Sayup angin masuk lewat pintu kantor yang terbuka, suasana hening seketika, hiruk-pikuk itu seolah tidak ada sebelumnya. Seorang pemuda berdiri berhadapan dengan lelaki tua bernama Andreas. Tontonan menarik yang, entahlah tidak dapat digambarkan. Beberapa karyawan sangat mencemaskan si pemuda pasalnya mereka berpikir si pemuda hanya karyawan biasa yang tidak sengaja lewat lalu menabrak Andreas, salah satu pengusaha yang cukup tersohor dengan barang-barang mewah juga gayanya yang nyentrik. Sekali lihat saja semua orang tahu siapa dia. Yah, itu yang membuat lelaki tua tersebut semakin memandang rendah orang di bawahnya yang tidak setara dengan pergaulan kelas atas.
“Astaga kasihan sekali pemuda tersebut,” keluh salah seorang wanita.
“Apakah dia karyawan baru di kantor? Aku belum pernah melihatnya,” kata seorang lelaki.
“Astaga ya ampun si tampan yang malang,” kel
hai, jangan lupa mampir baca ke Godaan Memikat (Adult Romance 21+) Jangan lupa tinggalkan jejak komentar tentang bab kali ini, terima kasih sudah membaca Love Sugar Daddy. Salam sayang dari KarRa buat seluruh pembaca.
Andreas berjalan dengan perasaan cemas di lobi perusahaan Zeroun Grup sampai di depan resepsionis lelaki tersebut semakin panik. Kedatangannya kali ini adalah untuk meminta penjelasan dari CEO perusahaan Zeroun terkait pembatalan kontrak yang dilakukan secara sepihak. Andreas menggigit bibir bawahnya, dia mengelap kening yang terasa berkeringat padahal ac menyala cukup dingin. “Saya ingin berjumpa dengan Pak Axelle Zeroun,” kata Andreas kepada wanita cantik yang mengenakan seragam warna ungu kemerahan, khusus untuk para resepsionis juga beberapa karyawan wanita, seperti sekretaris dan resepsionis. “Maaf Pak, Tuan Axelle sedang tidak ada di tempat, untuk sementara Pak Jo Zeroun selaku adik dari Tuan Zeroun yang mengurus,” terang sang wanita berparas ayu, dengan rambut di sanggul ke belakang itu. Keadaan Zeroun saat ini memang tengah disembunyikan dari khalayak umum, Axelle dan juga Joy bergantian mengurus kantor dan m
Zayn baru saja dari kantor Zeroun grup sebelum dirinya kembali ke kantor sendiri. Pikirannya masih terfokus pada percakapan terakhir dengan Joy juga Roland. Lelaki tersebut gusar, dia bangkit dari duduk lalu berjalan pelan ke arah dinding kaca. Menatap ke arah luar sana, memandangi gedung-gedung yang tidak kalah tinggi dari bangunannya di seberang sana. Ucapan Joy terus saja terngiang dalam benak. Beberapa waktu lalu di kantor Joy, Zeroun Grub. Tiga orang lelaki tengah bersitegang mengingat insiden penculikan Stela, Joy beranggapan bahwa Andreas patut dicurigai, mengingat banyak riwayat kerja sama yang bersangkutan dengan almarhum Marvel Tua. Dari apa yang diselidiki anak buahnya, kemungkinan keterkaitan itu selalu ada. Zayn mendengarkan dengan tatapan yang, entahlah. Karena begitu juga dengan penyelidikan yang anak buahnya lakukan ada beberapa tersangka menjurus mendekati pelaku. Mulai dari keluarga Marvel, juga termasuk sang is
Keributan yang dilakukan Andreas menggegerkan media, yang Joy lakukan tidak tanggung-tanggung. Seolah pemuda tersebut siap untuk menantang maut, juga segala konsekuensi dari amukan Andreas. Baik Zeroun juga Olivia yang melihat berita atas pembatalan kontrak secara sepihak tersebut menghela napas berat. “Astaga, apa yang bocah bodoh itu lakukan?” keluh Olivia, “dasar anak nakal,” lanjutnya berdecak kesal. Wanita tua tersebut bangkit dari duduk lalu menuju ke arah jendela ruang perawatan. Menatap lurus ke arah bawah, dimana banyak petugas medis juga pengunjung berjalan hilir mudik. “Kau terlalu mencemaskannya Olf, Aku percaya kepada Joy, dia pasti punya alasan tersendiri untuk melakukan hal tersebut. Kau tidak perlu khawatir,” kata Zeroun menerangkan. “Lagi pula pengamatannya lebih jeli dibandingkan kita, bukan,” lanjut Zeroun terkekeh. “Kau benar, apa tidak bisa putra kita
