Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Bella lebih banyak diam dan menatap pemandangan malam dari luar jendela.
Sementara di sampingnya, Anugrah tampak fokus mengendarai mobil sambil memikirkan, 'Apa benar Yuli mendatangi kekasihnya?' karena seingat sang Direktur, mantan istrinya itu berada di luar negeri bersama anak mereka. Ditatapnya wanita Kesayangan yang melamun sambil menyandarkan kepala di kaca jendela mobil. "Tidurlah, kalau sudah sampai, aku bangunin kamu." Ia belai rambut hitam panjang dan lembut itu. Samar-samar ia mendengar helaan napas panjang Bella, yang mengabaikan ucapannya. Ia mulai menangkap adanya kekesalan yang ditunjukkan sang kekasih, mungkin karena pertemuan tidak mengenakan tadi. "Aku benar-benar tidak tahu dia sudah kembali ke Indonesia," kata Anugrah, menyesal karena tidak berada di samping Bella tadi. Dokter kandungan itu menoleh, "Aku tahu Mas. Ini semua bukan salah kamu. Aku hanya merasa sakit hati karena mantan Istrimu mengatakan aku pelakor." Kening Anugrah berkerut, "Pelakor? Dia mengatakan itu padamu?" Bella mengangguk pelan, "Iya Mas, dia mengatakan itu. Dia menganggap aku pelakor. Sepertinya dia mengira aku penyebab kamu dan dia bercerai. Padahal kita bertemu saat kamu sudah resmi menjadi duda. Bahkan awalnya aku tidak tertarik menjalin hubungan denganmu." "Kurang ajar!" Anugrah menghela napas kasar. Berdecak kesal sambil mengepalkan tinjuan di atas stir mobil. "Dia itu tidak tahu apa-apa!" Yang dikatakan Bella benar mereka bertemu setelah dia resmi bercerai dari Yuli, bukan saat dia masih memiliki hubungan pernikahan. Flashback! Bella bukanlah Dokter baru di rumah sakit Ibu dan Anak, namun keberadaan Dokter Kandungan berwajah cantik itu menarik perhatian Anugrah_Direktur Utama rumah sakit tersebut. "Saya ingin bertemu dengan Bella Thania, dia Dokter Kandungan di rumah sakit ini 'kan?" Anugrah bertanya pada staf rumah sakit. "Iya Pak, sebentar saya panggil Dokter Bella." Staf itu keluar dari ruangan sang Direktur. Beberapa menit kemudian, Bella melangkah masuk ke ruangan yang pintunya tidak ditutup tersebut. "Permisi Pak Anugrah, Anda memanggil saya?" tanya Bella pada Direktur. Ia berdiri di depan meja sambil menundukkan kepala. Anugrah menegakkan pandangan ke depan, lalu menutup laptop. Ia terdiam menatap kagum pada kecantikan sang Dokter. Jujur saja, baru pertama kali dia melihat Dokter bernama Bella itu dari jarak dekat. Biasanya mereka hanya bertatap mata sekilas saat bertemu di lobby rumah sakit. "Maaf Pak Anugrah, ada apa Anda memanggil saya?" tanya Bella dengan wajah khawatir. Baru pertama kalinya dia dipanggil ke ruang Direktur. Anugrah menggeleng cepat, mengenyampingkan perasaan kagum pada Bella lalu membuka lembaran laporan rumah sakit. "Silakan duduk!" kata sang Direktur menunjuk kursi di depannya. Bella mengangguk, melangkah mendekati kursi lalu duduk di depan meja kerja sang Direktur. Ia menundukkan kepala, meremas jemari tangan di atas pangkuan. Anugrah kembali menatap Bella, "Ada laporan masuk tentang pasien yang kemarin melahirkan di rumah sakit ini. Apa benar Anda yang menanggung semua biaya persalinan secar pasien itu menggunakan dana pribadi Anda?" Bella mengangguk, mengiyakan, "Iya Pak." "Apa dia anggota keluarga Anda?" tanya Anugrah dengan nada tegas. Bella menggelengkan kepala, "Bukan Pak. Saya sama sekali tidak mengenal pasien. Saya melakukan itu karena saya