Share

Bagian Empat

Greime menarik Liza mendekat kepadanya. Ia membawa Liza masuk ke apartemen pribadinya. Sesampainya ke dalam Liza meletakkan tasnya dan melangkah menuju dapur.

"Nah, kau mau aku masakkan apa malam ini?". Tanya Liza. Greime yang tidak menyahut tersenyum nakal dan mengedipkan sebelah matanya. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Liza. Lalu mulai menciumi rambut Liza.

"Ayolah Greime, jangan nakal beginikamu tau khan aku sangat lapar. Saat ini tidak ada yang lebih menarik untukku dari pada makanan". Kata Liza mencoba mencegah tindakan Greime.

"Liza, kau tau aku juga lapar, bahkan sangat lapar. Biar aku makan dulu hidangan lezat di depanku ini". Bujuk Greime.

"Maafkan aku sayangbukannya aku tidak mauTapi pernikahan kita sudah di depan mata. Tolong hargai aku ya, aku mau ketika kita menikah. Aku masih suci untukmu. Dan saat itu, kau akan lebih bahagia daripada sekarang". Pinta Liza pelan.

Greime menghela nafas. Ia mengelus pipi Liza dan menium sekilas bibirnya.

"Yah, kamu benar. Aku harus lebih banyak bersabar. C'mon Shona jangan siksa aku begini. Aku amat sangat merindukanmu". Greime merengut manja. Membuat Liza tertawa.

"Aku mengerti. Aku juga merindukanmu". Ujar Liza memberi pengertian. Akhirnya Greime mengangguk.

"Baiklah, aku tidak akan nakal lagi. Promise". 

Liza tertawa. Ia membuka kulkas dan menemukan apa yang akan ia masak.

"Oh ya, apa tuan puteri yang manja ini bisa masak? Aku kurang yakin". Goda Greime.

"Kamu pikir aku tidak bisaaku lumayan dekat dengan koki rumah kami. Dia mengajariku berbagai macam masakan. Meski tidak semua jenis yang bisa aku masak". Liza berlagak.

"Okeyaku yakin kamu jago masak. Istriku harus bisa masak yang enak". Greime memberi semangat membuat mereka berdua sama-sama tertawa.

Liza tengah asyik memotong-motong sayur dan mempersiapkan bahan makanan yang akan diolahnya ketika Greime mulai bicara mengenai topic kakaknya.

"Siapa nama wanita yang mendesain tempat pernikahan kita nanti ?. Aku lupa namanya". Tanya Greime.

"Andrea, Andrea Mathew Smith. Memangnya kenapa?". Liza balik bertanya.

"Kelihatannya kakakmu menyukainya. Lebih tepatnya mereka saling menyukai. Sewaktu kita bicara dengan Andrea di rumahmu lusa lalu. Kakakmu sering mencuri pandang kepadanya". Kata Greime. Liza yang tengah memotong sayur berhenti.

"Kamu juga memperhatikan mereka ?." Tanya Liza. Greime mengangguk.

"Terlihat sangat jelas lho". Komentar Greime.

"Orang luar mungkin akan melihat ketertarikan di antara mereka. Tapi tidak bagi mereka. Menurut Harry, Andrea sangat membencinya. Dan bagi Andrea, Harry seperti parasit yang harus ia singkirkan". Liza menjelaskan.

"Sadis banget. Memang dulunya mereka pernah saling kenal?". Kata Greime penasaran.

"Sangat kenal. Dulu Andrea adalah anak angkat di keluarga kami. Tapi kami memperlakukannya dengan sangat buruk. Aku beruntung karena dia tidak dendam padaku. Tapi kepada Harry dan Henry entahlah". Liza mengangkat bahu.

"Wah sejarah yang amat menarik". Greime terkejut.

"Yah, sangat menarik". Liza menggumam. Ia teringat Harry yang sangat kalut tadi malam.

"Menurutku bodoh sekali kalau Andrea mencoba membalas dendam kepada kakakmu. itu akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri".

