Kepergian Lintang meninggalkan prasangka yang membuat ekspektasi Ishan semakin tinggi.
"Reaksi Lintang ... mungkinkah dia cemburu?!" batin Ishan. Terlalu hanyut dalam pikirannya, Ishan mengabaikan Dira, sang kekasih yang tengah menanti sebuah penjelasan.
"Dira? Apa yang kamu lakukan disini?"
tanya Ishan tanpa ada rasa canggung.
"Akhirnya kamu menyadari keberadaanku! Siapa wanita tadi?" Dira menjawab pertanyaan Ishan dengan pertanyaan.
"Oh, dia Lintang sekretarisku. Kenapa?"
jawab Ishan santai.
Dira tertunduk dan meneteskan air mata.
"Hey, kenapa menangis? Apa aku menyakitimu? Aku minta maaf sayang."
Sesenggukan Dira dipenuhi rasa bersalah.
"Maafkan aku, aku sempat meragukanmu. Ku kira wanita tadi ...."
"Sshh ..." Ishan memotong kalimat Dira dengan menempelkan telunjuk kanannya pada bibir merah Indira.
Dengan lembut Ishan mengusap air mata Dira sambil mengelus kepala Dira.
"Aku mengerti perasaanmu. Itu karena kamu terlalu mencintaiku, hingga rasa takut kehilangan menumbuhkan rasa curiga di hatimu. Benarkan?"
Dira mengangguk dan tersenyum lembut mendengar perkataan Ishan yang begitu penuh pengertiannya mampu mengusir gusar di hatinya.
"Oh iya, aku masih belum tau, apa yang sedang kamu lakukan disini?" Ishan menanyakan hal yang sama.
"Apa lagi, tentu saja aku berkerja disini. Ini adalah restoranku, dan akulah manajer disini. Tadinya aku hendak menegurmu, karenamu beberapa pelanggan merasa risih."
"Aduh, maafkan aku ya sayang? Akibat kecerobohanku, kamu jadi mendapat keluhan," tutur Ishan manja.
"Tak apa, lagi pula ini restoranku sendiri jadi aku nggak peduli jika itu menyangkut tentang mu."
"Pacar siapa sih ini, hebat sekali. Masih muda sudah punya restoran sendiri."
Puji Ishan gemas, sambil mencubit manja hidung mancung Indira.
Perlakukan Ishan membuat Indira menyerahkan hatinya sepenuhnya pada Ishan.
"Eh, sudah siang sekali. Aku harus segera kembali ke kantor. Sayang aku ijin kerja lagi ya sayang. Sampai jumpa lagi. Mmuach!" ucap Ishan yang ia akhiri dengan mengecup lembut kening Indira. Sedangkan Indira menatap getir punggung Ishan yang perlahan menghilang dari pandangannya.
Bagi Indira yang 100% mencintai Ishan, ia sangat merasakan jika Ishan hanya setengah-setengah mencintainya. Justru perlakuan Ishan terhadap Lintang yang baru ia lihat mulai membuatnya gusar.
Sesampainya di kantor, Ishan mencari Lintang.
Namun, Lintang tak ada di ruangannya.
"Anita! Dimana Lintang? Aku tidak melihatnya di ruangannya."
"Sesaat setelah tiba di kantor, ibu Lintang menerima telepon dan kembali pergi. Kalau tidak salah, beliau pergi ke Star seven hotel."
"Untuk apa dia kesana?"
"Maaf pak, saya kurang tau, sepertinya ini terkait dengan kasus model dari agensi pak Denny."
"Baiklah. Kembali kerja!"
Setelah Anita meninggalkan ruangannya, Ishan segera menghubungi Lintang.
Sementara itu, Lintang tengah sibuk bernegosiasi dengan Denny.
"Kalau kalian tidak mau menaikan bayaran 10x lipat dari kesepakatan awal, saya minta maaf! Terpaksa saya membatalkan kerja sama dengan anda."