ingin membantu atas dasar kemanusiaan. Bukan karena saya keluarga pasien. Saya tahu peraturan rumah sakit melarang itu." Anugrah manggut-manggut. Ia kembali melihat lembaran laporan yang masuk tentang Bella dan membacanya dengan teliti. Bertahun-tahun menjadi Direktur rumah sakit, namun baru pertama kali ia melihat kebaikan tulus dari seorang Dokter Kandungan yang sering membantu pasien kurang mampu. Meskipun perbuatan itu terpuji, tapi rumah sakit memiliki aturan sendiri terkait masalah tersebut. Anugrah harus tetap menegur jika memang apa yang dilakukan oleh Dokter menyalahi aturan yang tertulis dan disepakati. "Sebagai seorang Dokter, Anda seharusnya tahu aturan dan larangan rumah sakit ini," ujar Anugrah. "Saya mengerti Pak, dan yang saya lakukan sama sekali tidak melanggar kode etik kedokteran. Saya juga tidak pernah menangani pasien yang masih keluarga saya." Diam-diam Anugrah menatap Dokter cantik yang menundukkan kepala itu sambil tersenyum kecil. "Maaf kalau yang saya lakukan membuat Dokter di sini merasa tidak nyaman," ucap Bella. Anugrah menghela napas panjang. "Baik, terima kasih kalau Anda sudah paham. Anda boleh keluar." "Terima kasih Pak." Bella berdiri, melangkah menuju pintu. Namun, langkah kaki itu terhenti saat Anugrah memanggil namanya lagi. Bella memutar tubuh, melihat ke arah sang Direktur. "Ada lagi, Pak?" tanyanya. "Boleh saya mengajak Anda makan siang? Ini di luar urusan pekerjaan," kata Anugrah to the point. Ia mengangkat satu tangan dan melihat jam. Bella membulatkan kedua mata lebar. Baru saja ditegur, dan sekarang dia diajak makan siang? Maksudnya apa? "Gimana? Saya tunggu jawaban kamu," tanya Anugrah. Bella mengangguk pelan. Toh cuma ajakan makan siang, pikirnya. "Terima kasih, Anda boleh kembali," senyum Anugrah. "Baik Pak." *** Dari yang awalnya hanya makan siang, siapa yang menyangka hubungan itu berlanjut lebih jauh dan perasaan mereka semakin dalam. Bella baru saja mendengar Anugrah menyatakan cinta padanya dan mengakui status sebagai Duda. "Aku duda anak satu. Aku bercerai dari Istriku karena rumah tanggaku tidak pernah baik-baik saja. Aku harap status itu bukan penghalang untuk hubungan kita," kata Anugrah sambil berjongkok di depan Bella dan memberikan sekuntum bunga mawar. "Bagaimana Bella? Mau 'kan kamu jadi kekasihku?" Rona merah terlihat di kedua pipi Bella. Ungkapan cinta Anugrah sukses membuat hatinya berbunga-bunga. Meski sudah berumur, siapa yang menyangka sang Direktur sangat romantis. "Mau 'kan kamu menjadi kekasihku?" tanya Anugrah menatap tulus. Bella mengangguk pelan, menerima cinta tulus Direktur itu. "Kamu mau?" tanya Anugrah dengan wajah semringah. "Iya Mas, aku mau," senyum Bella yakin. Ia mengambil bunga itu dan meminta Anugrah berdiri. "Terima kasih Honey." Anugrah memeluk Bella erat. "Aku berjanji aku akan membawa hubungan ini lebih jauh. Kita akan secepatnya menikah." "Aku tunggu lamaranmu, Mas," ucap Bella dengan senyuman lebar. * Satu bulan menjalin hubungan, Bella tak pernah membayangkan jika dia akan menyerahkan apa yang dijaga selama dua puluh sembilan tahun. Ya, selama dua puluh sembilan tahun ia hanya fokus bekerja dan mengejar karier sebagai Dokter, namun sekarang... di malam indah ini, dia akan menyerahkan semuanya pada Anugrah. Saat ini di dalam kamar sunyi yang menjadi saksi bisu kecupan panas keduanya, Bella terdiam pasrah saat Anugrah meminta lebih dari