Bella tersenyum getir mendengar ucapan yang keluar dari mulut wanita di depannya. Baru pertama kali bertemu, wanita itu sudah berani membentak dan mengancam dengan tatapan mata tajam.
Mulanya Bella masih bersikap sopan, namun lawan bicaranya justru semakin menggila dengan mengeluarkan ucapan kasar menggunakan nada tinggi. Entah apa yang diinginkan wanita yang sepertinya masa lalu Anugrah, Bella tak ingin tahu dan tak mau tahu tentang itu. "Jauhi suamiku brengsek!" maki wanita itu yang berjalan mendekati Bella dengan wajah garang. "Jangan dekati dia! Dia tidak pantas untuk wanita sepertimu!" Senyum kecut terukir di wajah Dokter Kandungan yang sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. "Suami? Maksud Anda, Mas Anugrah?" Bella menatap angkuh. "Apa Anda tidak malu masih mengakui dia sebagai suami?" Mendengar nama mantan suaminya disebut, wanita bernama Yuliana itu melotot. "Mas? Hah? Apa aku tidak salah dengar? Kau memanggil dia dengan sebutan Mas?" "Ya, Mas. Aku memanggil Mas Anugrah dengan sebutan itu? Memang ada masalah apa dengan Anda? Bukannya Anda hanya mantan istrinya?" balas Bella dengan tatapan dingin. Yuli mendengus emosi. Mengangkat satu tangan ke depan wajah Bella. "Tutup mulut kotormu itu! Kau tidak pantas memanggilnya dengan sebutan Mas! Aku ini Istrinya!" Bella tertawa getir, "Istri? Haha! Tidak tahu malu! Anda itu mantan Istri. Apa Anda lupa kalau kalian berdua sudah bercerai? Anda itu hanya masa lalu Mas Anugrah. Jangan lupakan itu! Dan sekarang Mas Anugrah sudah memiliki masa depan lain. Yaitu aku!" Ucapan lantang yang keluar dari mulut Bella, sukses membuat darah Yuli mendidih. Ia melangkah mendekat, lalu mendorong lengan Dokter Kandungan itu hingga membuatnya nyaris terjerembab ke atas lantai. Bella berpegangan pada dinding, menegakkan tubuh dengan tatapan menantang. "Apa mau Anda sebenarnya? Hah! Jangan membuat keributan di rumah sakit ini!" Yuli membuang napas kasar. "Jauhi suamiku dasar pelakor! Mas Anugrah memiliki anak dariku! Dan kau hanya orang lain! Pergi dari hidup suamiku!" Bella tersenyum kecut. "Anda belum sadar juga, Anda itu mantan istri Mas Anugrah! Bukan istrinya lagi!" Plak! Tamparan keras mendarat di pipi Bella. Rasa panas menjalar ke seluruh wajah hingga membuat telinganya berdenging. Lima jari tangan Yuli membekas di kulit mulus tanpa noda itu. Bella memegang pipinya yang perih. "Anda pikir aku takut? Aku tidak akan takut karena aku tidak pernah merebut suami Anda!" Wajah Yuli memerah. Napasnya terengah hebat. "Aku tidak akan membiarkanmu merebut Mas Anugrah!" Ia mendekati Bella sambil mengepalkan tinjuan. Namun, baru saja ingin memberi pukulan ke wajah, terdengar suara langkah kaki mendekati ruangan itu. Dengan cepat Yuli menurunkan tangannya, berjalan melewati Bella menuju pintu. "Anda mau ke mana? Kita belum selesai!" teriak Bella memutar tubuh, melangkah cepat menghampiri Yuli. "Jangan kabur! Kita belum selesai!" ARRRGGGHHH! Yuli mengerang kencang saat Bella menarik rambut panjangnya. Klek! Pintu dibuka lebar, Bella terhenyak kaget saat aksinya disaksikan oleh Dokter lain. Buru-buru ia melepas cengkraman tangan di rambut Yuli. "Dok, tolong saya, Dokter ini mau menyakiti saya," rintih Yuli dengan wajah memelas menatap Dokter laki-laki