LOGINBUKAN BL Elian hidup dengan rahasia yang tak boleh terbongkar. Dunia mengenalnya sebagai lelaki, tapi masa lalunya berkata lain. Ia tetap seorang perempuan yang berjuang untuk bertahan. Lalu datang Sebastian. Lelaki yang terlalu tenang untuk ditebak, terlalu hangat untuk diabaikan. Apakah cinta bisa menemukan jalan dalam hidup penuh kebohongan?
View More"Maaf, tapi apa ini beneran paspor milikmu?" tanya seorang petugas bandara dengan kening berkerut. "Aku rasa kau tidak bisa berangkat dengan paspor ini."
"Ya, apa ada masalah dengan pasporku?" Seseorang yang menggunakan kaos turtle neck, menjawab dengan kening berkerut. "Itu paspor atas nama Elian Vollen kan?" "Namanya tidak salah, tapi jenis kelaminnya yang salah." "Ya?" Elian tentu saja akan terkejut. "Di sini ditulis perempuan dan kau tidak kelihatan seperti perempuan." Kedua alis Elian terangkat mendengar pernyataan itu. Dia bahkan sudah mau protes, tapi malah mengerutkan kening karena ada kalimat yang rasanya aneh. "Maaf, tapi tadi kau bilang perempuan?" tanya Elian dengan bahasa Inggris sesopan mungkin. Tanpa banyak bicara, petugas imigrasi yang mengurusi Elian memperlihatkan paspor yang dia pegang. Hanya memperlihatkan, tanpa memberi Elian paspornya kembali. "Paspormu ditulis perempuan, tapi tiketmu ditulis lelaki." Si petugas imigrasi menjelaskan dengan bahasa Inggris berlogat aneh. "Ini jelas saja aneh dan aku bersyukur mesin scan paspor elektrik sedang rusak, dan aku bisa menemukan pencurian identitas seperti ini." "Aku tidak mencuri identitas." Tentu saja Elian akan membela diri. "Itu memang aku." "Kalau begitu coba aku lihat kartu identitas dari negara asalmu untuk dibandingkan." Elian sih mau protes, tapi dia batal melakukannya. Biar bagaimana, memang ada sedikit kesalahan dengan paspornya dan wajar kalau ada yang curiga. Mau tidak mau, Elian pada akhirnya mengeluarkan kartu tanda penduduk miliknya. "Di sini ditulis lelaki." Si petugas imigrasi bersuara, setelah membaca dengan seksama. "Lalu kenapa paspormu ditulis perempuan?" "Jujur saja, aku juga tidak tahu apa yang salah." Elian jelas saja tidak punya penjelasan. "Tapi aku berani bersumpah kalau itu aku, sesuai dengan foto dan nama di tiketku kan?" "Sama sih, tapi ...." Si petugas imigrasi terus menatap tiga dokumen yang sekarang dia pegang. Tiket pesawat, paspor dan kartu tanda penduduk. "Ma'am, aku minta tolong." Elian pada akhirnya memilih untuk memelas. "Aku ada urusan pekerjaan dan bosku sedang menunggu. Aku harus cepat pulang ke negaraku. Jadi kali ini biarkan saja lolos, karena itu memang aku dan aku tidak mencuri data orang lain." "Masalahnya kau mencurigakan." Sayang sekali, petugas imigrasi menggeleng. "Aku tidak bisa biarkan kau terbang begitu saja, tanpa ada konfirmasi yang lebih jelas." "Bagaimana kalau aku telepon bosku dulu?" Tiba-tiba saja, Ariana teringat. "Kebetulan, dia yang mengurus perpanjang pasporku yang terakhir kali." Dengan ekspresi kesal bercampur gelisah, Elian merogoh ponselnya. Dia dengan cepat mencari nomor atasannya dan segera menelepon. Tidak peduli dengan perbedaan waktu yang cukup signifikan. "Kau mau mati atau apa?" tanya suara dari ujung sambungan telepon yang terdengar berat dan lelah. "Nanti saja ngomelnya, sekarang aku mau tahu apa yang kau lakukan dengan pasporku?" tanya Elian