sekedar ciuman mesra. "Aku baru pertama melakukan ini, Mas." Bella menghela napas yang terengah. Suhu ruangan mendadak panas, mengantarkan hawa menyeruak ke dalam tubuh. Anugrah membulatkan kedua mata lebar, "Kamu masih perawan?" Ia menatap tak percaya. Di jaman sekarang. Diusia Bella yang tak muda, mana mungkin wanita itu masih perawan? Namun anggukan kepala Bella menjawab pertanyaan itu, "Iya Mas. Aku masih perawan." Anugrah mendesah pelan. Belum percaya sepenuhnya. "Apa kamu mau memberikannya padaku?" Bella terdiam membisu. Mengamati ke seluruh ruang kamar yang sunyi dan hanya diterangi lampu tidur di atas meja. Dalam hati berpikir, kalau dia menolak, apa mungkin Anugrah akan melepaskannya? Apalagi saat ini mereka ada di atas ranjang dengan tubuh polos satu sama lain. "Aku akan menikahimu," bisik Anugrah lembut. Jantung Bella berdegup kencang. Sangking kencangnya, suara itu terdengar olehnya.Bella semakin gelisah saat melihat mobil yang ditumpangi tidak kunjung sampai ke tempat tujuan.Berulang kali ia bertanya, tetapi jawaban supir tetap sama. Pria itu hanya memotong jalan agar lebih cepat sampai. Namun, Bella semakin ragu, karena jalanan yang dilewati benar-benar tidak ia kenal. "Tolong berhenti di sini saja Pak, saya mau pesan taksi lain." Bella melepas sabuk pengaman di pinggang lalu merogoh tasnya, mencari ponsel. Sang supir melirik, bukannya menghentikan laju kendaraan roda empat itu, ia justru membanting stir ke kanan, hingga guncangan keras pun terjadi. Tubuh Bella terhentak, ponsel di tangan terlepas dan jatuh ke kolong jok mobil. Bella meringis kesakitan sambil memegang kepalanya yang terbentur atap. "Apa yang Anda lakukan Pak? Anda kenapa?" Bella menatap wajah supir yang terlihat dingin. Matanya memerah dengan tatapan tajam ke arah Bella. Akhirnya Bella tahu ada yang tidak beres. Sepertinya ia dijebak. "Hentikan mobil ini!" teriaknya, memegang sandaran jo
"Aku temani kamu ke kantor Polisi, ya.""Ngga usah Mas, aku bisa sendiri."Anugrah hanya menganggukkan kepala sedikit mendengar penolakan Bella. Siang ini dokter cantik itu akan mendatangi kantor polisi untuk memberikan kesaksian atas tuduhan malpraktek.Beberapa kali tawaran Anugrah ditolak oleh sang dokter. Ia merasa bisa pergi seorang diri, apalagi sudah ada dua pengacara yang disewa oleh kekasihnya.Bella memasukan beberapa barang yang tergeletak di atas meja ke dalam tasnya. Sesekali ia menarik napas panjang untuk meredakan perasaan gugup dan takut.Sebentar lagi dia akan berhadapan langsung dengan polisi yang menginterogasinya. Beberapa bukti tentang proses dan produser rumah sakit sudah disiapkan.Meskipun dia yakin akan menang, namun tidak dapat dipungkiri perasaan takut itu tetap ada."Aku sudah menyewa pengacara terbaik untuk mendampingimu di kantor polisi nanti," ucap Anugrah, yang sejak tadi berada di ruangan sang kekasih."Makasih, Mas. Kamu udah banyak bantu aku." Bella
"Bagaimana? Apa Bella pasti akan datang ke kantor Polisi?" "Dia tidak memiliki pilihan lain, Bos. Dia pasti akan datang ke kantor Polisi. Kemungkinan dia akan menyewa pengacara hebat untuk mendampinginya nanti.""Kalau begitu, kita ubah rencana.""Maksudnya?""Lenyapkan Bella. Buat seolah kematiannya karena kecelakaan. Setelah dia benar-benar sudah meninggal, aku akan kembali ke Indonesia dan mendekati Mas Anugrah lagi."Di dalam ruangan dengan udara apek yang menusuk hidung, dua orang anak buah Yuliana sedang berbicara dengan bos mereka di telepon.Salah satu anak buah Yuliana terdiam. Sedikit syok mendengar perintah bosnya yang berbeda dari rencana."Kalian bisa melakukannya kan? Atau perlu aku sewa pembunuh bayaran untuk melakukan tugas itu?" tanya Yuliana."Jangan Bos, kami bisa melakukannya. Bos tenang saja, kami akan melakukan semua yang Bos perintahkan." Lelaki yang memiliki tato di sekitar wajah, ketak
