"Ohh iya, Yura. Tolong ambilkan buah yang ada di dapur, ya! Tadi sudah mama siapkan, tinggal ambil saja." Perintah nyonya Han Hyemi kepada Yura.
"Baik, Ma," jawab Yura sambil melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil buah. Harry yang melihat kepergian Yura segera mencari alasan untuk bisa menyusulnya.
"Maaf semuanya. Saya izin ingin pergi ke kamar mandi sebentar," ujar Harry kepada semua orang yang berada di ruangan itu.
Harry melangkahkan kakinya menuju dapur tempat di mana Yura berada. "Apa kau sungguh mau menerima perjodohan ini?" tanya Harry tiba-tiba yang membuat Yura terkejut dengan kedatangannya.
"Yaakk. Kamu benar-benar mengejutkanku tuan Harry Borisonnn ..." Cibir Yura dengan menekankan nama Harry secara lengkap dengan tatapan sebal terhadap pria di depannya sekarang.
"Kenapa kamu jadi sinis begitu? Cepat jawab pertanyaanku!" ujar Harry sedikit kesal.
"Ya, aku menerimanya. Kenapa memangnya, kamu nggak setuju?" tanya Yura menatap pria di depannya dengan tajam.
"Aku bukan tipe pria yang tidak menepati omongannya. Oke, jika itu keputusanmu. Kita liat saja nanti." Harry mendekatkan dirinya pada Yura sambil membisikkan kata tepat di telinga Yura. "Nyonya Han Yuraku sayang." Setelah itu, Harry meninggalkan Yura yang masih terdiam di tempatnya akibat perlakuan dari Harry tadi.
"Astagaaa, apa yang terjadi pada diriku? Kenapa aku begitu berdebar ketika dia berada di dekatku? Aisshh, sungguh menyebalkan. Berani-beraninya dia mendekatiku seperti tadi," gerutu Yura sambil menatap kepergian Harry dengan kesal.
Setelah menemui Yura, Harry kembali ke ruang keluarga dan tak lama kemudian Yura juga ikut menyusul. Mereka semua kembali berbincang-bincang dan menyantap buah yang dibawakan oleh Yura. Sedangkan Yura sendiri, dia menatap Harry dengan penuh kekesalan karena sudah berani mempermainkannya.
Merasakan ada yang memperhatikannya, Harry memutuskan untuk melihat siapa orang yang berani-beraninya mencuri pandang kepada dirinya sejak tadi. Pandangan mereka pun bertemu dan Harry sedikit mengerutkan alisnya karena bingung akan tatapan tajam Yura terhadap dirinya. Tak mau ambil pusing, Harry menatap balik Yura dengan memamerkan senyuman manisnya, hal tersebut sukses membuat Yura terpana akan sosok pria yang ada di depannya ini.
"Sepertinya kamu menarik juga nyonya Han Yura," batin Harry Borison sambil terus memandangi Yura yang mulai gugup dibuatnya.
"Han Baek. Aku sangat berterima kasih kepadamu dan juga keluargamu, karena sudah menyambut kedatangan kami dengan sangat baik. Sekarang kami ingin berpamitan, karena hari sudah mulai malam dan tidak baik juga bertamu malam-malam, ya, kan? Lagian tidak terasa kita sudah menghabiskan waktu berbincang-bincang selama dua jam," ujar tuan Park Jerry.
"Kamu menginap juga tak apa Jerry. Sekalian kita mendekatkan mereka berdua," ujar tuan Han melirik ke arah Harry dan Yura. "Hitung-hitung kita menambah pahala mendekatkan orang yang akan segera menikah, ya, kan?" Tuan Han sengaja menggoda Yura dan Harry.
"Kamu bisa aja. Lihatlah! Muka mereka sudah bersemu merah akibat ulahmu. Lagian meskipun kami tidak menginap di sini, mereka berdua akan sering bertemu di kantor, karena mulai besok Harry akan menggantikanku memimpin perusahaan." Goda tuan Park Jerry. Sedangkan Yura dan Harry hanya tersenyum kikuk dengan godaan dari kedua orang tua mereka.
Tuan Han Baek dan tuan Park Jerry saling berpelukan tanda perpisahan begitu juga dengan nyonya Han dan nyonya Fiona karena keluarga Park Jerry mau kembali ke rumah mereka. Harry yang berada di samping Yura mendekatkan dirinya dan membisikkan sesuatu.
