Share

Chapter 4

"Ohh iya, Yura. Tolong ambilkan buah yang ada di dapur, ya! Tadi sudah mama siapkan, tinggal ambil saja." Perintah nyonya Han Hyemi kepada Yura.

"Baik, Ma," jawab Yura sambil melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil buah. Harry yang melihat kepergian Yura segera mencari alasan untuk bisa menyusulnya.

"Maaf semuanya. Saya izin ingin pergi ke kamar mandi sebentar," ujar Harry kepada semua orang yang berada di ruangan itu.

Harry melangkahkan kakinya menuju dapur tempat di mana Yura berada. "Apa kau sungguh mau menerima perjodohan ini?" tanya Harry tiba-tiba yang membuat Yura terkejut dengan kedatangannya.

"Yaakk. Kamu benar-benar mengejutkanku tuan Harry Borisonnn ..." Cibir Yura dengan menekankan nama Harry secara lengkap dengan tatapan sebal terhadap pria di depannya sekarang.

"Kenapa kamu jadi sinis begitu? Cepat jawab pertanyaanku!" ujar Harry sedikit kesal.

"Ya, aku menerimanya. Kenapa memangnya, kamu nggak setuju?" tanya Yura menatap pria di depannya dengan tajam.

"Aku bukan tipe pria yang tidak menepati omongannya. Oke, jika itu keputusanmu. Kita liat saja nanti." Harry mendekatkan dirinya pada Yura sambil membisikkan kata tepat di telinga Yura. "Nyonya Han Yuraku sayang." Setelah itu, Harry meninggalkan Yura yang masih terdiam di tempatnya akibat perlakuan dari Harry tadi.

"Astagaaa, apa yang terjadi pada diriku? Kenapa aku begitu berdebar ketika dia berada di dekatku? Aisshh, sungguh menyebalkan. Berani-beraninya dia mendekatiku seperti tadi," gerutu Yura sambil menatap kepergian Harry dengan kesal.

Setelah menemui Yura, Harry kembali ke ruang keluarga dan tak lama kemudian Yura juga ikut menyusul. Mereka semua kembali berbincang-bincang dan menyantap buah yang dibawakan oleh Yura. Sedangkan Yura sendiri, dia menatap Harry dengan penuh kekesalan karena sudah berani mempermainkannya.

Merasakan ada yang memperhatikannya, Harry memutuskan untuk melihat siapa orang yang berani-beraninya mencuri pandang kepada dirinya sejak tadi. Pandangan mereka pun bertemu dan Harry sedikit mengerutkan alisnya karena bingung akan tatapan tajam Yura terhadap dirinya. Tak mau ambil pusing, Harry menatap balik Yura dengan memamerkan senyuman manisnya, hal tersebut sukses membuat Yura terpana akan sosok pria yang ada di depannya ini.

"Sepertinya kamu menarik juga nyonya Han Yura," batin Harry Borison sambil terus memandangi Yura yang mulai gugup dibuatnya.

"Han Baek. Aku sangat berterima kasih kepadamu dan juga keluargamu, karena sudah menyambut kedatangan kami dengan sangat baik. Sekarang kami ingin berpamitan, karena hari sudah mulai malam dan tidak baik juga bertamu malam-malam, ya, kan? Lagian tidak terasa kita sudah menghabiskan waktu berbincang-bincang selama dua jam," ujar tuan Park Jerry.

"Kamu menginap juga tak apa Jerry. Sekalian kita mendekatkan mereka berdua," ujar tuan Han melirik ke arah Harry dan Yura. "Hitung-hitung kita menambah pahala mendekatkan orang yang akan segera menikah, ya, kan?" Tuan Han sengaja menggoda Yura dan Harry.

"Kamu bisa aja. Lihatlah! Muka mereka sudah bersemu merah akibat ulahmu. Lagian meskipun kami tidak menginap di sini, mereka berdua akan sering bertemu di kantor, karena mulai besok Harry akan menggantikanku memimpin perusahaan." Goda tuan Park Jerry. Sedangkan Yura dan Harry hanya tersenyum kikuk dengan godaan dari kedua orang tua mereka.

Tuan Han Baek dan tuan Park Jerry saling berpelukan tanda perpisahan begitu juga dengan nyonya Han dan nyonya Fiona karena keluarga Park Jerry mau kembali ke rumah mereka. Harry yang berada di samping Yura mendekatkan dirinya dan membisikkan sesuatu. 

