersenyum lalu mengangguk.Edward menghela napas lega, "Syukurlah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status