Share

Lost In Mission
Lost In Mission
Penulis: Savana H

Bagian 1 ~ Panggilan

“Pulanglah Jy, aku yakin ibu rindu denganmu. Beberapa hari ini ibu selalu memanggil-manggil namamu!” 

Jiyan hanya menghela nafas di seberang sana, ini sudah bujukan ke-11 kali dari Dhava. Saudaranya yang selalu membujuknya untuk kembali pulang ke rumah. Sesekali Jiyan tidak mendengarkan ocehan Dhava karena menandatangani beberapa berkas perusahaan.  

“Jiyan? Kau tidak mendengarku? Jika kau masih sibuk, aku akan menghubungimu nanti saja. Tapi aku mohon padamu, pulanglah dan setidaknya kau harus melihat ibu. Jangan menyesal jika kau sudah tak lagi bisa melihatnya Jy!”  

“Aku akan mempertimbangkannya Dhav, aku banyak kerjaan. Aku tutup dulu, Bye!”  

Dhava menatap sambungan telepon mereka yang sudah terputus begitu saja. Jiyan masih tetap sama dan masih tetap pada pendirian gadis itu. Suara teriakan dari dalam ruangan yang beberapa menit ia tinggalkan membuatnya langsung bergegas berlari. Memasuki ruangan itu dan menatap wanita paruh baya yang kembali berteriak sambil melempar semua barang yang ada di sampingnya. Dhava menghela nafas, lalu menekan tombol merah yang tidak terlalu besar. Berada tepat di seberang ranjang wanita paruh baya tersebut. Dan tidak lama setelah tombol itu tertekan, sosok wanita lain dengan pakaian serba putih dan sebuah topi kecil yang melekat di atas kepalanya memasuki ruangan. Memasukkan beberapa cairan pada lengan sosok itu, dan tidak lama setelah obat itu bereaksi. Wanita paruh baya itu kembali tenang dan sudah kembali terbaring dengan damai di atas ranjang. Namun mata tertuju pada Dhava yang berdiri di sebelah ranjang.  

“Dia kambuh lagi, padahal tadi pagi saya sudah menyuntikkan obat penenangnya. Dan itu artinya keadaan ibumu semakin tidak stabil Dhava. Rumah sakit sudah mencari beberapa mitra untuk menyembuhkan penyakit ibumu. Namun dari 10 mitra, tidak ada yang bersedia untuk menampungnya. Kau harus tetap sabar nak!” Suster Lia menatap Dhava dengan iba. Lalu menatap Anna yang terlihat semakin lemah. Sudah 10 tahun wanita paruh baya itu menghabiskan waktunya di rumah sakit. Sebenarnya ia tidak tau apa yang terjadi dengan keluarga itu, namun yang Lia tau. Bahwa keluarga itu hancur karena alasan yang tidak ia tau. Setiap malam, Ia selalu melihat Dhava berbicara pada seseorang lewat ponselnya. Meminta sosok itu untuk kembali, dan melihat Anna. Lalu setelah itu, ia akan melihat Dhava yang menangis sendiri di pojok rumah sakit lalu pergi. Lia hanya menyayangkan bahwa anak muda seperti Dhava harus mengalami masa-masa sulit seperti ini.  

“Aku mengerti sus, terima kasih sudah membantuku selama ini!”  

“Tidak masalah nak, asal kau baik-baik saja dan terus semangat. Maka aku sudah sangat bersyukur! Aku harus pergi, ada beberapa pasien baru hari ini. Jika kau butuh sesuatu, langsung saja. Tidak usah segan padaku!”  

“Baik sus, terima kasih!”  

Lia mengangguk, lalu pergi. Meninggalkan Dhava yang tersenyum kecut sambil menatap ke arah ibunya. Lelaki dengan tinggi 175 itu lama kelamaan melorot dan menatap ke depan. Ia menyatukan kakinya dan menyembunyikan kepalanya di antara celah kaki dan tangannya. Lalu tidak lama, suara isakan kecil terdengar dari dalam ruangan itu. Dhava, si lelaki yang sudah berusia 26 itu lagi-lagi harus menangis lemah. Dan itu akan selalu terjadi padanya.  