"Sampai bertemu besok nyonya Han Yura. Oh, ya, satu lagi. Jangan sampai kamu ceritakan masalah ini sama orang-orang kantor karena aku tidak mau mendengar gosip-gosip murahan. Dan aku berharap kamu bisa menjaga sikapmu denganku saat di kantor, karena aku tidak segan-segan memecat orang yang bertindak seenaknya kepadaku," bisik Harry dengan penuh penekanan. Setelah itu dia memasang wajah hangatnya kembali ketika sudah berada di depan orang tua Yura."Dasar pria bermuka dua, tidak waras, sombong, tidak tahu diri, dan semua sifat buruk ada pada dirinya," batin Yura sambil menatap tajam Harry. "Gimana bisa dia menjadi calon suamiku? Sungguh menyebalkan sekali." Segala gerutu Yura dalam hatinya.
Setelah berpamitan, keluarga Park Jerry segera menuju mobil mereka yang berada di garasi mobil keluarga Han. Setelah kepergian sahabatnya, tuan Han mengajak seluruh keluarganya untuk kembali masuk ke dalam rumah mereka.
"Aku senaanngg .... sekali. Bentar lagi putri kita akan segera menikah sayang," ujar nyonya Han ketika sudah ada di dalam rumah.
"Iya sayang dan aku sangat senang memiliki calon menantu yang tampan dan berwibawa seperti Harry Borison. Hitung-hitung kita memperbaiki keturunan biar bisa punya cucu berwajah blasteran bule. Aku tidak sabar menunggu pernikahan mereka berdua," tambah tuan Han.
"Baik apanya? Wajahnya aja yang polos, tapi perlakuannya sangat buruk dan tidak waras. Belum menikah aja sudah berani mengancamku," batin Yura kesal dengan omongan kedua orang tuanya.
Semua keluarga Han membereskan rumah mereka dibantu dengan beberapa pelayan. Wajah murung terlihat jelas di wajah Yura saat ini. Setelah semuanya sudah bersih seperti semula, Tuan dan Nyonya Han kembali ke kamar mereka begitu juga dengan Han Daniel dan Han Yura.
"Aduuhh ... sepertinya mulai besok hari-hariku menjadi suram karena harus sering bertemu dengan pria gila itu." Yura terus gelisah ketika sudah berada di dalam kamarnya. Namun ketika Yura sedang membersihkan makeup-nya di depan cermin, tiba-tiba dia melihat pantulan dari cermin ada kepala yang menongol dari balik pintu. Dan sontak saja dia teriak ketakutan.
"Yaakk ... kepala buntuuunnng!" Teriak Yura ketakutan.
Daniel yang mendengar teriakan kakaknya akibat ulahnya segera masuk ke dalam kamar Yura. "Yaakk. Kenapa mengataiku kepala buntung?" omel Daniel kesal kepada kakaknya.
"Waahh ... Kenapa jadi kamu yang kesal? Salah siapa yang menongolkan kepala di balik pintu? Tidak bisakah mengetuk pintu terlebih dahulu, hah?" Marah Yura kepada adiknya.
"Yaa, maaf, nunna (panggilan adik laki-laki kepada kakak perempuan). Tapi, kenapa juga kamu mengataiku kepala buntung? Tidak lihatkah, adik sepolos dan seimut seperti aku ini?" Balas Daniel dengan wajah polosnya.
"Astagaa, kenapa kamu selalu aja membuatku tidak bisa marah padamu? Aktingmu sangat bagus sekali." Yura memang selalu kesal dengan tingkah adiknya yang sangat kekanakan. Namun meskipun begitu, dia sangat menyayangi adik satu-satunya ini.
"Tapi, tunggu dulu. Apa yang membuatmu datang kemari? Pasti ada yang kamu mau, kan?" Yura merasa aneh dengan sikap adiknya yang tidak biasanya seperti ini."Ahh, nggak ada apa-apa, kok. Hanya saja, aku meminta satu permintaan dan pasti permintaanku kali ini tidak akan menyulitkan Nunna," jawab Daniel yakin.
"Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Cepat katakan jangan berbelit-belit seperti ini Daniel!" ujar Yura sedikit bingung dengan adiknya.
Daniel menatap kakaknya serius. "Aku ingin memiliki keponakan, Nunna. Aku ingin kamu segera memiliki baby agar aku tidak kesepian dan bisa bermain dengannya." Daniel menggoda kakaknya.
"Yaakk. Apa yang kamu ucapkan barusan? Nikah aja belum, mau punya anak pantatmuu?" Yura merasa kesal pada Daniel.