itu. Dokter bernama Nikol menatap Bella. "Ada apa ini, Dok? Dia siapa? Kenapa dia ada di ruang diskusi?" Wajah Bella memucat panik. Syok karena ternyata Yuli pintar bersandiwara, seolah dialah yang menyakiti wanita itu. "Sa-saya bisa menjelaskan semuanya Dok," kata Bella tergagu. "Semua ini tidak seperti yang Anda lihat." Yuli meringis, memegang rambut yang ditarik oleh Bella tadi lalu berjalan mendekati Nikol. "Saya permisi Dok, saya takut. Untung Dokter datang, kalau tidak kemungkinan saya disakiti oleh Dokter aneh itu." Ia menoleh ke arah Bella dengan senyuman licik. "Saya permisi Dok." Ia berlari menjauh dari ruangan tersebut. Bella terdiam, masih tak menyangka kesalahan itu akan dilimpahkan padanya. "Bisa tolong jelaskan pada saya, Dokter Bella," pinta Dokter Nikol yang baru saja ditugaskan di rumah sakit Ibu dan Anak sebagai Dokter spesialis Gizi. Ia tidak mengenal siapa wanita tadi. Bella menghela napas panjang, menundukkan kepala. "Maaf Dok, tadi itu hanya masalah pribadi. Maaf. Tolong rahasiakan kejadian tadi. Saya permisi." Ia melangkah cepat kembali ke ruang kerjanya. Dokter Nikol terdiam dengan tatapan bingung. "Cek!" Ia menggeleng lalu masuk ke ruang diskusi medis dan menutup pintu. *** Matahari terbenam di ufuk Barat. Langit kian menguning, menunjukkan hari sudah semakin sore. Setelah selesai menjalankan tugas, Bella memutuskan pulang ke rumah dan membatalkan kencan dengan Anugrah. Saat ini di dalam mobil mewah milik sang Direktur, Bella duduk di kursi sebelah kemudi sambil menatap pemandangan dari jendela mobil. Sejak kejadian di rumah sakit, ia lebih banyak diam dan termenung. Semua itu membuat Anugrah bertanya-tanya, namun belum mendengar jawaban sama sekali. "Honey, kamu lapar?" tanya Anugrah menggenggam jemari lentik Bella erat. Dokter Kandungan itu menghela napas panjang, menggeleng pelan. Anugrah melirik, "Terus kenapa kamu diam aja? Ada masalah di rumah sakit? Ada yang menggangu pikiran kamu? Siapa? Katakan sama aku." Bella kembali menggeleng, "Ngga ada Mas. Aku ngga apa-apa, cuma capek aja." Anugrah menganggukkan kepala paham. "Aku tahu kamu capek. Kita istirahat di Hotel ya." Bella berdecak, menoleh ke arah Anugrah. "Aku capek Mas, mau pulang. Lain kali aja ke Hotel. Aku mau istirahat di rumah." "Oke, tapi beneran kamu ngga apa-apa? Kalau ada apa-apa, cerita sama aku. Biar aku bisa bantu. Jangan dipendam sendiri. Kamu lupa kalau ada aku di hidup kamu sekarang?" Bella menatap kekasihnya yang tengah fokus mengendarai mobil. "Kamu sama mantan Istri kamu udah beneran cerai belum Mas?" Anugrah tersenyum kecil, mengangkat satu alisnya. "Kok nanya begitu? Memang kenapa? Kamu ngga percaya aku udah cerai sama dia?" "Bukan ngga percaya Mas, tapi aku .... " Bella menggantung ucapannya, malas membahas kejadian tadi. Namun, ia masih menyimpan dendam pada wanita itu. "Kenapa? Cerita sama aku. Apa yang kamu pikirkan? Kamu ngga percaya aku udah jadi duda?" Bella menghela napas dalam, "Tadi mantan Istri kamu datang ke rumah sakit Mas." Mendengar ucapan Bella, kedua mata Anugrah membulat sempurna. "Siapa? Yuli?" Bella menganggukkan kepala. "Iya Mas, dia datang ke rumah sakit dan marah-marah sama aku. Bahkan dia nampar aku." Ia menunjukkan bekas merah di pipi yang mulai hilang. Anugrah