****

“Nona, proyek untuk bulan ini sudah selesai semua. Bos ingin bertemu dengan anda!” Sosok lelaki yang baru saja memasuki ruangan Jiyan langsung menyampaikan pesan itu. Sementara Jiyan, gadis muda berusia 25 tahun itu hanya mengangguk. Lalu langsung pergi dari dalam ruangannya.  

Keluar dari dalam ruangannya, Jiyan masih tetap menjadi pusat perhatian. Beberapa orang yang berpapasan dengannya langsung menunduk hormat. Dan Jiyan hanya lewat begitu saja, tanpa membalas dan tanpa melakukan apapun. Hanya fokus pada tujuannya kali ini. Usai langkah Jiyan berhenti, sosok yang tadi mengawalnya itu langsung membuka pintu di depannya. Dan menutup pintu itu lalu berjaga di luar.  

Jiyan menatap punggung tegap sosok pemuda yang sedang membelakanginya. Sosok itu masih tetap tidak berbalik dan membuat Jiyan langsung duduk di sofa sembari menatap lelaki itu. Dan sesuai perkiraannya, lelaki itu berbalik setelah 10 menit dan menatapnya intens. Jiyan hanya berjaga-jaga di dalam duduknya sambil menatap sosok itu yang berjalan mendekatinya. 

“Kau masih terlihat manis sampai saat ini!” 

Richard, 27 tahun dan bekerja sebagai CEO dari perusahaan CityGroup itu. Salah-satu perusahaan besar yang bergerak di bidang jasa keuangan. Dan siapa saja yang bekerja di perusahaan itu, sudah bisa di jamin seperti apa kehidupannya. Jiyan mengalihkan wajahnya saat menerima belaian dari Richard, hal yang paling membuat ia kesal dan jijik melihat sosok itu. Melihat penolakan halus Jiyan, Richard terkekeh lalu duduk di sebelah gadis yang masih terlihat kesal itu.  

“Happy birthday my Love, maaf aku tidak bisa memberimu surprise tadi malam. Aku kebablasan tidur setelah mengerjakan laporan bulan ini!”  

“Sama saja, dasar menyebalkan!”  

“Ayolah Jy, kau masih marah hmmm? Tada…..!” Richard mengeluarkan kado yang sudah dipersiapkan pada Jiyan. Namun gadis itu masih tetap memasang raut wajah murung. “Hey, ada masalah apa hmm? Kalau ada masalah, kau bisa cerita sayang. Jangan diam, karena aku tidak bisa melakukan apa-apa jika kau diam!”  

Jiyan menatap Richard dengan tatapan berkaca-kaca, lalu tidak lama setelah lelaki itu membawanya ke dalam pelukannya. Tangis Jiyan langsung pecah di dalam pelukan lelaki itu. Sangat lama, hingga Richard hanya bisa menarik nafas dalam sembari mengusap punggung gadis itu. Ia tau apa yang sedang dipikirkan oleh Jiyan saat ini, bukan hanya sekali dua kali. Tapi selama 5 tahun mereka bersama, tepat di hari spesial gadis itu. Jiyan-nya, kekasihnya, belahan jiwanya,  pasti akan selalu menangis. “Hey...jangan menangis lagi Jy, ini sudah kelima kalinya kau selalu menangis di dalam pelukanku.  I only hope you get better with your past Jy. Jika kau masih selalu treat in your past, you never get something new. You get 25th now, dan kau masih memiliki jalan yang panjang Jy. Lagi pula itu bukan salahmu!”  

Jiyan menatap Richard setelah ia berhenti menangis dan membasahi baju yang dikenakan Richard. Lelaki itu benar, ini sudah menjadi tahun kelima ia menangis di pelukan lelaki itu di setiap hari ulang tahunnya. Dan setiap tahun, Richard pasti akan selalu mengatakan hal yang sama ketika ia menangis. Jiyan tersenyum lalu mengecup bibir Richard, kekasihnya. Lelaki yang 5 tahun ini selalu ada untuknya. Pertemuan mereka awalnya sangat tidak baik. 5 tahun lalu, tepat saat usianya masih 20 tahun. Ia tidak sengaja mencopet dompet Richard karena kelaparan. Namun naasnya, lelaki itu berhasil menangkapnya dan hendak memasukkannya ke dalam penjara. Namun tidak tau kenapa, Richard malah melepaskannya. Dengan syarat, ia harus menceritakan kenapa ia mencuri dompetnya. Meski dengan rasa malu, Jiyan akhirnya bercerita pada Richard. Sebenarnya Jiyan sudah memiliki pekerjaan yang layak saat itu, namun semua uangnya habis untuk biaya pengobatan ibunya. Dan pada saat yang bersamaan di mana ia menghabiskan semua uangnya. Hari itu adalah hari ulang tahunnya dan membuat semua kenangan buruk terbuka di kepala Jiyan. Semua rasa sakit yang selama ini selalu ia pendam sendiri. Dan saat itu, Richard memberikannya sebuah sandaran untuk tempat menangis. Richard tidak jadi membenci Jiyan, malahan ia memberikan pekerjaan lagi pada Jiyan di perusahaannya.  