"Kupikir juga begitu, yang tidak aku mengerti adalah kesalah pahaman antara mereka. Tidak pernah sekalipun mereka bicara secara baik-baik. Setiap kali bertemu seperti tikus dan kucing, selalu bertengkar". Sesal Liza.

"Padahal kalau dibicarakan baik-baik dengan kepala dingin mereka dapat menemukan jawaban akan kesalah pahaman masing-masing. Harry sendiri dengan terus terang menyatakan ketertarikannya. Yang ada Andrea marah dan mengusirnya. Memusingkan sekali". Lanjut Liza.

"Menurutku bagaimana kalau kita membantu menyatukan mereka berdua ?". Usul Greime. Liza tampak berpikir.

"Itu sangat beresiko bukan?". Gumamnya ragu.

"Tidak ada yang tak beresiko sayangkalau kamu ingin melihat keduanya bahagia, kita harus membantu mereka. Jika mereka berusaha sendiri yang ada mereka akan semakin membenci satu sama lain. Tidak ada titik temu kalau mereka terus menerus bersikap seperti tikus dan kucing yang musuh bebuyutan". Ujar Greime memberi pengertian.

Liza mengangguk. "Kamu benar. Sudah seharusnya begitu. Aku boleh tanya, apa yang menyebabkan kamu berniat ingin membantu mereka?". 

Greime tersenyum. Ia merangkul Liza dan mengecup keningnya penuh kasih sayang.

"Karena aku merasa mereka seperti kita. Begitu serasi, sangat cocok satu sama lain. Keserasian mereka begitu indah dipandang mata. Pertama kali melihat Andrea di rumahmu itu aku sudah merasakan firasat tersendiri. Bukankah mereka hampir saja berciuman di depan pintu ?". Tutur Greime.

"Yah". Sahut Liza. Menikmati rasa nyaman dipeluk oleh Greime.

"Tapi Andrea wanita dengan harga diri yang sangat tinggitidak mudah bicara kepadanya". Keluh Liza.

"Tidak usah membuatnya curiga. Jalankan saja dengan cara yang alami. Mengalir dan santai. Waktu sebelum pernikahan kita cukup untuk mendekatkan mereka berdua". Ujar Greime.

"Betul. Itu waktu yang tepat, kau jenius sekali sayang". Seru Liza senang.

"Ya, ya aku taumakanya sekarang cepat masakan makanan untukkuatau aku tidak dapat menahan diri untuk memakan hidangan yang lebih menarik ini". Goda Greime.

"Ah yakau ke sana dulu, gimana aku bisa kerja kalau kamu terus menggangguku seperti ini". Liza mendorong Greime agar menjauh. 

Greime yang melihat kesibukannya hanya tertawa. Liza telah sepenuhnya berubah. Pertama ia mengenal Liza adalah gadis yang sangat angkuh dan egois. Entah mengapa keangkuhan dan keegoisan Liza itulah yang membuatnya jatuh hati. Bahkan tergila-gila kepada Liza. Dan Liza menyebutnya sebagai Hitler gila yang pemarah. Namun sifat pemarahnya itulah yang akhirnya mengubah Liza menjadi wanita lembut penuh kasih sayang. Cinta lah yang membuat Liza menjelma sebagai wanita paling cantik di dunia untuk Greime.

Greime mendesah. Seperti Liza benar. Tidak mudah untuk menyatukan dua orang yang bermusuhan itu. Setidaknya Andrea yang menganggap Harry sebagai musuhnya, karena pihak Harry sudah mengakui ketertarikannya kepada Andrea.

Liza hanya perlu meminta Andrea agar lebih sering berkunjung ke rumahnya. Dengan alasan profesi. Andrea seorang pekerja yang professional, ia tidak mungkin menolak permintaan kliennya. Karena klien adalah penentu kelangsungan karier seseorang.

***

Harry berdiri di depan pintu apartemen Andrea. Ia ragu untuk menekan bel pintu. Tangannya terasa berkeringat karena tegang memikirkan bagaimana reaksi Andrea melihat kedatangannya. 

