Share

7. Berpisah

Author: Juya Luc
last update Last Updated: 2022-04-06 06:46:03

"Aku bersyukur mengetahui dirimu yang asli lebih cepat. Aku sempat berpikir untuk menyerahkan hidupku hanya untukmu dan menjadikanmu kekasih terakhirku di dunia ini. Namun, ternyata Tuhan menilai aku terlalu berharga untuk disandingkan denganmu. Terima kasih untuk satu tahun ini. Aku harap hubungan kalian abadi. Meski au tidak yakin dia adalah satu-satunya bagimu." Berbanding terbalik dengan keadaan hatinya, ucapan Alice benar-benar menunjukkan bahwa ia tak tenggelam dalam alasan murahan Vio. Alice pun langsung memutar badannya dengan cepat, tak ingin memberikan Vio sedetikpun waktu untuk membalas ucapannya.

Vio terpaku merasa marah harga dirinya yang tadi sudah ia tinggikan kini diinjak-injak oleh Alice. Inginnya berlari menarik kedua tangan yang jelas-jelas masih gemetar itu dan membungkam mulutnya yang berucap kasar padanya hingga meneteskan air mata namun hal itu dicegah oleh pemilik cafe yang ternyata sejak tadi sudah memerhatikan keduanya dari jauh.

Alice melangkah dengan tergesa-gesa setelah mendengar keributan di belakangnya. Ia menduga Vio sedang mengamuk dan mungkin ingin mengejarnya. Kakinya yang lemas ia paksakan menambah kecepatan sebelum Vio bisa menjangkaunya. Setelah sampai di tepi jalan, ia segera menghentikan taksi yang lewat dan refleks masuk ke dalamnya. Barulah setelah taksi berjalan ia berani menengok ke arah dimana ia datang tadi. Alice menatap lekat jalanan yang cukup ramai itu, dilihatnya satu per satu orang yang ia lihat di belakang. Napasnya masih terasa tersengal-sengal akibat memaksa tubuhnya berlari sedangkan otaknya mengirim sinyal seakan tubuhnya tak berdaya akibat banyaknya hal mengejutkan yang terjadi beriringan di waktu yang sama. Barulah ia bernapas lega setelah meyakini tidak ada tanda-tanda kemunculan Vio di belakang sana.

Air mata kembali mengucur deras, Alice menyandarkan tubuhnya dan terduduk lemas. Suaranya tersekat di ujung tenggorokan, padahal ia ingin menjerit meluapkan emosinya. Dicengkeramnya lehernya sebagai upaya pelampiasan kekesalannya. Meski ia berusaha tegar saat menangkis ucapan Vio, namun sebenarnya saat itu ia amat sangat takut dan merasa bersalah. Dalam hatinya terdapat sedikit keraguan akan ketidakbenaran atas ucapan Vio yang pada awalnya diyakininya.

Apa benar dirinya adalah penyebab perselingkuhan Vio? Pertanyaan itu terus muncul sebanyak Alice menampiknya. Menyakitkan. Menakutkan. Tak pernah ia membayangkan diduakan orang yang dicintainya akan sesakit ini. Tangannya yang awalnya menutupi wajahnya kini ia taruh di dadanya, mencoba mencari dari mana rasa sakit itu berasal. Dia berharap dirinya hanya terluka terkena goresan atau menabrak sesuatu saat di kantor tadi. Dirabanya gusar bagian kiri dadanya yang berdenyut tak hentinya. Tak ada tanda-tanda adanya luka luar disana. Ia meringis. Lalu bagaimana dirinya menghentikan rasa sakitnya? Bahkan tak ada goresan sedikitpun.

"Ini." Tiba-tiba saja, dari samping sebuah tangan menjulurkan tissue pada Alice.

"Terima kasih." Alice mengambil tissue itu dan menghapus air matanya yang terus saja mengalir. Kini dirinya sedikit terhibur dengan perlakuan sopir taksi yang dinaikinya. Sopir taksi itu begitu baik padanya karena memberikan tissue padanya. Ia benar-benar merasa berterima kasih dengan perlakuan kecil itu. Lama Alice memegang tissue tersebut sebelum tubuhnya kembali menegang menyadari sesuatu.