Tentunya dengan hal yang tidak pernah Jiyan duga sebelumnya. 

Citygroup, Richard mempekerjakan di sana. Dan karena merasa berhutang budi pada lelaki itu, tepat saat masa kritis perusahaan itu. Jiyan berpartisipasi langsung, memimpin perusahaan itu dari masa kritis. Dan berkat pemikiran Jiyan dan semua kru, perusahaan itu akhirnya bisa terselamatkan. Jiyan semakin banyak dikenal, dan jabatannya di promosikan. Dan sekarang, Jiyan sudah menjabat sebagai kepala department  of human resource. Dan tepat saat itu, Richard juga memintanya untuk menjadi kekasih. Jiyan setuju meski ia awalnya berpikiran hubungan mereka tidak akan lebih dari satu bulan. Namun Richard tetap setia, hingga sampai saat ini. Hubungan mereka sudah terjalin tepat selama 5 tahun. Richard bagi Jiyan adalah sosok malaikat yang membantunya, Richard tidak pernah sekalipun merasa jijik dengannya. Ataupun merasa terbebani, dan begitu juga dengan Jiyan. 

“Thanks for being you Richard, and thanks because you were always beside me for 5 years!”

“No...Aku yang seharusnya berterima kasih Jy. Aku rasa tanpamu, aku sudah tak lagi ada di muka bumi ini. Kau tau jelas akan hal itu bukan? I Love You Jy!”  

Richard mengecup kening Jyan lama, gadis yang ia temui 5 tahun lalu itu benar-benar memberikannya sebuah perubahan besar. Richard memang terlahir di dalam keluarga kaya, bahkan saking kayanya.  Ayah Ricard tercatat sebagai donatur besar dan terkenal dermawan. Itu pandangan orang baginya. Namun bagaimana mengenai pandangan Richard pada sang ayah? Lelaki itu, lelaki paruh baya itu tidak lebih dari sekedar ibli-s yang tidak banyak diketahui orang. Setiap malam ayahnya akan selalu mabuk dan memukulnya. Bahkan sang ibu meninggal hanya karena depresi oleh perlakukan lelaki itu. Richard bahkan hampir saja melompat dari atap perusahaan ini jika Jiyan saat itu tidak menahannya. Richard masih ingat, ia masih ingat bahwa Jiyan memeluknya dan menahannya agar tidak meloncat. Gadis yang saat ini berada di dalam pelukannya bahkan rela dipukul hanya agar dia selamat. Sejak saat itu, Richard sadar bahwa masih ada yang peduli dengannya. Dan itu adalah Jiyan, gadis yang dulu pernah mencopetnya.  

FlashBack 

Richard POV 

"Dasar anak tidak tau diuntung, kau ini harusnya tidak dilahirkan agar aku tidak usah menikahi ibumu itu. Kau itu adalah anak dari jalang itu, kau tidak layak untuk hidup!" 

Cletak...Satu cambukan lepas dari tangan Wilee, ayah Richard. Sementara Richard hanya diam saja sembari menikmati rasa sakit dari cambukan yang mengenai punggungnya. Ini bukan kali pertama, namun sudah berkali-kali. Ketika Wilee mabuk seperti saat ini, maka lelaki paruh baya ini akan melampiaskan semua hal padanya. 