Harry menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dengan mantap memencet bel pintu dua kali. Ia menyembunyikan rangkaian bunga mawar di balik punggungnya.

Pintu apartemen terbuka. Si pemilik menilik dengan malas kepada tamu yang berdiri di depannya. Andrea memakai kacamatanya yang baru ia beli kemarin. Sebab kacamata lamanya pecah akibat di senggol Cathy kucingnya tadi malam ketika ia tengah membereskan makan malam.

Setelah melihat dengan jelas wajah tamu di depannya Andrea bersiap untuk menutup pintu. Tapi buru-buru ditahan pria itu.

"Mau apa kemari ?". Ujar Andrea sinis. Harry berusaha sabar menghadapi perubahan emosi Andrea kali ini.

"Aku ingin bicara denganmu". Sahut Harry sopan.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan". Tolak Andrea.

"Tolonglah, Andrea. Aku perlu dan harus bicara denganmu sekarang juga". Pinta Harry.

"Baiklah, masuk dulu". Akhirnya Andrea menyerah. Ia tidak mau tetangga-tetangganya melihat tamu laki-laki berkunjung ke apartemennya.

"Ini untukmu". Kata Harry seraya menyerahkan serangkai bunga mawar merah untuk Andrea. Alis Andrea bertaut. Heran dengan sikap Harry yang membawakan bunga untuknya. Namun ia menghargai Harry yang berusaha bersikap baik terhadapnya. Andrea mengambil bunga itu dan menghirup aromanya sebentar.

"Sebentar. Aku mau meletakkan bunga ini di vas dulu. Kau duduklah". Ujar Andrea.

Harry mengangguk. Sementara Andrea ke dalam Harry memperhatikan suasana apartemen Andrea. Wanita ini memang berbakat besar dibidangnya. Terlihat dengan jelas cara ia mengatur peletakan benda-benda dan pemberian warna-warna cerah di tempat-tempat tertentu. Andrea tidak memiliki banyak barang di tempat tinggalnya. Wanita itu lebih mengutamakan kesederhanaan daripada kemewahan.

Nuansa warna dan dekorasi apartemen ini terasa nyaman. Seperti sifat Andrea yang lebih mengutamakan kenyamanan dibanding fasilitas mewah yang merepotkan. Andrea wanita yang konservatif.

Ketika kembali Andrea telah berganti pakaian santai dengan T-shirt longgar dan jeans belel berwarna biru. Ia membawa nampan berisi dua gelas juice coklat.

"Nikmati ini dulu, baru bicara. Okey". Kata Andrea. Harry mengangguk lagi. Melihat sikap Harry yang sangat sopan itu membuat Andrea ingin tertawa. Tapi ia menahannya sekuat tenaga. Jika ia tertawa mungkin nantinya berujung kepada pertengkaran lagi. Andrea malas bertengkar, sebab itu menguras tenaga dan pikirannya.

"Terima kasih". Ucap Harry. Lalu ia menyesap juice coklat itu dengan pelan.

"Wow, rasanya enak sekaliini beda dengan juice coklat biasa. Bagaimana kamu membuatnya". Seru Harry memuji.

Andrea tertawa kecil. Melihat Andrea yang tertawa untuk pertama kalinya sejak pertemuan mereka yang berakhir dengan pertengkaran membuat Harry takjub. Andrea mau tertawa di depannya.

"Biasa saja, seperti membuat juice coklat biasa, aku hanya menambahkan sedikit anggur Tarapaca dan sedikit susu, makanya ada rasa khusus yang berbeda dengan rasa juice coklat pada umumnya". Ujar Andrea.

Anggur Tarapaca ya. Pantas rasa bibir wanita itu beraroma Anggur Tarapaca yang terkenal kenikmatannya.