"Saya tau, meminta kenaikan bayaran adalah hal yang wajar! Tapi 10x lipat?! Ini namanya merampok!"
"Inilah bisnis nona, kecuali jika nona bersedia menjadi hadiah ulang tahun saya malam ini, mungkin saya akan berubah pikiran!"
Dzrtt.....
Ponsel Lintang terus bergetar panggilan masuk dari Ishan. Karena sibuk, saat ia hendak mematikan ponselnya, tanpa di sadari ia justru mengangkat teleponnya.
Sehingga pembicaraan Lintang dan Denny dapat di dengar oleh Ishan.
"Halo! Halo!"
Teriak Ishan, namun tak ada jawaban. Terdengar percakapan antara Lintang dan Denny. Instingnya mulai merasakan adanya bahaya. Sembari mendengarkan percakapan Lintang dan Denny melalui ponselnya, Ishan bergegas pergi menyusul Lintang.
"Ini untuk terakhir kali saya tegaskan, saya hanya bersedia menaikan harga 5x lipat dari kesepakatan. Jika anda tidak bersedia, bersiaplah untuk berurusan dengan hukum!"
"Wow nona, kamu benar-benar tipeku. Sangat berani. Sorot matamu yang tajam membuatku berdebar. Tapi sayangnya saya tidak akan merubah keputusan saya."
"Yah apa boleh buat!"
Lintang mengeluarkan berkas kontraknya.
"Sesuai perjanjian jika pihak pertama yakni pihak anda meminta menaikkan harga tiga hari sebelum fashion show di mulai maka pihak kedua yaitu pihak perusahaan kami harus menuruti atau membatalkan kesepakatan dengan membayar dendanya. Tapi jika pihak pertama meminta menaikkan harga satu hari sebelum fashion show maka pihak kedua berhak membatalkan perjanjian dan pihak pertama harus membayar 10x lipat dari harga kesepakatan. Ini sudah tertulis jelas dalam kontrak ini. Pihak saya akan memajukan jadwal fashion show lebih awal. Jadi anda bersiaplah membayar 10x lipat!"
BRAK!!
"Apa-apaan ini! Kalian memanipulasi surat kontraknya!" Denny murka dan menggebrak meja. Melihat Denny yang tersulut emosi, Lintang justru tersenyum puas.
"Oh ayolah! Inilah bisnis, om!" Lintang memprovokasi Denny dengan sengaja memanggilnya 'om'.
"Om katamu?!" tanya Denny dengan tatapan mata yang mendendam. "Heh, apakah itu panggilan sayang?" tanyanya lagi sambil menyunggingkan senyum licik di wajahnya. Kali ini ia bisa melihat ekspresi jijik di wajah Lintang.
"Cih menjijikkan! Heh! Pria yang sudah bau tanah! Cepat selesaikan kesepakatan ini! Aku bukan orang yang bermurah hati! Ku beri kesempatan sekali lagi untuk memutuskan!"
ucap Lintang yang kali ini mulai naik pitam.
"Aturan di buat untuk dilanggar! Begitupun perjanjian kontrak! Inilah bisnis! Heh! Memangnya kenapa kalau aku melanggar surat kontrak? Jangan lupa kamu di kandang siapa nona. Kecil bagiku menyelesaikan wanita lemah sepertimu!" Denny tersenyum licik.
Percakapan Lintang dan Denny yang memanas membuat Ishan khawatir.
"Dasar wanita bodoh yang keras kepala! Apa dia tidak tau apa yang sedang ia hadapi?!" gumam Ishan yang semakin khawatir. Ia menambah kecepatan laju mobilnya dan terus memantau apa yang sedang terjadi melalu ponsel yang sangat terbatas.
"Wooo! Kau mengundang begitu banyak pengawal hanya untuk melawan seekor wanita lemah?! Dan kau sebut dirimu pria?! Ckckck ... benar-benar menggelikan!"
Lintang masih bersikap arogan dan terus memprovokasi walau Denny memanggil delapan bodyguard untuk melumpuhkannya.