"Yaa, tapi 'kan, dua minggu lagi Nunna akan segera menikah. Lagian kak Harry tadi sangat tampan. Pasti anak kalian nanti imut sekali seperti diriku," jawab Daniel tanpa dosa. "Ya Tuhaann ... kenapa aku memiliki adik seperti dia? Sudahlah pergi sana! Jangan membuatku semakin marah Daniell .... Kamu tahu sendiri 'kan, kalau aku lagi marah kayak gimana?" ujar Yura mengancam. "Emmm, aku tahu. Kalau Nunna lagi marah kayak gimana. Kamu akan teriak-teriak dan menjambak rambutku sampai rontok," jawab Daniel polos. "Waahh ... kamu semakin pintar juga ternyata adikku sayang. Apa kamu mau merasakannya lagi?" Yura berniat mendekati Daniel. Namun belum sempat Yura melangkahkan kakinya, Daniel sudah lari terbirit-birit keluar dari kamar Yura. "Wahahaha ... Lihat bagaimana cara dia lari tadi? Sungguh menggemaskan sekali. Rasanya semua penatku terhibur dengan kelakuannya yang konyol." Yura tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya melihat tingkah lucu adiknya b
Semua pegawai kembali ke tempatnya masing-masing, begitu juga dengan Yura dan Naemi. Suasana di kantor kembali seperti biasanya. Para pegawai sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Sedangkan Harry di ruangannya sedang memeriksa berbagai dokumen yang harus dipelajarinya. Dia dibantu dengan sekretarisnya Lee Dongsun. Namun, Harry yang pikirannya sedang fokus, tiba-tiba terganggu dengan bayangan Yura tadi pagi. "Sebenarnya ada apa dengan diriku? Ini sungguh nggak benar. Kenapa wajah Yura tiba-tiba muncul di pikiranku?" batin Harry gelisah. Dongsun yang melihat kegelisahan pada muka Harry segera menghampirinya. "Apa yang sedang kamu pikirkan Harry? Sepertinya kamu tidak fokus." Pertanyaan Dongsun sebagai sahabat bukan sebagai sekretarisnya. "Entahlah, Dongsun. Sepertinya aku harus pergi ke psikiater. Aku merasa otakku sudah nggak beres," ucap Harry gelisah. Dongsun yang mendengar penuturan Harry merasa khawatir dengan kondisi sahabatnya itu. "Apa ka
Harry yang sudah berada di ruangannya, segera merebahkan tubuhnya pada sofa yang ada di ruangannya. Entah mengapa dia memegang dadanya yang bergemuruh hebat saat ini belum lagi ditambah dengan kemunculan Dongsun secara tiba-tiba yang semakin membuat Harry terkejut dibuatnya. "Yaaakk. Astagaaa ... kamu nggak bisa mengetuk pintu dulu? Kenapa kamu selalu saja muncul di hadapanku secara tiba-tiba? Dan itu selalu membuatku terkejut. Untung saja aku tidak mempunyai jantung." Bentakan Harry pada Dongsun. "Kenapa IQ-mu sekarang jadi menurun drastis begini? Lagian mana bisa kamu hidup kalau kamu tak punya jantung." Jawaban Dongsun mampu membuat Harry berpikir ulang tentang apa yang diucapkannya barusan. "Kenapa sekarang aku jadi bodoh gini? Semua itu gara-gara wanita jadi-jadian itu. Bisa-bisanya dia sudah meracuni otakku yang berlian ini." Perkataan Harry dalam hatinya. Sedangkan Dongsun menatap Harry dengan mata menyipit seolah-olah dia akan menerkamnya. "Kenapa kamu meliha
Sudah dua jam berlalu, akhirnya meeting kali ini sudah selesai. Direktur beserta sekretarisnya meninggalkan ruangan meeting. Dari semua tim ada yang merasa senang karena rancangannya diterima dan juga ada yang kecewa karena rancangannya ditolak mentah-mentah. Seperti halnya yang terjadi pada tim pemasaran, wajah mereka sangat kusut setelah keluar dari ruang meeting. "Mengapa bisa direktur menolak mentah-mentah rancangan kita tanpa harus mempertimbangkannya lagi?" tanya salah satu rekan Yura. "Entahlah. Sepertinya, direktur kita kali ini sangat tegas dan tidak bisa menerima toleransi," tambah yang lain. Sedangkan Yura hanya diam saja memikirkan bagaimana dia bisa menyelesaikan laporan selama tiga bulan dalam waktu satu hari karena besoknya sudah harus diserahkan kepada direktur. "Dasar pria menyebalkan, gila. Aisshhh (meremas dokumen yang dibawanya)." Yura merasa begitu kesal. Hari sudah sore, waktunya semua pegawai untuk pulang. "Han Yura ayo pulang!"