"Kau, asal kau tau Richard, ibumu itu bukanlah wanita suci. Aku bahkan tidak atau apakah kau itu anak kandungku atau tidak. Dia itu pelacu*r, dia itu berhubungan dengan banyak lelaki. Aku pikir, aku pikir hanya ada aku seorang untuknya. Namun TIDAK, TIDAK RICHARD, ibumu itu adalah ja*lang. Kau ini, kau adalah anak darinya. Kau tidak berhak untuk menjadi anakku!" 

Aku merasakan rasa sakit yang kembali membakar pungguku, namun, rasanya tidak sebanding dengan apa yang baru saja dikatakan oleh ayah. Aku tidak pernah tau apa yang membuat ayah semarah ini padaku. Setelah kematian ibu, ayah menjadi pemabuk, sering pulang malam dengan keadaan yang tidak bisa dijelaskan. Dan berakhir dengan mencambukku sembari mengatai ibu adalah seorang pelacu*r. Sementara yang aku tau, ibu adalah wanita hebat yang membesarkanku selama ini dengan baik. Tak pernah sekalipun ibu memukulku sekalipun ibu jelas tau bahwa aku salah. Aku merasakan kasih sayang ibu dengan baik. Meskipun, aku tidak pernah tau ke mana ibu pergi setiap malam ketika ayah pergi dinas. 

"Ibumu pelacu*rr! Kau juga seharusnya enyah dari muka bumi ini. Kau harusnya aku bunuh sejak dulu! " 

"CUKUP AYAH! AYAH SEDANG MABUK, DAN JIKA AYAH MABUK, MAKA AYAH AKAN MENCAMBUKKU DAN MENGATAI ALMARHUM IBU! CUKUP DAN SADARLAH!" Teriakku karena tidak lagi punya kesabaran dengan sikap ayah yang seperti ini. Aku menatap ayah yang mendekatiku, menatapku sembari terkekeh meremehkan. Aku tidak tau apa yang sedang dipikirkan oleh lelaki paruh baya ini. 

Tak..lagi, aku merasakan pipiku yang memanas ketika ayah menamparnya. Aku ingin sekali membalas perbuatan ayah, aku cukup trauma sejak ibu meninggal. Ayah selalu berbuat seperti ini. Meskipun aku sudah besar dan sanggup melawan, namun aku tidak ingin menjadi durhaka. Apapun permasalahannya, aku selalu mencoba untuk menyelesaikannya dengan kepala dingin. Berusaha untuk tidak terbawa suasana dan malah berakhir dengan hal yang akan aku sesali nantinya. 

"Jika kau tidak percaya, tanyalah pada arwah ibumu itu Ricard. Tanya apakah kau ini adalah anakku atau bukan! TANYALAH PANYA J*ALANG ITU SIALAN, TANYA..!" 

Brukk--, aku meninju wajah ayah. Lelaki itu langsung terjatuh di lantai, beberapa pengawal pribadi ayah langsung masuk dan menahanku. Aku meronta, masih ingin memukul wajah ayah. Namun urung, aku mengepalan tanganku. 

"Lepaskan aku, sialan! Bawa lelaki ini pergi dari hadapanku!" seruku sembari keluar dari ruangan pribadiku. Aku langsung melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi. Dan entah kenapa, aku bisa sampai di gedung kantor. Aku naik ke atas dengan pikiran yang benar-benar kosong. Aku sudah muak, semua orang memperlakukanku dengan baik karena mereka menginginkan sesuatu. Tidak pernah aku menemui seseorang yang benar-benar tulus untuk menginginkan keberadaanku tanpa ada embel-embel. Aku berdiri di atas atap. Pemandangan kota malam membuatku semakin menguatkan tekadku. 

Mungkin ayah benar, dan mungkin dunia juga benar. Tidak seharusnya aku berada di dunia ini, tidak seharusnya aku hidup jika memang aku ini hanyalah boneka mereka saja. Aku juga menginginkan kasih, aku ingin hidup normal tanpa ada unsur paksaan. Aku tidak ingin mereka mengatur kehidupanku. 

AKU MUNGKIN TIDAK SEHARUSNYA DILAHIRKAN. 

Aku memejamkan mataku, bersiap untuk melompat dari atas gedung. 

"TUNGGU, DASAR BODOH !" 

Bruk--Aku merasakan badanku melayang, aku segera membuka mata. Lalu menatap, "aku masih di atap?" seruku. Tunggu, aku juga tadi mendengar sebuah suara dari belakang. Aku lekas menatap ke bawah, dan mataku langsung membulat begitu aku sadar aku sedang menindih sosok seorang gadis yang saat ini tengah menatapku dengan beringas. Aku langsung bangkit berdiri, lalu menatap bahwa aku masih berada di atap? 

"Kau? Kenapa kau bisa ada disini? Apa kau sedang mengikutiku hah?" seruku menatap gadis yang ternyata adalah Jiyan. Salah-satu gadis unik yang pernah mencuri dompetku. Tatapan mata yang teduh itu menatapku dengan kesal. 

Tuk--"Auwhhhh!" seruku ketika merasakan Jiyan menendang lututku. Astagah, ada apa lagi dengan gadis ubnormal ini? Kenapa semua hidupku dipenuhi dengan jiwa-jiwa yang tidak ada waras-warasnya? Aku juga heran kenapa dulu aku malah melepaskan Jiyan dari penjara dan malah memberikannya sebuah pekerjaan di perusahaanku. 

Apa gadis ini punya pelet atau semacamnya? 

Aku melihat jam tanganku, sudah pukul 12 lewat beberapa menit. Dan kantor bahkan sudah tutup sejak 6 jam yang lalu. Tapi kenapa gadis yang sedang menatapku dengan kesal ini masih disini dan menatapku dengan tatapan kesalnya? Dan membatalkan rencana bunuh diriku lagi. Dasar sialan, padahal aku juga sudah mengumpulkan tekad paling besar untuk melakukan itu. 

"Apa kau ingin melompat dari gedung itu? Astagah, jika kau memang sudah tak lagi punya tujuan hidup. Ini, lihat ini, dasar orang kaya!" 

Aku menatap ponsel Jiyan, lalu menatap gadis itu dengan kening berkerut. Apa maksudnya dengan menunjukkan harga dari sebuah ginjal? Aku langsung tersadar dan berjalan mundur sembari menaruh tanganku di depan d*ada dengan bentuk menyilang sembari menatap Jiyan dari atas sampai bawah. 

"Aku rasa lebih baik aku pergi dulu!" teriakku hendak kabur. Namun aku merasakan rintik-rintik hujan yang mengenai punggungku. Aku tiba-tiba merasakan badanku langsung sakit. Aku baru ingat bahwa lukaku juga masih belum sembuh. Dan selain itu, Jiyan juga tiba-tiba menarikku dan memasuki ruangan yang ada di atap. Aku bahkan baru sadar bahwa ada ruangan di tempat ini. Lampunya juga masih hidup, aku masih was-was saat menatap Jiyan. Bisa-bisa saja kan gadis ini adalah psykopath, dan malah mengambil ginjalku dan menjulanya. Harganya juga lumaya tuh untuk hidup satu abad. 

"Aku tidak akan berbuat buruk pada Anda pak, tapi jika Anda ingin meloncat dari gedung ini. Apa Anda sudah memikirkannya dengan matang-matang? Lebih baik Anda sumbangkan ginjal Anda di rumah sakit untuk orang yang lebih membutuhkan. Dan memberikan uangnya pada orang lain, padaku misalnya?" 

"Dasar matre!" 

"Ya, siapa tau saja Anda mau memberikanku. Lagipula anda ini aneh sekali, malam-malam begini membuat anak orang terbangun. Dasar lebay!" 

Aku terdiam, lukaku juga sedikit sakit. Aku menatap Jiyan yang juga sedang menatapku. Tatapan gadis itu selalu saja bisa membuatku bungkam. Namun, aku buru-buru mengalihkan perhatianku darinya saat gadis itu bangkit berdiri. 

Aku mengamati ruangan kecil ini, hanya ada satu ranjang dan ada satu meja kerja dengan laptop yang masih menyala. Aku tiba-tiba tersentak saat Jiyan sudah ada di depanku dengan wadah dan juga kain lap. Aku menatapnya, dia juga menatapku. 

"Buka baju Anda pak, aku rasa Anda sedang tidak baik-baik saja!" 

"Hah? Apa yang ingin kau lakukan padaku?" Aku beringsut mundur, Jiyan terlihat menggelengkan kepalanya. 

"Aku hanya ingin membantu Anda mengobati luka Anda loh pak. Bukan maksud lain, tidak mungkin aku menghamili Anda kan? Yang ada malah aku yang berisi, dasar tidak tau diuntung!" 

Aku terdiam, lalu hanya bisa pasrah dan membuka bajuku. Aku berusaha untuk membersihkan lukaku, namun aku benar-benar kesulitan. Aku menatap Jiyan dari ujung mataku, gadis itu masih santai bermain ponselnya. Aku berdecak kesal, siapa yang tidak peka disini? Aku hendak meraih bagian punggungku lagi, namun tiba-tiba merasakan bahwa kain tadi terangkat dan Jiyan sudah berada di belakangku. Aku terdiam, sembari menahan rasa sakit ketika Jiyan membersihkan lukaku. 

Selesai, Jiyan juga sudah selesai mengoles salep di punggungku. Aku menatap gadis itu yang sudah kembali lagi dan memberikanku teh hangat. "Jika anda merasa sulit, jangan menyelesaikannya dengan cara bunuh diri pak!" seru Jiyan 

Aku terpaku sembari menatap matanya yang dalam. Aku lagi-lagi merasakan detakan ketika pertama kali berpapasan dengannya. 

"Kan belum tentu juga anda mati nanti, bagaimana jika anda masih hidup. Dan tangan anda, atau mata anda tidak ada lagi? Itukan lebih sulit urusannya!"

Brushh..Aku mengeluarkan air panas yang sudah aku minum tadi. Lalu menatap Jiyan yang menatapku tanpa rasa bersalahnya. Aku pikir Jiyan ini, aishhh, sudahlah. Jiyan ini benar-benar orang yang sangat sulit untuk ditebak. 

Flaschbakc End 

****

“Kau mau makan apa hari ini? Aku akan memasak untukmu Jy!”

“You kidding me? Terakhir kali kamu masak pangsit, namun rasanya seperti makan garam saja!” Jiyan kesal ketika mengingat Richard belajar memasak hanya karena ingin dipuji olehnya.  

“Aku sudah belajar dengan baik Jy, kau bisa mencobanya sendiri. Aku tidak berbohong kali ini!”  

“Tidak akan, lebih baik aku yang akan memasak untukmu!”  

“Kita memasak bersama saja kalau begitu!” Richard memberikan usul. Jiyan hanya mengangguk saja, karena percuma saja jika ia harus melawan. karena Richard itu adalah tipekal lelaki itu yang tidak ingin dilawan. Benar-benar sangat bossy sekali.  

“Baiklah, aku akan ke apartemenmu malam ini! Tapi….” Richard sedikit diam sembaring menatap Jiyan. Mata gadis itu masih saja bengkak efek menangis. “Apa kau tidak ingin mempertimbangkan tawaran dari Dhava Jy? Dengar….!” Richard langsung panik saat melihat perubahan raut wajah Jiyan. Ia sangat tau topik ini akan sangat sensitif pada gadis itu. “Aku tidak berniat menyinggungmu, hanya saja aku rasa tadi Dhava menelponmu bukan? Aku akan memberikanmu ijin sebanyak yang kau mau sayang, kunjungilah ibumu. Dan jika aku ada waktu, maka aku juga akan menyusulmu!” 

Jiyan masih diam  

“Pergilah sebelum terlambat Jy. Jika kau sudah kehilangan, maka kau tidak akan bisa menyesali karena kau tidak melihat ibumu selama ini. Lagipula, aku rasa ibumu pasti akan menerimamu dengan baik!” 

Jiyan menghela nafas lagi lalu menatap Richard yang menatapnya dengan serius “Apa kau yakin Ibu pasti akan menerimaku? Lagipula ini sudah 15 tahun sejak aku pergi dari rumah, aku tidak tau seperti apa keadaan ibu saat ini!” 

“Apa Dhava tidak pernah memberitahu keadaan ibu?”  

Jiyan menggeleng, “Dhava tetap saja bungkam jika aku bertanya keadaan ibu. Dia bahkan tidak pernah memperlihatkan wajah ibu saat ini!”  

“Karena itulah, pergilah sayang. Aku akan mengurus semua keperluanmu!”  

“Kau yakin?”  

“Sangat yakin!” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status