Lain halnya dengan Ishan yang justru semakin tercekik oleh rasa khawatirnya. Ia melampiaskan kekesalannya dengan melempar ponselnya dan menambah lagi kecepatan laju mobilnya.
Perkelahian tak dapat dihindari. Lintang nampak lihai menghajar satu persatu pria-pria berbadan kekar itu. Tentu saja pukulan Lintang tak mungkin terlalu berdampak untuk melumpuhkan lawan. Namun bukan Lintang namanya jika tidak bisa mengatasinya.
Dengan selain kepiawaiannya berkelahi ia juga menggunakan stun-gun untuk melumpuhkan lawan yang jelas terlihat jauh lebih kuat darinya.
"Semua bodyguardmu sudah tepar! Bagaimana? Sudah ada rasa ingin kencing di celana belum?!" ejek Lintang dengan penuh kesombongan.
Denny masih duduk tenang. Mendengar ucapan Lintang yang begitu sombong ia hanya tersenyum licik sambil sedikit membenahi kacamatanya.
"Heh! Kesombonganmu inilah yang menjadi bumerang bagimu!"
"Apa maksudm...."
Cesss .... Denny menyemprotkan clorophyll spray tepat pada wajah Lintang yang lengah.
Dalam sekejap Lintang tak sadarkan diri. Denny tak menyia-nyiakan kesempatan dan segera melancarkan aksinya. Ia menggendong Lintang ke atas tempat tidur. Namun saat Denny hendak melepaskan kancing kemeja Lintang, "BRAK!" Terdengar suara pintu yang di buka paksa.
Ishan datang di saat yang tepat.
Ia membuka pintu dengan cara menendangnya. Denny terperanjat melihat kehadiran Ishan.
42. Teman SMP Darah yang tadinya hanya merembes, kini mulai mengalir layaknya saluran air yang mulai lancar, David mulai panik dan sesak napas menyaksikan Lintang bersimbah darah.“Memuakkan!” Pria yang masih berpakaian formal lengkap itu, kini mengendurkan dasinya yang tiba-tiba terasa mencekik. Tidak hanya itu, David juga melempar jas hitamnya secara sembarangan, sehingga tampaklah darah yang merembes di lengan bajunya.Seolah tak menyadari bahwa dirinya sendiri juga terluka, David kembali nekat, mengabaikan peringatan Lintang sebelumnya, dan memantapkan langkah ke arah Lintang.“Jangan protes lagi! Aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh!” seru David seraya kembali menggendong Lintang menuju ke ranjang pasiennya.“Dokter! Dokter!” David berteriak seperti orang kesetanan.Apakah kali ini Lintang hanya diam dan menurut, setelah David menunjukkan sikap setengah bengisnya? Tentu saja tidak. Sama seperti sebelumnya, kali ini pun Lintang meronta dan menjambak rambut David. Bahkan Lintang
"Tentu saja, karena dia wanita yang istimewa dan berbeda!" jawab Bintang spontan."Hmh! Apakah selera kalian adalah wanita rendahan yang hypersex?"Lagi-lagi Bambang merendahkan Lintang."Kakek!" teriak Bintang yang marah mendengar Lintang dihina sang kakek. Namun, sang kakek hanya mendengkus dengan seringai senyum menghina. Sebelum melanjutkan ucapannya, Bintang sempat menatap Ishan untuk melihat reaksinya. Namun, reaksi Ishan yang hanya diam saja justru semakin membuatnya geram. "Jika seandainya hal yang sama menimpa Kejora, apakah Kakek masih bisa mengatakan hal demikian?" Bintang mengepalkan tangannya gemetaran. Telinga dan lehernya merona merah, keringatnya pun bercucuran sebab menahan amarah yang sudah di ambang batas. Plak!Kini gantian tamparan sang kakek meninggalkan bekas merah di pipi Bintang."Jaga ucapanmu! Dasar bocah sialan! Kamu dilahirkan bukan untuk menjadi budak wanita rendahan!""Kakek, cukup! Cukup aku saja. Aku mohon ...."Suara Ishan bergetar pasrah memohon