"Apa kamu sedang bersama seorang pria?" tanya salah satu rekannya yang melihat ada jas di samping kursi Yura. Belum sempat Yura menjawab, tiba-tiba suara Jian (salah satu rekan Yura) mengagetkan semua orang yang ada di sana. "Ohh ... direktur," ucap Jian terkejut melihat Harry yang datang dari arah toilet. Sedangkan Harry sangat terkejut melihat beberapa orang yang tak lain adalah pegawainya sendiri sudah berada di tempat duduknya dengan Yura. Yura yang melihat kemunculan Harry mulai panik. Sedangkan rekan-rekannya berdiri melihat keberadaan direkturnya itu dengan rasa canggung. Harry yang masih berada di tempatnya ragu untuk melangkahkan kakinya. Dia mulai panik alasan apa yang akan ia katakan nanti kepada para pegawainya. "Direktur, silakan bergabung bersama kami (mendekati Harry)." Jian mengajak Harry yang masih terbengong. "Ohh, iya," jawab Harry sedikit panik. "Apa nggak ada kursi lagi?" tanya Naemi sambil mencari kursi. "Itu ada
Yura menoleh ke belakang dan ia terkejut kalau sekarang dirinya sedang diperhatikan oleh rekan-rekannya. "Gawat ..." ucap Yura segera melesat masuk ke dalam mobil Harry. Sedangkan Harry segera menghidupkan mobilnya dan melaju meninggalkan kafe. Untung saja kaca mobilnya gelap sehingga dia tidak harus tertangkap basah sedang bersama Yura. "Huuhh... hampir saja kita ketahuan." Yura merasa lega sambil memegang dadanya yang masih berdetak kencang. Harry yang melihatnya hanya tersenyum dan kembali fokus mengemudi. "Harry ...." panggil Yura pelan dan tidak berani menatap pria di sampingnya. "Heemm," jawab Harry yang masih fokus menyetir. "Terima kasih untuk traktiran makannya tadi," lanjut Yura menundukkan kepalanya karena malu. "Hei, ada apa dengan dirimu? Biasanya kamu selalu memakiku, kenapa kamu sekarang jadi bersemu merah begini?" goda Harry sengaja. "Yaakk, siapa juga yang bersemu merah? Mungkin ini efek dari kegugupanku tadi," bantah Yura kes
Keesokan harinya, Yura yang berada di tempat duduknya di mana tempat ia bekerja hanya tersenyum-senyum sendiri mengingat kejadian semalam. Dia ternyata sudah bangun saat Harry membawanya ke kamar. Tapi, dia enggan untuk membuka matanya. Dia juga mengetahui semua yang Harry lakukan padanya, termasuk ucapan isi hati Harry dan juga ciuman di keningnya. Wajah Yura langsung memanas seketika dan detak jantungnya berdebar begitu kencang. Hingga suara ponsel menyadarkannya. From: Crazy Borison Nanti jam istirahat kutunggu kamu di parkiran, karena kita nanti akan fitting baju pengantin. "Astaga ... laporanku saja belum juga selesai dan sekarang dia malah mengajakku keluar. Apa yang harus aku lakukan?" Yura hanya menatap ponselnya. Belum sempat dia membalas pesan Harry, ponselnya berbunyi lagi. From: Crazy Borison Jangan banyak mikir. "Dasar pria gilaa ... kenapa dia selalu saja memaksaku? Aku tak akan membala
Beberapa menit berlalu, mobil Harry akhirnya sampai di depan sebuah butik terkenal di Korea Selatan. Harry dan Yura segera memasuki butik tersebut. Ketika Harry baru membuka pintunya, dia langsung disambut oleh semua pelayan yang membungkuk hormat ke arahnya. Harry yang melihatnya tidak begitu terkejut karena butik ini adalah salah satu aset milik keluarganya. "Sebegitu terkenalkah seorang Harry Borison sehingga mampu membuat semua orang tunduk padanya?" batin Yura tidak melepaskan seinci pun pandangannya dari sosok Harry. "Jangan terlalu lama memandangiku! Nanti kamu akan terjerat oleh pesonaku," bisik Harry pada Yura. "Ciihh, amit-amit. Aku nggak segampang itu untuk bisa menyukai pria," ketus Yura. "Jadi, kamu selama ini menyukai sesama wanita gitu maksudnya." Harry langsung mendapatkan pukulan dari Yura. "Dasar menyebalkan ..." Yura langsung meninggalkan Harry "Kamu begitu keras kepala Yura. Tapi, itu yang membuatmu semakin menarik," batin