to the point. "Apa lagi maksudnya itu?" hardik atasan Elian terdengar kesal. "Aku tidak bisa berangkat karena kau." Elian balas menghardik. "Loh, kenapa karena aku?" "Kau membuat kesalahan pada pasporku, tapi ... suara apa itu?" Elian bertanya dengan kening berkerut ketika dia mendengar suara aneh. Suara itu tidak terlalu keras, tapi masih bisa Elian dengar. Itu adalah suara desahan seorang lelaki. "Menjijikkan," desis Elian dengan kening berkerut. "Kalau kalian memang lagi melakukan sesuatu, jangan angkat telepon." "Kau sendiri menelepon sampai berapa kali?" Suara hardikan kembali terdengar dari balik sambungan telepon. "Apa kau pikir aku tidak terganggu?" "Lalu untuk masalahmu, coba kau tanya Sebastian saja. Dia juga berangkat hari ini kan? Kalau tidak salah, pesawat kalian sama. Jadi, repotkan saja dia, jangan aku." "Apa maksud ...." Elian mau protes, tapi sambungan teleponnya sudah terputus. Hal itu tentu saja membuat Elian menggeram marah karena dia sama sekali tidak mendapat solusi apa pun. Malah yang ditawarkan adalah sebuah bencana lain. "Jadi sudah mau ngaku kalau ini adalah data curian?" tanya si pegawai imigrasi dengan senyum yang sangat lebar. "I swear." Elian masih mencoba membela diri. "Aku tidak mencuri data, walau bosku tidak bisa dihubungi." "Bosmu tidak bisa dihubungi?" Kedua alis petugas imigrasi terangkat naik. Elian hanya bisa meringis pelan melihat reaksi itu. Biar bagaimana, dia tidak bisa bilang kalau bosnya sedang menikmati malam dengan suami. Kesannya malah Elian bisa dianggap mengada-ada lagi. "Begini saja." Elian pada akhirnya mengambil keputusan yang tidak dia suka. "Kita bisa diskusi saja. Mungkin ... kau bisa membiarkan aku pergi dengan harga tertentu?" "Kau mau menyuap?" Mulut Elian sudah terbuka lebar mau membalas, tapi batal dia lakukan. Wajah perempuan pegawai imigrasi itu terlihat tidak senang, jadi tidak mungkin diteruskan. Untungnya, ada penolong yang datang. "Permisi." Seorang lelaki datang dan menyapa pegawai imigrasi dengan senyum lebar. "Apa ada masalah?" "Kau siapa?" Si petugas imigrasi tentu saja akan bertanya. "Ehm, kami bersama dan namaku Sebastian." Lelaki itu malah memperkenalkan diri. "Aku lihat dia lama, jadi aku datang bertanya." "Oh, baguslah. Mungkin kau bisa menjelaskan perbedaan jenis kelamin yang ada pada identitas dia. Atau mungkin, kalian ini komplotan ya?" Dengan kening berkerut, Sebastian ini melihat ke arah Elian yang membuang muka. Tidak lama, karena sekarang dia menatap dua identitas rekannya dengan seksama, dan langsung menemukan apa yang salah. "Aku bisa jamin kalau dia perempuan." Sebastian berucap dengan senyum lebar. "Dia itu istriku." "Kau bilang apa?" Elian langsung protes dengan mata melotot."Hangatnya," gumam Elian pelan, sambil mengeratkan pelukannya. "Apa kau benar-benar kedinginan?" Suara yang terdengar barusan, membuat Elian menaikkan sebelah alisnya. Matanya belum terbuka, tapi dia jelas mengenali suara itu. Saking kenalnya, wajah Elian sampai memerah karena sadar apa yang terjadi. "Loh? Kok mukamu merah?" Sebastian langsung terbangun dan memegang kening sang istri. "Apa semalam aku keterlaluan ya?" "Bisa berhenti bicara yang tidak-tidak," desis Elian masih dengan mata terpejam, walau setelahnya dia langsung membuka mata. "Kau sudah bangun?" Sebastian langsung membantu istrinya untuk duduk. "Kau tidak apa-apa? Mau ke rumah sakit?" "Jangan gila." Elian dengan cepat menepis tangan sang suami. "Aku tidak .... Aduh!" "Ada apa?" Sebastian panik sendiri, saat tiba-tiba Elian merintih kesakitan. "Bagian mana yang sakit." Elian tidak membalas, tapi dia menatap sang suami dengan tatapan
