Erland Enterprises selalu sibuk dengan ribuan orang yang memeras keringat di dalamnya. Ribuan orang, yang akan mempertaruhkan tenaga sekaligus pikiran mereka untuk perusahaan terbaik di negara ini.
Ada sedikit yang berbeda di lantai atas. Ketegangan, saat Kaisar berdiri di depan beberapa karyawan yang sudah di buatnya kaku.
BUGH
Pukulan pertama mendarat di salah satu wajah mereka dari tangan Kaisar. Pria itu tersungkur dan langsung berdiri dengan cepat.
Jangankan untuk melawan, mengelus lukanya saja ia tidak akan mungkin berani melakukannya. Wajah Kaisar masih memerah menandakan amarahnya belum tersalurkan semua.
"Apa kamu digaji hanya untuk tidur, hah?!"
Menjawab pertanyaan Kaisar sama dengan menyerahkan nyawa. Jangan coba-coba membuka mulut, kalau masih ingin keluar dari Erland Enterprises dalam keadaan baik-baik saja.
"Saya tidak mau tau, dalam tiga bulan kedepan, White House harus beroprasi."
Hari ini Regan benar-benar tersudut. Sarah nekat dengan mengancam Regan dan mengatakan kalau dia tidak akan makan apa pun sampai Regan menerima pertunangannya dengan Manda.Dan itu sudah di lakukan Sarah satu malam. Paginya, wanita itu masuk rumah sakit karena punya riwayat penyakit maag.Dan hasilnya, Regan menerima itu dan melaksanakan pertunangan di sore harinya. Semuanya ia lakukan hanya untuk memuaskan Sarah. Tidak ada niatan sama sekali untuk menikahi Manda setelahnya."Berhasil, Ma!" seru Manda dengan memeluk Sarah."Mama bilang juga apa, sayang, Regan tidak akan bisa menolak dengan perkataan Mama. Sekarang tinggal bagaimana dia menyetujui untuk menikahimu.""Tenang saja Ma, aku yang akan membuat dia menerimaku."Sementara itu, Regan sudah kembali ke kamarnya. Pria itu benar-benar tertekan bukan karena Manda. Tapi sudah tiga minggu Fanya belum juga ia temukan.Tok tok tok"Hmmm.""Di luar a
Aku sudah hampir putus asa mencari Anya. Ini sudah hampir lima bulan, dan dia belum juga mau kembali padaku. Bahkan aku juga menyiarkan ke semua saluran televisi bahwa istriku hilang. Tidak, dia tidak hilang tapi dia kabur. Bodoh. Suami macam apa aku ini, sampai istriku pun takut denganku. Anya, kembalilah! Aku merindukanmu. Baiklah kalau dia tidak mau memaafkan aku. Tapi setidaknya, aku ingin melihat dia muncul dan bilang kalau dia baik-baik saja. Aku putus asa, aku tidak tau lagi ke mana harus mencarinya. Apa dia sehat? Apa dia punya tempat untuk tinggal? Aku hampir gila karena setiap hari menanyakan hal yang sama di kepalaku. Malam ini, aku sengaja keluar sekedar mencari angin dengan berjalan kaki di gang kompleks. Tidak biasanya aku melakukan ini, dan ini semua karena aku yang sudah lelah. Aku berhenti tepat di taman. Banyak pasangan muda yang menghabiskan malam minggu mereka di s
Pandangan kami terkunci. Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Rasanya semua syarafku terkunci dan tidak berfungsi.Sial! Air mata ini menetes tanpa persetujuanku dan tanpa aku sadari.Anya. Dialah Anyaku, istriku.Apa yang terjadi? Dia takut padaku?Anya mundur perlahan sampai tubuhnya menatap tembok. Dan semua syarafku kembali berfungsi."Tinggalkan aku."Sepertinya Kaisar juga syok dengan kehadiran Anya yang tiba-tiba. Dia baru bereaksi setelah aku mengeluarkan perintah.Pemilik salon ditarik oleh Kaisar, dan aku mendengar pintu yang terkunci. Bagus, Kaisar tau apa yang aku pikirkan.Aku mendekat perlahan ke arahnya. Rasanya aku ingin berlari dan mendekapnya erat. Sungguh aku ingin melakukan itu."Anya," panggilku lirih.Dia tidak menjawab, hanya tertunduk dengan memelintir kedua tangannya. Aku memandangi kedua tangannya yang bergetar. Tapi pandanganku ter
Akbar sudah menyambut kami di depan pintu rumah. Mungkin lebih tepatnya menyambut istriku. Dia hanya mengucap selamat datang padanya. Brengsek memang. "Apa semuanya sudah siap?" "Sebentar lagi, Tuan." "Cepat! Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi." "Baik." Aku menggiring Anya masuk ke kamar terlebih dulu. Dan sialnya, Mama juga keluar dari kamarnya. Malas sekali jika aku harus berdebat dengannya kali ini. "Ngapain pulang?" "Sayang," panggilku dengan memiringkan tubuh Anya. "Masuklah dulu, bersihkan dirimu." Aku mengecup keningnya sekali lagi. Entah sudah berapa banyak ciuman yang aku berikan padanya sejak tadi. "Mama belum selesai, kenapa kamu pulang?!" Aku tidak ingin Anya tertekan dengan kehadiran Mama. Lebih baik aku cepat-cepat menyuruhnya masuk dan menutup pintu kamar. "Bisa gak, sih, Mama tidak bersikap seperti itu? Anya istriku, dan sampai kapan pun dia akan tetap menjadi
Aku berlari mengejarnya, tapi Manda pun mengikuti langkahku dan mencekal tangan ini sebelum masuk ke kamar. "Apa lagi, sih?!" "Re, kita mau nikah! Kamu gak bisa giniin aku!" "Bisa. Kita hanya bertunangan, dan itu pun karena akal-akalan kalian. Mulai sekarang, pertunangan kita batal. Jangan ganggu aku lagi!" "Kamu tidak bisa membatalkan ini begitu saja! Kenapa kamu jahat sekali denganku, Re? Kenapa?" Apa lagi sekarang? Manda mulai menangis seolah dia adalah korban. "Jadi ternyata kamu seperti ini? Kamu menikmati tubuhku saat istrimu tidak ada. Dan sekarang, kamu mencampakkan aku setelah istrimu pulang, iya? Kamu keterlaluan, Re!" "Manda!" bentakku. "Aku tidak pernah menyentuhmu, jangan bicara sembarangan!" "Sembarangan katamu? Setelah beberapa kali kamu meniduriku dan sekarang kamu bilang aku bicara sembarangan?!" Aku tidak tahan lagi. Aku tau dia sengaja mengeraskan suaranya agar Anya mendengar perka
Anya tertidur lebih awal. Dia mengatakan kalau dia kesulitan tidur beberapa hari ini. Dan sekarang, lihat! Dia sudah seperti orang pingsan saja di atas lenganku. Aku merindukan saat ini. Karena di saat ini, aku bisa puas menciuminya. Menyesap aroma rambutnya, dan menjelajah setiap wajah Anya. Melihat wajahnya, rasanya hati ini begitu tenang. Aku menemukan tujuan hidupku, iya. Tujuanku hanya membahagiakan keluarga kecilku nanti. Aku tidak sabar menunggunya keluar. Aku mengelus perut Anya berulang kali. Hingga ia menggeliat karena ulahku. Aku semakin mengeratkan pelukanku, agar ia kembali terlelap. Napasnya mulai kembali teratur, sepertinya dia sudah kembali bermimpi. "Aku keluar sebentar, tidurlah!" ujarku dengan mengecup keningnya. Aku meninggalkannya sebentar dan keluar kamar. Masih ada Akbar yang belum beristirahat. Aku melambai ke arahnya dan berkata, "Jaga istriku. Aku mau ke ruang kerja sebentar
Mendengar kabar Anya pulang, Rendi sudah nyosor saja. Apa dia gak tau, atau tidak punya jam di rumah? Enak sekali dia bertamu di pagi-pagi seperti ini. Brengsek, memang. Benar jika aku tidak suka, tapi kalau aku berlaku kasar lagi, Anya pasti akan semakin membenciku. Oke, kali ini aku membiarkan dia bertemu dengan istriku. Aku kembali masuk ke kamar dan berkata padanya, "Anya, di bawah ada Rendi. Dia mencarimu, apa kamu mau menemuinya?" Aku lihat, tatapan matanya seolah tidak percaya aku mengatakan itu. Dia pun terlihat bingung mau menjawab apa. "Kalau kamu mau menemuinya, tidak apa-apa. Tapi aku akan menemanimu." Shit! Anya mengangguk lagi. Padahal aku berharap dia menolak tadi. Sudahlah, toh tadi yang menawarkan juga aku. Anya masih menggunakan piyama, dia turun ke bawah. Tentu saja aku mengikutinya, bahkan aku melingkarkan tangan ke pinggangnya. Biar saja. Biar dia bisa melihat kalau
Siang ini sudah ada beberapa calon yang didatangkan Kaisar ke perusahaan. Tapi, satu persatu dari mereka tidak ada yang bertahan sampai lima menit.Regan mulai kesal, dan Kaisar yang menjadi pelampiasan. Pria itu mulai jengah karena belum ada yang pantas untuk ia rekrut sebagai pengawal Fanya.Dia pun menyandarkan punggungnya dengan menghela napas kasar. Melirik ke arah Kaisar dan berkata, "Sejak kapan seleramu rendah?"Jika pilihan pertama semuanya sudah gagal, maka jelas Regan tidak akan berselera lagi dengan pilihan berikutnya.Regan memajukan dirinya, menelisik ke arah Kaisar. Sepertinya ada sesuatu yang pria itu sembunyikan. "Aku tau kamu punya seseorang yang belum kamu serahkan."Lagi-lagi, pria itu diam. Dan itu semakin membuat Regan penasaran seperti apa wanita yang berhasil mengusik Kaisar."Saya butuh waktu untuk membawanya, Tuan.""Baiklah. Bawa dia kalau kamu sudah siap."Kaisar mengangguk da