Kini, semua orang tengah menanti jawaban Kejora. Mereka semua mengubah suasana yang tadinya gaduh menjadi tenang dan kondusif. "Aku bersedia menerima perjodohan ini!"Jawaban Kejora membuat mata Bowo dan yang lainnya terbelalak. Kecuali Bambang—sang kakek dan biang keladi dari pupusnya harapan Ishan untuk membangun rumah tangga bersama Lintang. "Ta–tapi ... bagaimana bisa kau menerimanya? Bukankah kau ....""Maaf! Tapi sejujurnya, aku juga sudah lama memendam rasa untuk Mas Ishan, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kesempatan yang hanya datang sekali seumur hidupku." Penjelasan itu membungkam mulut-mulut yang sebenarnya sudah siap untuk membombardir Kejora dengan ribuan pertanyaan. "Tapi, jelas-jelas kau sudah tahu persis bagaimana aku mencintai Lintang, tapi ....""Stop!" Bambang menyela dengan suaranya yang lantang. "Sebaiknya kamu terima apa pun keputusan Kakek! Kau tahu pasti apa yang akan terjadi jika kau nekat menikahi gadis kotor itu, 'kan?" Peringatan yang
Keadaan semakin kacau karena kakek dan nenek Ishan tiba-tiba datang. Na'asnya, kakek dan nenek Ishan sempat menyaksikan video tersebut pada bagian Lintang yang tengah dilecehkan. "Apakah memutar adegan menjijikkan seperti ini adalah trend dalam acara pernikahan masa kini!" bentak Bambang Prioko Kartadwinanta, kakek Ishan."Memalukan! Matikan video itu!" perintahnya dengan wajah merah padam. Para tamu undangan terkejut melihat kehadiran orang nomor 3 di negara itu. "K—kakek. Bagaimana kakek bisa ...,"Rita gelagapan mendengar Ishan memanggil 'kakek' pada pria tua yang merupakan orang nomor 1 di kota itu. "Apakah Ishan merupakan cucu dari Bambang Prioko yang merupakan orang terkaya no 3 di negara ini?" batin Rita mulai panik dan ketakutan."Bawa gadis itu!" Bambang menggunakan isyarat tangannya untuk memberikan perintah pada para pengawalnya. Bersamaan dengan itu, para tamu undangan juga langsung diarahkan untuk segera meninggalkan ruangan. Bambang berjalan mendekat ke arah Bowo d
Lintang tersedak mendengar ucapan Alex. "Kenapa? Apa candaku berhasil menyentuh hatimu?"Alex segera memberikan segelas air minum pada Lintang."Ku kira kamu serius. Padahal jika benar, aku akan memilih menikahimu saja." Alex tercekat mendengar ucapan Lintang. "Kenapa kau diam saja? Iya! Aku tahu kamu tidak pernah memandangku sebagai seorang wanita. Aku hanya merasa sudah terbiasa denganmu. Sejujurnya, aku mempercayai dirimu melebihi diriku sendiri."Alex termangu mendengar penuturan Lintang. "Jika besok pagi aku yang mengajakmu menikah, apakah kau masih bersedia?"Lintang mengangguk tanpa ragu. Alex mengusap kepala Lintang sambil berujar, "Dasar bodoh! Aku tidak akan melakukan hal gila itu. Aku senang akhirnya kau berada di tangan orang yang tepat. Pria yang benar-benar mencintaimu.""Jadi ... kau benar-benar tidak mau menikahiku, nih?" seloroh Lintang. Alex menggeleng sambil tersenyum. "Aku lebih senang menjadi pelindung rahasiamu, Lintang," ucapnya dalam hati. ***Dekorasi