Bukankah supir taksi selalu berada di depan? Tapi tadi yang memberinya tissue berasal dari sebelah kirinya. Alice mendongak melihat ke kursi depan, supir taksinya sedang menjalankan taksi, Alice mengerutkan keningnya, ia seperti mengenal punggung itu. Lalu ia dengan sigap menoleh ke sisi kirinya dan terpegan sesaat setelah matanya menangkap wujud Erickson yang sedang duduk di sana sambil menatapnya dengan datar.

"...Presdir?" Mulut Alice ternganga tak percaya dengan penglihatannya. Berkali-kali ia mengedipkan matanya cepat-cepat akibat terkejut.

"Ah, apa kau sudah lebih baik?" Supir taksi itu menoleh pada Alice dan ikut menambah keterkejutan gadis itu. Ternyata yang tadi ia sangka supir taksi adalah Arthur, sekretaris Erickson. Bagaimana bisa situasi itu terjadi? Alice sungguh bingung, ia mencoba memikirkan situasi saat itu namun ia tak bisa berpikir.

"Presdir, bagaimana bisa…?" Alice bertanya dengan ragu-ragu.

"Ah, kebetulan saja. Haha." Arthur menjawab pertanyaan Alice. Ia melirik Erickson dari kaca spion dan terlihat seperti menyuruh Erickson melalui matanya.

Tatapan Alice berpindah ke Erickson yang tengah mengabaikan Arthur dan kembali fokus pada tablet di tangannya. Alice tetap diam tanpa berucap apa pun dan menatap Erickson melalui sudut matanya karena ia merasa malu untuk berhadapan langsung dengan Erickson dan memperlihatkan wajahnya yang sudah kacau akibat menangis, meskipun sebenarnya ia pun tahu bahwa kemungkinan Erickson sudah memerhatikan dirinya yang menangis sejak masuk ke dalam mobil.

"Bisa-bisa kau melubangi wajahku," ucap Erickson tanpa diduga-duga. Ia masih tetap fokus pada tablet di tangannya.

Alice terkesiap karena tak menyangka Erickson akan tahu bahwa ia menatapnya. Alice berpikir mungkin Erickson terganggu dengan tatapannya, lalu ia beralih menatap lurus ke depan. "Saya hanya terkejut bagaimana bisa saya bertemu Pak Presdir di sini." Alice kemudian secara ragu-ragu kembali melihat Erickson.

Erickson menghentikan kegiatannya setelah mendengar ucapan Alice. Irisnya lalu bergerak melirik Alice. Ia diam sejenak, wajahnya tetap datar seperti biasanya, namun entah mengapa Erickson menatap Alice dengan amat lekat untuk sesaat dan itu membuat gadis di depannya semakin tak bisa mengetahui apa yang sedang ada di pikirannya saat itu. Dari sudut pandang Erickson, terlihat air mata Alice yang masih tersisa di wajahnya yang terlihat jelas dari jarak pandang Erickson.

Arthur yang sejak tadi diam dan membiarkan dua orang di belakang itu berbicara kini melirik Alice dan Erickson bergantian sebelum kembali fokus pada jalanan. Ia sebenarnya takut mood Alice malah semakin buruk karena salah paham dengan diamnya Erickson. Sebab ia lihat pria itu tak ada niat untuk membuka mulutnya.

Saat ini, Alice berpikir kebetulan macam apa yang terjadi saat ini sehingga ia bisa masuk ke dalam mobil yang awalnya ia berniat hanya. untuk memanggil taksi. Bahkan tak pernah terbesit bahwa ia malah akan menaiki mobil dari atasannya. Lalu bagaimana penjelasan akan kebingungan Alice saat itu?

Sebenarnya kurang lebih tiga puluh menit yang lalu, Erickson bersama Arthur yang saja mengakhiri pekerjaan mereka hari itu memutuskan akan mengisi perut di salah satu cafe rekomendasi salah satu client mereka. Arthur pun tampak bersemangat saat menghidupkan mobil untuk mengantar mereka sampai ke tempat tujuan. Bahkan selama di perjalanan, Arthur mengingat kembali menu-menu yang disebut oleh client mereka itu untuk dipesan saat mereka tiba nanti, berbanding terbalik dengan Erickson yang tengah berpangku tangan menatap jalanan yang masih ramai melalui kaca mobil.