Elian duduk dengan gelisah di pinggir ranjang dan dalam ruangan yang lebih remang-remang dari biasanya. Tidak segelap ruangan klub yang lain, tapi bagi Elian merasa ini sudah cukup gelap. "Tidak apa-apa, Eli," gumam yang empunya nama sambil merapatkan jubah mandi yang dia pakai. "Kau sudah setuju untuk ikut ke klub, jadi kau harus tenang." Namun, apa yang Elian lihat di dalam ruangan itu membuatnya merinding. Di dalam ruangan, terpajang berbagai jenis borgol, pecut, berbagai macam bulu, tali dan banyak hal lain yang sanggup membuat Elian merinding. Apalagi kalau dibayangkan. "Sebastian belum tentu akan memakai itu semua." Elian kembali bergumam untuk menenangkan dirinya. "Lagian, kau sudah setuju untuk bercinta dengan cara Sebastian. Jangan jadi pengecut." "Apa kau mau mundur saja?" Suara yang tiba-tiba terdengar, membuat Elian tersentak. Dia menoleh ke arah datangnya suara dan menemukan Sebastian hanya menggunakan handuk di sek
"Pelan-pelan saja." Sebastian memberi nasihat. "Kau bisa bikin itu setelah makan.""Tidak bisa," hardik Elian masih fokus dengan dua ponsel di tangan. "Aku harus selesaikan ini sekarang juga, biar perempuan sinting itu tahu kau tidak suka dia.""Aku sudah bilang dengan jelas kok." Sebastian mengedikkan bahu, sambil mengupas kulit udang. "Dia saja yang terus meneleponku, padahal kan aku sudah punya kau."Elian tidak menanggapi sama sekali karena dia sibuk mengurus ponsel sang suami. Mereka tadi benar-benar pergi ke toko untuk membeli ponsel dan nomor baru.Elian bahkan tidak keberatan memindahkan semua aplikasi ke ponsel baru, mengubah nomor di aplikasi pesan dan mengabari semua orang kalau Sebastian Leclerc punya nomor baru. Tentu saja, Sandy tidak diberi tahu. Apalagi, tadi si mantan itu buru-buru menghilang saat ditantang oleh Elian. Sandy sepertinya belum mau meladeni Elian lagi."Coba buka mulutmu," ucap Sebastian mengulurkan sebuah udang yang sudah terkupas kulitnya pada
[+xxxxxxxxxxx: Aku butuh bicara serius denganmu, berdua saja. Malam ini, di restoran yang biasa. Tertanda Sandy.]Sebastian mengembuskan napas saat membaca pesan itu. Tentu saja dia langsung menghapus pesan itu tanpa membalas, apalagi sekarang dia harus membuat Elian senang. Karena itulah, Sebastian menunggu di ruang tamu, di dekat ruangan Elian."Sir Sebastian, apa yang kau lakukan di sini?" Seseorang yang lewat bertanya. "Belum pulang.""Aku menunggu Elian," jawab Sebastian, merasa tidak perlu menyembunyikan apa pun."Oh, kalau begitu selamat menunggu." Si penanya langsung meringis dan segera berlalu pergi."Sepertinya dia akan bergosip yang aneh lagi," gumam Sebastian sebelum beranjak. "Tapi, itu tidak masalah untukku."Langkah Sebastian terasa mantap saat mendekati ruangan kerja istrinya. Sebenarnya bukan ruangan juga, karena letak meja kerja sang istri hanya beberapa langkah dari ruangan Ariana dan tidak memiliki sekat."Apa kau berencana untuk lembur?" Sebastian langsung






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews