Bella Thania memasuki ruang kerjanya, melangkah mendekati kursi lalu duduk bersandar menghilangkan penat setelah seharian menangani pasien melahirkan.
Baru saja mata terpejam, menikmati dingin ruangan, ia mendengar suara pintu dibuka, disusul suara seseorang yang memanggil mesra. "Honey." Bella membuka mata, menatap ke arah laki-laki tampan yang tersenyum sambil membawa sebuket bunga mawar dengan kedua tangan. "Mas, kamu ke sini?" Mata Bella membulat dengan senyuman indah merekah di wajah. Kejutan dari sang kekasih sukses membuat rasa lelah setelah seharian bekerja, hilang seketika. "Kenapa? Apa aku ngga boleh datang ke sini, hmm? Aku Direktur di rumah sakit ini." Pria dengan senyuman menawan itu mendekati Bella, meletakkan buket bunga ke atas meja. "Aku merindukanmu, Honey." Ia tatap wajah cantik sang kekasih yang tengah tersenyum lebar di padanya. "Aku juga Mas, tapi kenapa kamu ke ruangan aku? Kenapa ngga nunggu di mobil aja? Kalau ada yang melihat kamu di sini, gimana?" Bella melangkah mendekati pria itu, lalu memeluk manja. Pria tampan bernama Anugrah, yang tak lain Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak tempat Bella bekerja itu, adalah kekasih sang Dokter. Sudah hampir tiga bulan mereka menjalin asmara. Bella Thania_Dokter Kandungan berusia 29 tahun, menerima cinta sang Direktur yang berusia jauh di atasnya. Ya, Anugrah adalah duda beranak satu yang baru setengah tahun bercerai dari istrinya. Hubungan asmara itu belum berani diungkap oleh Bella karena berbagai alasan. Salah satunya, karena Anugrah baru saja menyandang status sebagai duda anak satu. Anugrah menatap sang kekasih dengan senyuman kecil. "Kenapa? Kamu masih malu mengakui hubungan kita di depan orang-orang? Apa alasannya?" Bella menggeleng, "Bukan malu Mas, tapi aku ngga mau orang mikir aku diistimewakan di sini karena aku pacaran sama Direktur Rumah Sakit. Aku maunya dianggap sama seperti Dokter lain." Kening Anugrah berkerut, "Memang ada yang mengistimewakanmu di sini selain aku?" Bella menggeleng sambil tersenyum manja. "Ngga ada sih, cuma kamu yang mengistimewakan aku." Cup! Kecupan lembut mendarat di kening. Anugrah menatap Bella lekat, membuat kedua pipi wanita itu memerah, malu. "Jangan ngeliatin aku begitu, Mas. Aku ma .... " Belum selesai ucapan keluar dari mulut Bella, kecupan kembali mendarat di bibir. Anugrah merapatkan tubuh Bella ke meja di belakang, merengkuh jenjang leher wanita kesayangan, melumat habis bibir manis rasa strawberry itu dengan rakus. "Ehm!" Suara desahan kecil keluar dari mulut keduanya yang menikmati kecupan dan permainan lidah satu sama lain. Suasana hening di dalam ruangan seolah mendukung keduanya untuk melakukan yang lebih dari sekedar kecupan panas. Sadar tempatnya tidak tepat, Bella mendorong pelan tubuh Anugrah, memalingkan wajah. "Jangan di sini Mas." Ia tahu apa yang ada di pikiran Anugrah. Sang Direktur tersenyum lembut, "Tidak ada orang di sini." Bella mengangkat kepalanya, menatap pria tinggi tampan itu, "Kalau tiba-tiba ada yang masuk, gimana? Jangan di sini. Di hotel aja." Anugrah mengangguk pelan, "Oke, di hotel." Ia melangkah mendekati pintu, mengunci ruangan itu. Deg! Kedua mata Bella membulat sempurna, melihat kekasihnya mengantongi kunci ruangan. "Mas, kok dikunci?" Tak ada jawaban, Anugrah melangkah cepat mendekati Bella, memeluk erat, membawanya ke dinding dan merapatkan tubuh mereka. "Mas!" Bella mencengkram kemeja sang Direktur yang mulai tak dapat mengendalikan diri. "Hanya satu kali, setelah itu kita lanjutkan di hotel." Anugrah mengecup bibir Bella, melumat rakus hingga Bella kehabisan napas. Perlahan, tangan sang Direktur membuka satu per satu kancing kemeja sang kekasih, melempar pakaian itu ke atas lantai. Selesai dengan pakaian yang melekat di tubuh sintal Bella, Anugrah menaikan rok ke atas pinggang, meloloskan pakaian dalam merah muda, ke bawah. "Ehm!" desah Bella saat Anugrah memainkan jarinya di dalam liang kenikmatan. Wanita cantik itu menurunkan resleting Anugrah, mengeluarkan Joni yang sudah mengeras. Sang Direktur tersenyum mesum, mengarahkan tombak berurat itu ke liang yang basah dan memasukannya. "Ah! Mas!" desah Bella, mengigit bibir bawah pelan sambil memejamkan kedua mata. Anugrah memompa tubuhnya dengan ritme cepat, menahan desahan yang ingin meledak. Sadar, tempat itu tak memiliki peredam suara. "Kamu nakal Mas!" protes Bella manja. "Kamu menikmatinya juga 'kan, Honey?" Bella mengangguk malu-malu dengan suara napas terengah-engah. Peraduan peluh yang berlangsung beberapa menit itu terusik oleh suara ketukan pintu yang terdengar tiba-tiba. Anugrah mempercepat gerakan tubuh maju-mundur sambil mengigit telinga Bella pelan. "Mas, ada orang," bisik Bella, mendorong tubuh kekasihnya. "Aku belum selesai. Sebentar lagi," engah Anugrah, semakin mempercepat gerakan. "Tapi Mas." Wajah Bella memucat panik saat mendengar suara ketukan itu semakin kencang. "Udah Mas. Ada orang!" Anugrah menghentikan gerakannya. "Belum keluar. Sebentar lagi." Bella melirik ke arah pintu. "Ada yang ngetuk pintu." Tok Tok Tok! Membuang napas kasar, Anugrah menarik pusakanya dari dalam celah kenikmatan dengan wajah kesal. Buru-buru Bella memunguti pakaiannya dan memakai satu per satu. Tok Tok Tok! "Iya tunggu!" teriak Bella dengan wajah panik. Ia menatap pria tampan yang berdiri di depannya. "Masuk ke kamar mandi dulu Mas!" "Kenapa?" Anugrah mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Please, masuk dulu. Ngga enak dilihat orang kalau kamu ada di sini." Dengan lesu, Anugrah menaikan celananya, melangkah masuk ke dalam kamar mandi. "Mas kuncinya." Bella berjalan mendekati kamar mandi, meminta kunci. Kamar mandi dibuka, kunci diberikan pada Bella yang langsung mendekati pintu dan membuka lebar. Seorang perawat berdiri di depan pintu, "Bu Bella, Anda diminta ke ruang Diskusi Medis." Bella mengerutkan dahi. "Ke ruangan itu? Untuk apa? Bukannya sekarang sudah waktunya saya pulang?" "Kalau itu saya kurang tahu, Dok. Saya hanya diminta menyampaikan saja. Saya permisi Dok." Perawat itu melangkah pergi. Bella menoleh ke belakang, melihat kamar mandi. "Aku pergi sebentar Mas," serunya lalu melangkah ke ruang Diskusi Medis, tempat para Dokter membicarakan tentang pasien dan prosedur rumah sakit. Sesampainya di ruangan tersebut, Bella langsung diminta masuk ke tempat yang ternyata sepi. Bella melangkah pelan sambil mengamati ruangan. Deg! Ia melihat seorang wanita duduk di kursi, membelakangi pintu. "Maaf, Anda siapa ya?" tanya Bella. "Ruangan ini hanya untuk Dokter." Wanita itu memutar kursinya, memperlihatkan wajah dingin dengan tatapan tajam. "Aku tahu hubungan gelapmu dengan Mas Anugrah! Jadi benar Mas Anugrah selingkuh dan dia menceraikan aku karena wanita murahan sepertimu!" Kedua mata Bella membulat sempurna, tak paham dengan tuduhan dari wanita yang baru pertama kali dilihat. "Maksudnya apa? Saya ngga ngerti sama ucapan Anda. Anda siapa?" tanya Bella gugup. Wanita itu tersenyum kecut, berdiri dari tempat duduknya lalu melangkah cepat mendekati Bella. "Kamu ingin tahu saya siapa?" desisnya. Bella mengangguk pelan. "Jauhi Mas Anugrah! Dasar pelakor!" sarkas wanita itu dengan sorot mata tajam.Suasana menjadi canggung saat Anugrah dan Yuliana duduk saling berhadapan di depan meja makan. Hidangan mewah dan lezat yang tersusun rapi di atas meja, tidak membuat selera makan kedua mantan pasangan itu naik. Sesekali Anugrah melihat jam yang melingkar di lengannya sambil berdecak kasar. Seolah waktunya terbuang percuma hanya untuk menghadiri makan malam ini. Meski wajah ayah satu anak itu terlihat kesal, tetapi Anggun tak memperdulikan. Ia tetap menikmati acara makan malam kali ini. "Ayo dimakan dong Ma, Pa," ucap Anggun membuka pembicaraan. Sejak tadi sudah beberapa menu yang ia cicipi. Anugrah melirik anaknya dengan curiga, "Katanya kamu lagi nunggu pacar kamu, kenapa kamu makan duluan?" tanyanya sedikit ketus. Anggun menghentikan suapan ke mulut. Matanya membulat dengan alis yang sedikit naik ke atas. Ia pun menyunggingkan senyuman tanpa dosa pada ayahnya yang terlihat kesal. "Maaf Pa, aku sudah lapar," kekehnya. Anugrah mendengus. "Mana pacar kamu? Kenapa di
Malam ini Anugrah akan menghadiri undangan makan malam dari putri satu-satunya.Persiapan pun sudah selesai. Pria tampan itu sudah mengenakan pakaian formal lengkap dengan jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan.Semua dilakukan demi menuruti keinginan anak semata wayang. Malam ini Anugrah akan keluar untuk pertama kalinya semenjak kepergian Bella.Selama beberapa bulan ini ia hanya menghabiskan waktu di kamar hotel. Meratapi kesedihan karena kehilangan separuh jiwanya.Dring! Keheningan kamar hotel itu seketika pecah saat suara ponselnya berdering. Ia melihat satu panggilan masuk dari 'Anggun.'Dengan cepat ia menerima telepon itu agar anaknya tidak kembali merajuk dan meragukan kasih sayang darinya."Tumben cepat angkat telepon dari aku," sindir Anggun dari ujung sambungan."Maaf kalau selama ini kamu merasa Papa abaikan. Kadang Papa terlalu sibuk. Kamu tahu 'kan pekerjaan Papa itu bukan hanya mengurus
Anggun memiliki rencana yang diyakini akan berhasil. Ia akan mempersatukan kedua orang tuanya dalam pernikahan yang sah. Tepat di jam lima sore, Anggun mendatangi kamar hotel tempat sang ayah menginap. Sudah beberapa bulan sejak kepergian Bella, sang Direktur tidak pernah meninggalkan kamar hotel tempatnya memadu kasih dengan dokter cantik itu. Saat berdiri di depan pintu kamar, Anggun menekan bel berkali-kali. Menunggu dengan sabar hingga pintu dibuka. Beberapa menit waktu terbuang percuma, akhirnya pintu kamar dibuka oleh Anugrah yang langsung memutar tubuhnya dan melangkah mendekati ranjang berukuran king size. "Papa baik-baik saja 'kan?" Anggun mengekor Anugrah dari belakang kemudian melangkah mendekati jendela kamar hotel. Matanya mengedar, memperhatikan seluruh ruang mewah itu sambil tersenyum kecil. "Kamu mau apa ke sini, Nak?" tanya Anugrah yang saat ini duduk di bibir ranjang. Wajah tanpa gairah sudah menjelaskan kesedihan pria paruh baya itu. Anggun mengalihkan