menoleh, melihat pipi kekasihnya. "Kamu yakin wanita itu mantan Istriku?" "Yakin Mas, masa aku bohong? Kamu ngga percaya sama aku?" "Bukan ngga percaya Sayang, tapi mantan Istriku itu tinggal di luar negeri. Dia belum pulang ke Indonesia. Aku saja tidak pernah bertemu dia lagi sejak kami resmi berpisah." Bella membulatkan kedua mata indahnya, "Kamu yakin Mas? Tapi tadi dia bilang dia mantan Istri kamu," balasnya, yang memang belum pernah melihat mantan istri Anugrah sama sekali. Anugrah terdiam, 'Apa mungkin dia sudah pulang ke Indonesia?' batinnya. "Mas," panggil Bella. Anugrah mengusap pipi sang kekasih lembut. "Aku akan mencari tahu. Kalau benar dia menyakitimu, aku akan membalasnya." Bella tersenyum. "Makasih Mas," ucapnya menempelkan pipi di telapak tangan Anugrah.Meski tak mendapatkan persetujuan dari keluarga pasien, Bella tetap akan melakukan operasi secar, karena kondisi pasien kali ini benar-benar membutuhkan pertolongan secepatnya. "Siapkan ruang operasi secar sekarang!" titah Bella pada perawat. "Tapi Dok, suami pasien menolak operasi secar. Apa kita tunggu saja sampai suami pasien datang? Bagaimana, Dok?" "Suami pasien ada di mana?" "Dia sedang pergi, Dok. Sudah beberapa jam tapi belum datang lagi." Bella membuang napas panjang. "Tidak ada pilihan, karena kondisi pasien sudah melemah. Kita harus secepatnya melakukan tindakan operasi secar untuk menyelamatkan pasien." "Kalau ada yang melaporkan, gimana Dok?" Perawat terlihat cemas. Kejadian seperti ini baru pertama terjadi di rumah sakit, dimana ... keluarga pasien menolak memberi ijin pada Dokter agar melakukan tindakan secepatnya. Bella terdiam. Tatapannya beralih pada lantai. Ia berpikir keras, tahu resiko yang akan diambil. Kondisi pasien yang semakin melemah, membua
Selesai berbagi kehangatan di atas ranjang. Paginya Anugrah bersiap-siap untuk kembali beraktivitas. Bukan hanya sang Direktur. Bella yang juga bekerja di rumah sakit sebagai Dokter Kandungan, mulai bersiap untuk menjalankan aktivitas seperti biasa. Bella sudah berpenampilan rapi, menggunakan kemeja panjang pink muda dengan bawahan rok span selutut. Sedangkan Anugrah menggunakan jas biru tua pilihan Bella yang memang ada di dalam koper. "Kita sarapan dulu," kata Anugrah mengajak kekasihnya keluar dari kamar hotel. Mereka sengaja tak meminta pelayanan hotel yang biasa mengantar sarapan, karena ingin sarapan di luar. Keduanya melangkah beriringan menuruni bangunan hotel bintang lima tersebut, menuju parkiran. "Kamu mau sarapan apa?" tanya Anugrah setelah mereka sampai di tempat parkir. Ia membukakan pintu mobil untuk kekasihnya. "Sarapan bubur ayam aja, Mas. Kita ke tukang bubur ayam langganan aku." Bella masuk setelah melihat anggukkan kepala setuju pria tampan itu. Anugrah
Malam harinya setelah selesai menyantap makan malam di restoran hotel bintang lima, yang menjadi tempat tinggal sementara. Bella dan sang kekasih kembali ke kamar hotel. Keduanya duduk di balkon kamar sambil menikmati pemandangan indah langit gelap berselimut bintang. "Terima kasih untuk hari ini," ucap Bella sambil menatap Anugrah. "Kamu meluangkan waktu satu hari full untukku. Padahal aku tahu kamu sibuk." Anugrah membalas tatapan itu dengan senyuman. Senyum hangat yang menggetarkan