Langkah kaki Axelle pelan menuruni tangga namun, dia berubah waspada ketika mendengar suara. Bedebum! Suara benda jatuh di area belakang. Axelle, melangkah lebih cepat namun, tetap waspada. Lelaki itu mengendap-endap masuk ke arah dapur, memperhatikan dengan seksama bayangan hitam, berdiri di dekat kompor. Axelle bernapas lega, rupanya Joy yang sedang berada di dapur tengah membuat secangkir kopi. Harum semerbak menguar ke segala penjuru ruang. Axelle berkacak pinggang dan tersenyum dengan kepala menggeleng.
“Apa yang kau lakukan disini malam-malam?” tanya Axelle.
“Hai, Kak,” sapa Joy, “aku sedang mandi,” seloroh Joy lalu tertawa kecil melihat sang kakak nyengir. “Tentu saja aku membuat kopi, Kak,” kata Joy kemudian.
“Tadi kau bilang akan ke club malam milik Zayn bersama Roland,” kata Axelle meraih satu gelas panjang.
“Ah, tadi asiste
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar, terima kasih sudah membaca Love Sugar Daddy.
Lily sudah menghabiskan beberapa bungkus Cheetos yang entah dari mana dia ambil. Saat Joy sudah menyelesaikan pekerjaan, menutup laptop lalu menatap ke arah gadis tersebut. Joy melebarkan mata, melihat meja penuh berisi bungkus Cheetos, juga beberapa kaleng soft drink. Dia menatap ke arah Lily yang tengah meneguk minumannya. Tanpa risih sedikit pun Lily menatap Joy yang masih melongo. “Tubuhmu kerdil tapi kau banyak makan, tidak takut berat badan naik?” tanya Joy menatap pipi dan bibir Lily yang terdapat remah-remah. “Saya bukan kerdil,” desis Lily memanyunkan bibir. Lily mengangkat tangan hendak mengelap bibir, Joy menampik tangan tersebut, dia lalu menarik box tisue di tengah meja menyerahkan kepada Lily. Gadis muda itu tersenyum kemudian mengambil tisue untuk mengelap mulut. Joy menatap wanita di dekatnya itu lalu terkekeh kecil. “Tuan Muda sudah se
Axelle keluar dari kamar mandi untuk dengan mengenakan handuk kimono. Rambutnya basah kuyup pertanda lelaki tersebut baru usai mandi. Dia mengernyitkan kening, melihat ranjang kosong. Ada kekhawatiran langsung menyergap hati. Lelaki tersebut mengedarkan pandang, dia menggigit bibir lalu bernapas lega kala melihat bayangan Stela nampak di depan pintu jendela balkon, tertutup gorden. Axelle melangkah mendekat ke arah balkon. Tirai warna putih itu berkelebat tertiup angin, menutup wajah Axelle. Lelaki tersebut, menyibakkan tirai di wajahnya, terlihat Stela berdiri dengan kepala mendongak ke atas, tubuhnya bak terguyur cahaya rembulan, pemandangan eksotis, yang membuat Axelle tertawan. “Apa yang kau lakukan disini, Sayang?” tanya Axelle memeluk sang istri dari belakang. Axelle menyusupkan kepala ke ceruk leher bagian kanan sang istri, mengecup lembut. “Menatap rembulan, bukankah indah, Mas,” ujar Stela. &nb
Andreas berdiri di depan gedung perkantoran milik Zeroun Grup. Dia tersenyum ketika melihat Axelle berjalan menaiki tangga. Lelaki tua tersebut lalu melangkah mendekati Axelle. Axelle tidak terkejut dengan kehadiran Andreas juga Arsen di kantornya. Entah apa yang hendak kedua orang tersebut lakukan, lelaki tersebut membalas senyum ketika Arsen tersenyum. “Hai, adik ipar,” sapa Arsen melambaikan tangan. Senyum Axelle menghilang ketika mendengar Arsen memanggilnya ‘adik ipar’ terdengar aneh dan tidak terbiasa. Arsen memang kakak iparnya namun, melihat lagi, mengingat, membuat dia bingung bagaimana harus bersikap. Harga dirinya terluka dipermainkan seorang yang baginya ‘bocah kecil’ Arsen menghela napas berat lalu menatap kedua orang di hadapannya. Arsen masih terlihat tengil sedangkan lelaki tua yang berdiri di belakangnya nampak angkuh, tatapannya enggan. “Kenapa kalian ber