"Sampai bertemu besok nyonya Han Yura. Oh, ya, satu lagi. Jangan sampai kamu ceritakan masalah ini sama orang-orang kantor karena aku tidak mau mendengar gosip-gosip murahan. Dan aku berharap kamu bisa menjaga sikapmu denganku saat di kantor, karena aku tidak segan-segan memecat orang yang bertindak seenaknya kepadaku," bisik Harry dengan penuh penekanan. Setelah itu dia memasang wajah hangatnya kembali ketika sudah berada di depan orang tua Yura.

"Dasar pria bermuka dua, tidak waras, sombong, tidak tahu diri, dan semua sifat buruk ada pada dirinya," batin Yura sambil menatap tajam Harry. "Gimana bisa dia menjadi calon suamiku? Sungguh menyebalkan sekali." Segala gerutu Yura dalam hatinya.

Setelah berpamitan, keluarga Park Jerry segera menuju mobil mereka yang berada di garasi mobil keluarga Han. Setelah kepergian sahabatnya, tuan Han mengajak seluruh keluarganya untuk kembali masuk ke dalam rumah mereka.

"Aku senaanngg .... sekali. Bentar lagi putri kita akan segera menikah sayang," ujar nyonya Han ketika sudah ada di dalam rumah.

"Iya sayang dan aku sangat senang memiliki calon menantu yang tampan dan berwibawa seperti Harry Borison. Hitung-hitung kita memperbaiki keturunan biar bisa punya cucu berwajah blasteran bule. Aku tidak sabar menunggu pernikahan mereka berdua," tambah tuan Han.

"Baik apanya? Wajahnya aja yang polos, tapi perlakuannya sangat buruk dan tidak waras. Belum menikah aja sudah berani mengancamku," batin Yura kesal dengan omongan kedua orang tuanya.

Semua keluarga Han membereskan rumah mereka dibantu dengan beberapa pelayan. Wajah murung terlihat jelas di wajah Yura saat ini. Setelah semuanya sudah bersih seperti semula, Tuan dan Nyonya Han kembali ke kamar mereka begitu juga dengan Han Daniel dan Han Yura.

"Aduuhh ... sepertinya mulai besok hari-hariku menjadi suram karena harus sering bertemu dengan pria gila itu." Yura terus gelisah ketika sudah berada di dalam kamarnya. Namun ketika Yura sedang membersihkan makeup-nya di depan cermin, tiba-tiba dia melihat pantulan dari cermin ada kepala yang menongol dari balik pintu. Dan sontak saja dia teriak ketakutan.

"Yaakk ... kepala buntuuunnng!" Teriak Yura ketakutan.

Daniel yang mendengar teriakan kakaknya akibat ulahnya segera masuk ke dalam kamar Yura. "Yaakk. Kenapa mengataiku kepala buntung?" omel Daniel kesal kepada kakaknya.

"Waahh ... Kenapa jadi kamu yang kesal? Salah siapa yang menongolkan kepala di balik pintu? Tidak bisakah mengetuk pintu terlebih dahulu, hah?" Marah Yura kepada adiknya.

"Yaa, maaf, nunna (panggilan adik laki-laki kepada kakak perempuan). Tapi, kenapa juga kamu mengataiku kepala buntung? Tidak lihatkah, adik sepolos dan seimut seperti aku ini?" Balas Daniel dengan wajah polosnya.

"Astagaa, kenapa kamu selalu aja membuatku tidak bisa marah padamu? Aktingmu sangat bagus sekali." Yura memang selalu kesal dengan tingkah adiknya yang sangat kekanakan. Namun meskipun begitu, dia sangat menyayangi adik satu-satunya ini. 

"Tapi, tunggu dulu. Apa yang membuatmu datang kemari? Pasti ada yang kamu mau, kan?" Yura merasa aneh dengan sikap adiknya yang tidak biasanya seperti ini.

"Ahh, nggak ada apa-apa, kok. Hanya saja, aku meminta satu permintaan dan pasti permintaanku kali ini tidak akan menyulitkan Nunna," jawab Daniel yakin.

"Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Cepat katakan jangan berbelit-belit seperti ini Daniel!" ujar Yura sedikit bingung dengan adiknya.

Daniel menatap kakaknya serius. "Aku ingin memiliki keponakan, Nunna. Aku ingin kamu segera memiliki baby agar aku tidak kesepian dan bisa bermain dengannya." Daniel menggoda kakaknya.

"Yaakk. Apa yang kamu ucapkan barusan? Nikah aja belum, mau punya anak pantatmuu?" Yura merasa kesal pada Daniel.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status