hati Bella. Ia sangat mencintai pria itu, pria yang selalu ada untuknya selama beberapa bulan ini. Namun sayang, kisah cinta yang dia pikir mulus ternyata penuh lika-liku. Siapa yang menyangka, kalau mantan istri Anugrah belum sepenuhnya menerima perceraian mereka. "Mas," panggil Bella. Ada sesuatu yang mengganjal pikiran, dan sudah sejak lama ingin dia tanyakan pada sang kekasih. "Ya, ada apa?" Anugrah meraih jemari lentik Bella yang berada di atas meja. Ia tatap wanitanya dengan penuh kasih sa
Setibanya di kamar hotel, Bella melangkah lesu mendekati ranjang. Ia duduk di sudut kasur empuk itu dengan wajah tak bersemangat. Rasa lelah yang menguasai seluruh tubuh bukan berasal dari aktivitas seharian, namun lelah itu muncul karena ketegangan pikirannya. "Aku pesan makanan untukmu ya," ucap Anugrah sambil meletakkan tas tenteng Bella ke atas meja kecil di samping tempat tidur. Ia menatap wajah kekasihnya yang terlihat murung. Mungkin satu gelas susu panas dan makanan ringan bisa membuat mood Bella kembali, pikirnya. Bella menarik napas panjang lalu melirik sang Direktur. "Aku gak mood makan Mas. Aku mau mandi dulu." Ia berdiri, melangkah gontai mendekati kamar mandi lalu masuk. "Aku tetap pesan makanan. Kamu pasti belum makan, Honey," seru Anugrah sebelum Bella menutup pintu kamar mandi rapat-rapat. Tak ada sahutan, hanya terdengar suara kucuran air shower yang dibuka oleh Bella. Meskipun Bella menolak, Anugrah tetap memesan makanan ringan dan berat pada resepsionis h
"Kamu ngomong apa sih Mas! Aku masih ada di luar negeri. Jangan asal bicara!" Yuli meninggikan suaranya, tak terima mendengar tuduhan mantan suami. "Aku tahu kau berbohong! Coba tunjukkan kalau memang kau ada di luar negeri!" "Aku memang ada di luar negeri bersama Anggun." Yuli mengubah mode telepon menjadi mode video call. Ia memperlihatkan apartemen di luar negeri dan posisinya yang tengah duduk berdua dengan sang anak. Anugrah hanya diam sambil memperhatikan mantan istri dan anaknya. "Hay, Pa. How are you?" sapa Anggun sambil melambaikan tangan di depan layar ponsel. Anak satu-satunya mantan pasangan itu, tersenyum simpul pada ayahnya. "Sekarang kamu percaya kan? Aku gak bohong. Aku ada di luar negeri dan aku belum pulang ke Indonesia. Untuk apa aku berbohong? Lagi pula, aku gak punya urusan apapun di sana, buat apa aku pulang." Yuli mempertegas ucapannya dengan wajah dingin. Senyum yang terukir di wajah ibu beranak satu itu, terlihat kecut. "Kalau kamu nelpon aku cuma unt
Bella berlari cepat masuk ke dalam kamar, mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja kecil samping tempat tidur sambil mengawasi sekitar. Tangannya gemetar hebat. Seluruh tubuh terasa dingin seperti es. Wajahnya memucat panik dengan detak jantung tak beraturan. Ia terhentak kaget setiap kali terdengar suara benda dilempar dari arah luar. Air matanya mengalir deras membasahi wajah. Sambil menghubungi seseorang, Bella memperhatikan keadaan di ruang kamarnya. Tak berapa lama, telepon darinya diterima oleh seseorang dari ujung sambungan. "Halo, kantor Polisi? Sa-saya ingin melaporkan penyerangan di rumah saya. Tolong datang Pak. Saya takut," ucap Bella dengan suara gemetar. "Baik Bu, tenang dulu. Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan di sana? Anda ada di mana sekarang?" "Saya ada di rumah Pak, tolong kirim bantuan ke sini. Alamatnya di komplek perumahan Permai Indah. Nomor rumah dua ratus satu. Blok G. Tolong secepatnya ke sini Pak. Saya takut." "Tenang dulu Bu, bisa jelaskan k