Beberapa orang berjajar di depan emperan sebuah toko, ada penjual minuman, membeli penyegar tenggorokan di kala siang yang panas tidak terkira. Belakang penjual minuman tenda tersebut ada sebuah bangunan toko bunga, di sana Stela sekarang berada, di dalam toko bunga bersama Lily melihat bunga-bunga indah bermekaran. Seorang wanita berpakaian sexy dengan dress scuba warna merah lengan sabrina. Wanita tersebut memperhatikan Stela dari seberang jalan, di dalam sebuah mobil warna hitam. Setelah beberapa saat, dia keluar mobil, mengenakan kacamata hitam, menyeberang jalan, langkahnya tegap dengan kepala sedikit mendongak ke atas. Wanita itu masuk ke dalam toko, berhenti di belakang Stela juga Lily yang tertawa girang mengamati beberapa tanaman bunga dalam pot yang terlihat segar. “Kau Stela, bukan?” tanya wanita tadi. Stela menoleh lalu menatap wanita tersebut, matanya melebar dengan mulut melongo memben
Axelle tengah mengikuti rapat di kantornya, kebersamaan dengan sang istri dan bayangan Stela menari dalam pikiran. Ketika malam, Stela mengenakan lingerie hitam, beberapa kenangan masa lalu muncul, bergantian kejadian ketika Stela mencoba merayunya. Dia tersenyum, beberapa karyawan memandang heran. Namun, mereka bersyukur setidaknya sang atas lebih baik dari pada tatapan dingin angkuh di masa lalu. Axelle semakin memikirkan sang istri, hatinya gelisah. Dia meraih ponsel di atas meja, iseng menekan nomor Stela, menunggu beberapa detik, panggilan tidak terjawab. Senyum di bibir Axelle menghilang, wajahnya berubah masam, membuat beberapa karyawan yang melihatnya merasa terganggu. “Iblis telah kembali menyelimuti CEO kita,” bisik salah seorang yang duduk bersebelahan dengan Axelle. Lelaki yang duduk di sampingnya diinjak kaki oleh wanita di samping kiri, lelaki yang berbisik tadi mendelik menoleh ke arah sang wanita. &nbs
Stela membuka mata dengan perlahan dia menatap ke sekeliling, mata gadis cantik tersebut melebar. Jantung berdegup kencang, dia menoleh ke arah Lily, membenahi letak duduknya. Lily tersenyum nyengir, menatap ke arah majikan dengan wajah tanpa dosa. “Lily, mobil kenapa berhenti?” tanya Stela mendelik. Lily terkekeh dengan ekspresi tidak berdaya, “Bensin habis, Nyonya,” keluh Lily kembali nyengir. “Serius?” tanya Stela mencoba menenangkan diri. “Serius lahir batin, Nyonya,” jawab Lily menelan saliva. “Ini gila, kalau habis kenapa masih disini, ayo turun,” pekik Stela membuka pintu mobil diikuti Lily. “Kabur!” teriak Stela kompak dengan Lily. “Joy, kalau kau tidak sampai di waktu yang tepat aku akan memecatmu menjadi adik ipar,” teriak Stela yang masih menggenggam ponsel dengan erat. Keduan
Axelle mulai panik, dia mencengkeram rambutnya merasa frustrasi. Tidak pernah dia sangka, jika dia begitu mencintai Stela sedalam ini. Membuatnya terus berpikir seperti orang tidak waras. Marah secara tiba-tiba seperti yang baru saja dia lakukan hanya karena Stela tidak dapat dihubungi. Lelaki tersebut baru saja keluar dari lift, berjalan menuju lobi diikuti Roland. Pemuda tersebut menatap heran sang atasan, dia tersenyum melihat tingkah aneh Axelle, tuannya sedang cemburu buta tidak beralasan. Axelle melirik ke arah sang asisten tersebut, dia mengernyitkan kening. Tatapan tajam, dahinya berkerut membuat kedua alis menyatu. “Aku tahu kau sedang menertawakanku Roland,” keluh Axelle, ekspresi menahan tawa itu, membuatku ingin mencekikmu,” lanjut Axelle berkeluh. Kali ini Roland benar-benar terbahak tidak dapat menahannya lagi, “Astaga Tuan, Anda sedang cemburu,” ujar Roland masih terkekeh. &nb
Stela menyeruput es cappuccino dalam kemasan hingga suaranya terdengar nyaring, baik Axelle maupun yang lain menatap ke arah wanita itu. Hah! Stela mendesah merasakan tenggorokan yang kini terasa segar, menikmati sensasi manis segar minuman yang masuk ke dalam tenggorokannya. Saat ini mereka tengah duduk di bawah pohon rindang, di mana seorang pedagang es kemasan cup menjajakan dagangannya di pinggir trotoar. Axelle langsung melotot ke arah ketiga lelaki yang memandang wajah sang istri, Joy, Mirza juga Roland langsung mengalihkan pandang. “Si maung tengah tidak ingin pasangannya kita lirik,” sindir Joy. “Kau benar, tatapan Matanya itu mengisyaratkan seperti, ‘akan aku cungkil matamu jika menatapnya’ bukankah begitu,” timpal Mirza menatap ke arah Joy. “Benar sekali,” ujar Lily. Ro