Brak! Prang! Trang! Andreas menggebrak meja lalu, membaliknya hingga semua benda di atas meja berjatuhan. Sang istri dan juga putrinya memandang ke arah sang papa, saat ini mereka berada di ruang makan. Andreas yang hendak makan malam kembali meradang melihat saham perusahaan anjlok semakin berkurang. Hampir sebagian besar rekan bisnisnya menarik kembali investasi saham yang mereka tanam. Andreas mengacak-acak rambutnya sendiri. Sang istri juga Rosa, putrinya menatap kebingungan. “Ada apa, Papa?” tanya Rosalind. “Joy Zeroun itu sangat arogan, padahal sudah begitu lama aku bekerja sama dengan Zeroun tanpa kendala. Karena masalah kecil dia memutus kerja sama, sekarang sebagian besar investor menarik saham mereka,” decak Andreas berkacak pinggang. “Kau pasti berbuat sesuatu sehingga mereka begitu,” keluh Nyonya Andreas menyilangkan tangan. &nb
Malam telah larut, kediaman Zeroun nampak sepi, para pekerja pastilah sudah tidur atau mungkin mereka sibuk di ruang belakang. Stela dengan bahagia berjalan tanpa alas kaki menuju ke ruang kerja sang suami. Gadis tersebut menghela napas panjang nan berat, dia merapikan rambutnya, menyibakkan ke belakang. Malu sebenarnya, bagaimana tidak, wanita tersebut tengah mengenakan lingerie warna hitam. Lingerie lama yang pernah dia kenakan usai resepsi pernikahan. Mengingat masa lalu yang sebenarnya penuh dengan yah, cerita yang panjang tidak bisa dijabarkan dengan kata. Bahkan Stela sendiri entah dapat keberanian dari mana untuk melakukan hal memalukan tersebut. Pakaian yang begitu sexy, dia kenakan, gila. Memang gila akan tetapi sudah kepalang tanggung. Saat ini Stela berada tepat di depan pintu ruang kerja Axelle. “Baiklah Stela, persiapkan dirimu baik-baik,” kata wanita itu sedikit menarik ke bawah mantel lingerie itu hingga meloro
Stela menatap lekat wajah gagah Axelle yang tepat berada di atasnya. Wajah yang sangat mempesona, bukankah sebuah anugerah dia dapat bersua dengan sang suami. Masa yang telah lalu ketika dirinya masih berusia sembilan belas tahun, dimana harapan, masa depan masih terlihat gemilang, Stela bukan gadis yang pandai secara akademik, akan tetapi dia memiliki kelebihan lain sejak menginjak usia tujuh belas tahun, dia menekuni hobinya menjadi seorang author komik. Ada beberapa karya berseri yang sudah dia terbitkan. Semua berjalan lancar berkat bantuan Arsen, kepala editor yang dulu menanganinya, juga seorang kawan baik setelah Mirza. Dari penghasilan tersebut Stela mampu berdiri sendiri dengan uang hasil keringatnya. Gadis malang yang harus menjadi asisten rumah tangga di kediaman papa kandungnya, jika mengingat itu Stela pun sedih. Akan tetapi, dia sadar benar apa yang dilakukan Zayn tidak lebih dari melindungi sang putri kecilnya. Kematian sang bunda karena kecel
Remang lampu cahaya kamar menyala, ditambah sorot cahaya rembulan yang masuk lewat ventilasi udara juga jendela kaca. Hembusan angin malam menyapa mesra, memberikan sensasi tersendiri bagi kedua insan yang masih bergumul di atas ranjang. Hawa panas menjalar ke seluruh tubuh siring sentuhan-sentuhan tangan yang menjamah semakin intens. Gorden jendela warna putih berkelebat tersapu angin, dimana dua jendela kamar tidak ditutup dan dibiarkan terbuka. Beberapa saat yang lalu ketika Axelle berada di kamar mandi, Stela masuk dengan pakaian yang membuat jiwa lelakinya semakin memuncak. Ibarat korban yang masuk ke dalam kandang pemangsa dengan suka rela. Axelle meraih tubuh Stela, mencium setiap inci lekuk tubuh berbalut lingerie warna hitam. Desahan yang lolos dari bibir Stela membuat Axelle semakin menggila. Tubuh mungil Stela menggeliat, menerima perlakuan Axelle, gelayar aneh menjalar seluruh tubuh yang mulai memanas. Rasanya sungguh
Langkah kaki Axelle pelan menuruni tangga namun, dia berubah waspada ketika mendengar suara. Bedebum! Suara benda jatuh di area belakang. Axelle, melangkah lebih cepat namun, tetap waspada. Lelaki itu mengendap-endap masuk ke arah dapur, memperhatikan dengan seksama bayangan hitam, berdiri di dekat kompor. Axelle bernapas lega, rupanya Joy yang sedang berada di dapur tengah membuat secangkir kopi. Harum semerbak menguar ke segala penjuru ruang. Axelle berkacak pinggang dan tersenyum dengan kepala menggeleng. “Apa yang kau lakukan disini malam-malam?” tanya Axelle. “Hai, Kak,” sapa Joy, “aku sedang mandi,” seloroh Joy lalu tertawa kecil melihat sang kakak nyengir. “Tentu saja aku membuat kopi, Kak,” kata Joy kemudian. “Tadi kau bilang akan ke club malam milik Zayn bersama Roland,” kata Axelle meraih satu gelas panjang. “Ah, tadi asiste