Sepanjang perjalanan pulang, Ishan terus saja memikirkan tentang Lintang. Bagaimana mungkin, seorang gadis yang tangguh dan cerdas bisa terjebak dalam kondisi mental yang sangat miris seperti itu? Kejadian macam apa yang telah Lintang lalui?Rasa penasarannya itu memenuhi kepala Ishan, sehingga membuatnya hilang konsentrasi mengemudi.Ckiit ... BRAK!Seorang pedagang asongan tersungkur dengan kue bolu kukus yang berhamburan ke jalanan.Ishan turun dari mobilnya dan segera menolong pedagang asongan yang ia tabrak itu."Bapak tidak apa-apa?" tanya Ishan."I—iya, Mas. Saya tidak apa-apa. Hanya saja ...."Pedagang asongan tersebut melirik sedih pada dagangannya yang sudah berceceran ke mana-mana, bahkan sebagian ada yang terlindas kendaraan lain."Saya minta maaf atas kecerobohan saya, Pak. Mari saya antar untuk ke rumah sakit,
Di saat yang bersamaan, Ishan tengah menempelkan telinganya di pintu tersebut, sehingga saat Lintang membuka pintu kamar tersebut, Ishan kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur di hadapan Lintang."Apa yang kamu lakukan?" tanya Lintang.Ishan bangkit sambil meringis kesakitan."Aku mengkhawatirkan dirimu. Maaf jika aku lancang."Kembali rasa marah dan takutnya menguar dari dalam diri Lintang."Keluar dan pergilah," ucap Lintang dingin sambil membuang muka. Rasa jijik turut kembali menguasainya hingga membuat Lintang tak sudi melihat Ishan."Tapi ...."Tak membiarkan Ishan bersuara, Lintang mencengkeram bahu Ishan dan mendorongnya secara kasar untuk keluar. Kemudian menutup pintu kamarnya dengan keras. Lintang menyandarkan punggungnya pada pintu tersebut dan perlahan terduduk pilu bersama rasa yang tiada henti menyiksa dirinya. 
"Ada apa dengan reaksi mu itu?" tanya Lintang seraya menepuk-nepuk punggung Ishan."Apakah dia Lintang asli?" batin Ishan yang masih terbatuk-batuk.Ishan menepis tangan Lintang dan beringsut menjauh dari Lintang. Ia menatap Lintang dan dahinya mengerut garis muncul antara alisnya."Kamu bukan jelmaan jin, 'kan?"Pertanyaan yang Ishan ajukan itu membuat Lintang mendengkus kesal.Tanpa diminta, Lintang langsung mengucapkan dua kalimat syahadat untuk membuktikan bahwa dirinya adalah Lintang asli alias bukan imitasi."Lalu ... kenapa sikapmu seperti ini?" tanya Ishan yang menyiratkan rasa takut serta curiga dalam tatapannya."Apa maksudmu?" balas Lintang yang mulai menyalak galak."Begini, Mbak. Sebelumnya Anda tidak pernah mengucapkan kata 'maaf dan terima kasih'. Bahkan dua kalimat itu seperti haram terucap dari mulut Anda," ter
Jika biasanya dalam adat Jawa ada ritual pingitan untuk kedua calon pengantin yang sudah mendekati hari H pernikahan, hal itu justru tak berlaku untuk pasangan calon pengantin ini.Meskipun keduanya sepakat untuk menggelar pernikahan dengan mengusung adat Jawa, tapi keduanya tidak begitu saklek dengan ritualnya.Menjelang H-1 pernikahan, tepat jam 07.00 pagi Ishan sudah berdiri dan mengetuk pintu rumah Lintang.Penampilan Ishan hari ini sangat berbeda dengan biasanya. Jika biasanya ia selalu berpakaian formal, hari ini ia tampak lebih muda dengan setelan kemeja biru muda dan Jumper warna navy serta dipadukan dengan celana jeans lengkap dengan sneakersnya.Ishan berdiri gelisah dan berulang kali mondar-mandir menunggu Lintang membukakan pintunya.Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu yang dibuka.Ishan segera bersiap menyambut wanitanya dengan set