Jauh dari pemukiman warga. Jauh dari kota besar yang menjadi tempatnya mencari uang dan mewujudkan mimpi sebagai Dokter Kandungan. Kini, kehidupan Bella berubah seratus delapan puluh derajat.Dokter Cantik itu memilih mengasingkan diri dengan tinggal di rumah sederhana yang terletak di dekat pegunungan.Rumah peninggalan neneknya dipilih untuk menjalani kehidupan baru, meski bukan lagi sebagai seorang Dokter.Beberapa bulan berlalu, Bella sudah mulai terbiasa dengan kehidupannya sekarang. Meski kadang kali ia merasa rindu pada pekerjaannya, dan juga mantan kekasihnya ... Anugrah."Neng Bella, udah sarapan belum? Mau nggak makan singkong rebus? Kebetulan Ibu baru panen singkong di belakang rumah. Kalau mau nanti Ibu suruh anak Ibu antar ke sini."Seorang wanita paruh baya yang kebetulan melewati rumah Bella, menawarkan makanan pada Dokter cantik itu."Boleh Bu. Saya mau," jawab Bella yang saat ini sedang menjemur pakaian.
"Aku menemukan cincin berlian di atas meja kerja Papa."Setelah menemui ayahnya di rumah sakit, Anggun mendatangi ibunya di restoran mewah, salah satu bisnis keluarga yang dihandle langsung oleh Yuliana.Mendengar ucapan sang anak, Yuliana tampak biasa saja, seperti sudah mengetahui tentang cincin berlian itu. Sikap yang ditunjukkan sang ibu membuat Anggun bertanya dalam hati. Ia menatap bingung ke arah ibunya yang tengah berkutat dengan laptop di atas meja kerja."Mam!" panggil Anggun. "Are you okay? Mam?"Yuliana menghela napas panjang, menatap anaknya sambil tersenyum tipis. "Mama baik-baik saja Sayang. Memang kenapa? Apa Mama kelihatan sakit hati?"Anggun berdecak jengkel. Bukan ekspresi seperti itu yang ingin dilihat dari ibunya. Seharusnya sang ibu marah, kecewa pada wanita yang dicintai mantan suaminya itu."Mama nggak marah sama Papa dan selingkuhannya? Mama pasti tahu 'kan cincin itu untuk siapa? Bukan untuk Ma
Cincin batu permata berbentuk love yang dilihat Anggun adalah cincin berlian yang ingin diberikan Anugrah pada Bella. Beberapa hari sebelum tragedi kecelakaan yang menghilangkan Bella, sang Direktur sudah mempersiapkan acara lamaran dan pertunangan mereka, bahkan membeli cincin dengan harga fantastis, tetapi nasib buruk justru menimpa sang kekasih. "Ini cincin pernikahan untuk siapa?" Anggun mengambil cincin itu dan menyematkannya di jari manis, tetapi karena jari tangannya cukup besar, cincin itu tidak cukup. "Kayaknya ini bukan ukuran tangan segede aku." Ia menatap ayahnya sambil senyum-senyum. Anugrah menelan ludah, gugup. Sebenarnya ia ingin memberitahu tentang Bella pada Anggun, tetapi ternyata wanita cantik itu menghilang entah kemana. "Papa mau melamar Mama lagi ya?" ledek Anggun sambil tersenyum. "Iya kan? Papa mau melamar Mama lagi untuk menjadi istri Papa?" Mendengar