Sesampainya di sana, mereka dibuat heran dengan para waiters yang harusnya menyambut mereka malah sibuk berbisik-bisik, ditambah para pelanggan yang juga melakukan hal yang sama, terlebih lagi mereka semua menatap ke arah yang sama.

Meski awalnya Erickson acuh dengan situasi itu, namun ekor matanya menangkap sosok wanita yang terlihat akrab yang berada persis dengan arah tatapan orang-orang itu. Erickson menyenggol lengan Arthur yang masih kebingungan dengan sikunya dan menunjuk ke arah yang dimaksudnya sambil berjalan maju dua langkah.

Erickson mengenal baju yang dipakai wanita itu serta kuncir rambut yang menempel di rambut hitam panjang tersebut. Itu penampilan yang masih cukup segar dalam ingatannya, itu adalah penampilan wanita yang terakhir dilihatnya sebelum keluar dari kantor.

Arthur yang disampingnya terlihat menyipitkan matanya sebelum kemudian ia berseru dengan sedikit terkejut. "Itu… bukankah itu Alice?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Love is Dangerous   25. Apa itu kencan?

    Mobil Erickson sudah berhenti di depan apartemen Alice. Alice sudah hendak turun namun sebenarnya masih dilanda keingintahuan. Karena Erickson tidak memberitahunya alasan mengapa pria itu menanyakan kesibukannya malam besok."Sampai jumpa besok."Hanya kalimat itu yang ia dengar dari Erickson setelah dirinya turun dari mobil. Alice pun menelan rasa penasarannya. Ia mengangguk dan tak lupa berterima kasih.Mobil Erickson melaju tanpa ragu meninggalkan Alice yang masih berdiri menatap mobil hitam itu menghilang ditelan malam.***Erickson tengah duduk di meja kerjanya dengan wajah serius. Ia menatap sebuah kertas yang tergeletak diatas kotak besar di dalam ruangan tersebut. Sejak ia pulang dari mengantar Alice, ia sama sekali tak pergi kemana pun dan segera kembali ke apartemen. Saat ia kembali pun tak ada siapapun yang berada di apartemennya. Namun kini sebuah surat tergeletak dengan jelas di sudut meja yang bisa segera langsung tertangkap indera penglihatan Erickson. Terlebih lagi kot

  • Love is Dangerous   24. Candaan Erickson

    "Apa anda baru pulang?" Alice membuka mulutnya, mencoba mengganti topik pembicaraan mereka setelah dirinya menyadari sepertinya lawan bicaranya itu tak berniat sedikit pun untuk menjawab pertanyaannya tadi.Atmosfer yang masih terasa canggung. Disekeliling ada banyak orang memenuhi meja-meja di sana, sayangnya tak membuat Alice merasa lebih nyaman. "Yah, tapi untunglah. Kalau tidak, aku tidak akan tahu bahwa tunanganku sedang bersama pria lain." Erickson menggelengkan kepalanya dan berdecak menyayangkan.Itu terlihat palsu.Alice memejamkan mata, mengembuskan napas pelan. "Kenapa anda terus mengatakan tunangan?" Ia kesal. Padahal dirinya sudah berusaha mengganti topik mereka setelah Erickson tadi tidak mau menjawab pertanyaannya. Sekarang malah kembali menyinggung kata 'tunangan'. Alice merasa kata itu terlalu sering ia dengar beberapa hari belakangan."Karena kau tunanganku.""Masih belum. Bukankah masih ada waktu sampai sebelum jam 12 malam besok?""Berarti segera, bukan?""Itu bel

  • Love is Dangerous   23. Amarah Erickson

    Lengan kekar Erickson masih setia menempel di pundak Alice. Telapak tangannya yang dingin terasa menusuk ke dalam kulit bagian lengan atas Alice yang terekspos akibat gaun yang ia pakai hari ini menampilkan pundaknya dengan sempurna. Kini wajah Alice dan Erickson hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Dirinya kini bahkan bisa mendengar deru napas pria itu berpacu dengan degupan jantung miliknya yang berdetak lebih kencang dari sebelumnya.Mengapa Erickson berada di sampingnya? Memang tempat ini tak jauh dari kantor mereka, tetapi tetap saja itu tidak menjawab rasa penasaran Alice. Tidak jauh berbeda dengan dirinya, pria yang duduk di depannya pun memiliki keterkejutan yang sama. Dia terlihat membeku di tempat dengan mulut terbuka. Sepertinya dia tahu siapa yang tengah memeluk Alice saat ini."Erickson… Stewart…," ujarnya tak percaya menyebut nama Erickson. Wajahnya memucat. Sosok yang sebelumnya dia cibir dengan mulut yang sama, kini ia sebut namanya dengan ketakutan yang terpancar

  • Love is Dangerous   22. Makan siang bersama

    Ah, tidak. Saat ini yang terpenting adalah membuat mereka tidak makan di sana. Alice memutar otaknya. "Bagaimana kalau makan di luar saja? Saya rasa akan sedikit ramai di sana karena sepertinya kita orang terakhir yang datang." Alice berpura-pura melirik jam di tangannya untuk memperkuat alasannya. Padahal ia sama sekali tidak memerhatikan arah jarum jam tangannya itu menunjuk ke mana.Namun, ternyata hal itu cukup berhasil. Erickson melirik jam di tangannya dan beberapa saat kemudian ia berkata, "Benar. Kalau begitu, kita makan di tempat lain saja." Erickson membalikkan badannya dan membuat Alice merasakan kelegaan setelah beberapa saat merasakan kepanikan."Bagaimana dengan restoran di belakang?" Alice dengan sedikit bersemangat menyarankan. Itu adalah restoran yang berada di belakang gedung perkantoran mereka, yang berjarak hanya dengan sebuah jalan kecil namun panjang yang berujung ke sebuah jalan besar. Restoran itu biasanya didatangi oleh banyak dari rekan kerjanya saat pulang k

  • Love is Dangerous   21. Waktu untuk berpikir

    Erickson sungguh tak menyangka bahwa ucapan Arthur malah benar adanya. Wanita di depannya ini tidak semudah itu untuk menyetujui. Lantas Erickson menyeringai tipis, ia memejamkan matanya seolah merasa puas.Berbeda dengan Alice yang kini malah bergidik ngeri melihat Erickson menampakkan senyum yang menurutnya menyeramkan. Bagaimana tidak, sebelumnya pria itu terlihat mengernyit tak senang, namun sedetik kemudian dia malah tersenyum menyeringai.Tanpa memedulikan ekspresi Alice yang terlihat jelas di matanya, Erickson dengan santainya berujar, "Mengapa kau ragu-ragu? Bukankah ini cukup menguntungkan bagimu?""Meskipun tidak banyak yang mengetahui tentang kandasnya hubungan saya, tapi tetap saja, hal ini terlalu tiba-tiba. Orang-orang pasti akan sama terkejutnya seperti saya saat ini."Erickson sedikit memicingkan matanya. Lalu ia tertawa kecil. "Jadi apa kau ingin menolak?" ujarnya memancing. Diperhatikannya dengan seksama wajah Alice yang sedang kebingungan.Alice menelan ludahnya saa

  • Love is Dangerous   20. Syarat

    Keheningan menyelimuti. Alice masih cukup linglung untuk bertanya pada Erickson yang saat ini masih mengawasinya dalam diam.Tidak pernah terpikirkan olehnya hal seperti itu akan datang kepadanya. Terlebih lagi dari orang yang dia hormati itu. Ini terlihat tidak nyata. Apa ini mimpi?"Anda bercanda, kan?" ucapan yang hanya ia katakan dalam hatinya ternyata lolos dari mulutnya. Ia sangat ingin memastikan. Dengan sedikit perasaan segan yang menyelimuti, Alice perlahan menatap manik Erickson yang ekspresinya masih sama; datar. Namun, Alice tahu bahwa tidak ada candaan dalam mimik muka itu. "Meskipun aku memberimu kontrak seperti ini, tapi tenanglah, ini bukan kontrak yang mengekang atau memiliki batas waktu," Erickson akhirnya mengeluarkan suaranya setelah memilih bungkam dan sejak tadi setia mengawasi Alice yang kebingungan. Ia lalu menyuruh Alice membaca isi dari kontrak itu dengan gestur tangannya. Jika gadis itu terus saja terperanjat, maka pembicaraan mereka ini tidak akan selesai b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status