Selesai bercinta di dalam kamar mandi, keduanya melanjutkan peraduan peluh itu di atas ranjang berukuran king size. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, ketika suara desahan dan lenguh memenuhi ruang sunyi dengan pencahayaan temaram itu. Anugrah melakukan tugasnya dengan baik, memberi kenikmatan tak tertahankan pada Bella yang berada di di atas tubuhnya. Beberapa kali mereka mengulang dengan berbagai gaya, hingga permainan panas itu tetap dimenangkan oleh sang Direktur yang tersenyum puas sambil mengatur napas terengah. "Kamu luar biasa, Honey," puji Anugrah, menghargai kerja keras Bella untuk membuatnya puas setiap saat. Bella turun dan duduk di samping kekasihnya sambil menarik selimut, kemudian berbaring. "Aku gak ada apa-apanya dibandingkan kamu, Mas." Ia memiringkan posisi tidur, menatap sang kekasih lekat. "Kamu luar biasa. Makasih ya." Sang Direktur menenggelamkan Bella dalam pelukan hangat, mengecup mesra puncak kepala kekasihnya dengan lembut dan penuh kasih
Napas terengah Anugrah terdengar. Hembusannya menyapu kulit mulus Bella yang tengah berada di bawah kungkungan sang Direktur. Bella menatapnya lekat. Bibirnya terkunci, tak bisa mengatakan sepatah katapun, atau menolak. Ajakan bercinta itu membuat desir darah Bella mengalir deras, mengantarkan hangat ke seluruh tubuh. Kecupan nakal bibir Anugrah menjelajahi setiap inci jenjang leher Bella yang wangi dan bersih. Puas menikmati harum lembut kulit leher, kecupan Anugrah turun ke bagian dada, membuat tubuh Bella menggeliat liar. Ia tahu semua yang dilakukan salah! Namun sialnya, hasrat di dalam tubuh seolah menerima dan menginginkan lebih dari sekedar ciuman panas. "Emh!" desah tak tertahan lolos dari mulut Bella saat Anugrah melumat bulatan ranum buah dada yang tegang. "Mas!" racaunya pelan. Mencoba untuk diam, namun suara lenguh itu keluar begitu saja. Yang dilakukan Anugrah sukses membuat Bella kehilangan akal sehat. Ingin terus merasakan sentuhan lebih liar lagi. Pri
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Bella lebih banyak diam dan menatap pemandangan malam dari luar jendela. Sementara di sampingnya, Anugrah tampak fokus mengendarai mobil sambil memikirkan, 'Apa benar Yuli mendatangi kekasihnya?' karena seingat sang Direktur, mantan istrinya itu berada di luar negeri bersama anak mereka. Ditatapnya wanita Kesayangan yang melamun sambil menyandarkan kepala di kaca jendela mobil. "Tidurlah, kalau sudah sampai, aku bangunin kamu." Ia belai rambut hitam panjang dan lembut itu. Samar-samar ia mendengar helaan napas panjang Bella, yang mengabaikan ucapannya. Ia mulai menangkap adanya kekesalan yang ditunjukkan sang kekasih, mungkin karena pertemuan tidak mengenakan tadi. "Aku benar-benar tidak tahu dia sudah kembali ke Indonesia," kata Anugrah, menyesal karena tidak berada di samping Bella tadi. Dokter kandungan itu menoleh, "Aku tahu Mas. Ini semua bukan salah kamu. Aku hanya merasa sakit hati karena mantan Istrimu mengatakan aku pelakor." Keni