Dengan langkah kaki teratur, Bella menghampiri tiga pria berpakaian coklat di depannya. Sebisa mungkin ia menunjukkan wajah tenang, tak memperlihatkan ketakutan sama sekali."Selamat pagi, Bu Bella." Seorang polisi menghampiri Bella, mengulurkan tangannya ke depan wanita cantik itu. "Selamat pagi, Pak. Boleh kita bicara di sana saja." Bella menunjuk koridor di sebelah kanan, tempatnya sepi, dia akan terhindar dari perhatian orang-orang di rumah sakit.Ketiga polisi saling melempar pandang, kemudian menganggukkan kepala dan mengikuti langkah kaki Bella. Mereka berdiri di dekat pintu ruang kerja dokter cantik itu.Setelah merasa aman dari tatapan orang-orang, Bella mulai berbicara lagi dengan polisi di depannya, "Ada keperluan apa Anda datang ke sini Pak? Seingat saya, saya tidak pernah melakukan kejahatan."Seorang polisi mengeluarkan selembar kertas dari saku kemeja coklatnya. "Kedatangan kami ke sini untuk memberikan surat panggilan kepolisian pada Anda. Anda dilaporkan oleh saudar
Setelah malam panas terlewati. Paginya Bella merasa seluruh tubuh segar. Ia siap melewati semua masalah dengan kepercayaan diri yang penuh. Apapun yang terjadi, Anugrah akan selalu ada untuknya. Begitu kata-kata yang terus terngiang di telinga. Janji lelaki tampan itu bukan hanya menjadi penyemangat, tapi juga menjadi kekuatan besar untuknya. Bella memusatkan perhatian pada Anugrah, yang saat ini sedang menyiapkan sarapan di atas meja. Lelaki itu sangat tampan, meski usianya sudah tidak muda lagi. Tak ada celah sedikit pun untuk menyudahi kekagumannya pada Anugrah. Bella melangkah mendekati meja bundar lalu duduk. Melihat begitu cantik tataan makanan yang disiapkan oleh Anugrah sejak ia belum membuka mata. "Makasih, Mas," ucap Bella. Hanya itu yang bisa dia katakan, meskipun ia tahu semua tak sebanding dengan usaha sang kekasih untuk membahagiakannya. Anugrah tersenyum. Senyum yang begitu manis tersemat di bibir merah alaminya. "Bagaimana kwalitas tidurmu semalam?" Bella terdi
"Tidak usah dipikirkan, semua masalah pasti akan selesai." Anugrah berbisik lembut. Napasnya yang harum, menyapu bulu-bulu halus di sekitar tengkuk Bella. Wanita cantik itu memejamkan mata, menikmati hangatnya hembusan napas Anugrah. "Aku hanya takut masalahnya berlarut," gumam Bella pelan. Masih memejamkan kedua matanya. Anugrah mengeratkan pelukan. Memberi kehangatan untuk wanitanya. Tubuh kekar Anugrah, menjadi tempat sandaran ternyaman yang membuatnya tenang. Kemesraan di dalam kamar hotel itu sedikit terusik saat bunyi ketukan pintu terdengar. Anugrah berdiri, mendekati pintu dan membukanya. Seorang laki-laki mengantarkan makan malam pesanan Anugrah. "Terima kasih." Anugrah kembali mendekati ranjang dan menyiapkan makanan untuk wanitanya. Dengan malas, Bella mendekati meja dan menyantap makan malamnya. "Makan yang banyak, kamu membutuhkan tenaga untuk bekerja di rumah sakit," senyum Anugrah. Bella mengangguk pelan, kurang bersemangat. Seakan ia tahu kariernya akan hancur