"Dimana kamu mendapatkan anggur itu. Harganya khan mahal sekali". Harry tau harga anggur itu tidak dapat dibeli oleh kalangan yang tingkat ekonomi menengah ke bawah. Meski Andrea memiliki karier yang gemilang. Sulit untuk membeli anggur itu karena memerlukan koneksi yang jelas untuk mendatangkan langsung anggur itu dari daerah asalnya.

"Kamu pasti berpikir aku tidak mungkin mendapatkan anggur ini dengan penghasilanku. Aku memperoleh anggur ini secara gratis". Kata Andrea setengah berlagak.

"Gratis?, aku tidak percaya". Harry menggeleng.

"Silahkan saja tidak percayaputera pemilik kebun anggur itu adalah temanku. Dulu aku sempat kerja sampingan sebagai buruh di bagian pengolahan. Jadi aku dapat membedakan secara tepat mana anggur Tarapaca yang asli dan palsu". Tutur Andrea.

"Jadi dia mengirimkan langsung anggur ini dari daerahnya kepadamu ?". Seru Harry seraya berdecak kagum.

"Ya. Andrew mengirimkannya 3 bulan sekali. Sekali pengiriman memiliki 3 rasa berbeda. Sebab selama 3 bulan dicoba produk anggur baru dengan rasa yang baru pula. Dia mengirimkan 1 kardus untukku setiap kalinya". Cerita Andrea.

Mendengar cara Andrea menyebut nama temannya yang bernama Andrew itu membuat Harry terbakar api cemburu. Sepertinya si Andrew itu sangat special untuk Andrea.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku?". Kata Andrea membuyarkan lamunan Harry tentang si Andrew yang secara tidak sengaja menyulut api cemburu di hatinya.

"Ooh, ituaku ingin bicara mengenai kita". Ujar Harry ragu.

"Kita ?, memangnya ada apa dengan kau dan aku?". Gumam Andrea heran.

"Ada sesuatu. Tapi sebelumnya aku minta maaf atas perbuatanku yang kurang ajar kemarin". Pinta Harry. Sejenak Andrea terdiam. Ia mencari ketulusan di mata Harry saat meminta maaf kepadanya.

"Aku mengerti". Ucapnya.

"Benarkah ?, syukurlah". Kelegaan terpancar di mata dan di wajah Harry. Rupanya ia merasa bersalah kepadaku. Pikir Andrea.

"Lalu, ada apa dengan kata kita ini?". Tanya Andrea lagi.

"Itu yang aku pikirkan selama beberapa hari ini. Ada sesuatu di antara kita yang aku sendiri tidak mengerti mengapa begitu mempengaruhiku dan pekerjaanku. Aku sempat stress dibuatnya". Harry memulai dengan perlahan. Ia tidak ingin perbincangan penting ini berakhir dengan pertengkaran lagi. Ia harus bersabar menghadapi temperamen Andrea yang mudah naik kapan saja.

"Maksudmu ketertarikan ?". Sela Andrea blak-blakan.

Harry sedikit terkejut dengan ucapan Andrea yang begitu tepat sasaran.

"Ya, sebuah ketertarikan. Bukan sekedar ketertarikan fisik, tapi yang lebih rumit dan mendalam". Ujarnya. Andrea tersenyum.

"Kamu tidak ingin memanfaatkan aku dalam hal ini bukan ?". Seperti biasa kata-kata Andrea tajam dan tanpa basa basi.

"Tidak, ini mengenai kesungguhan. Aku pikir kamu sudah mengetahui perasaanku padamu kemarin". Harry menunggu Andrea dengan resah. Sebab dari tadi Andrea seakan tidak merespon maksudnya.

"Kau menyukaiku, itu yang kau katakan kemarin". Sahut Andrea. Harry menghela nafas.

"Aku rasa kau juga merasakan hal yang sama". Kata Harry dengan suara merendah. Takut kalau Andrea tersinggung.

"Memang". Jawab Andrea. 

"Oh, jadi begitueh, tadi apa yang kamu bilang?". Tanya Harry terkejut. Ia kurang jelas mendengar perkataan Andrea tadi.

"Aku memang menyukaimu. Kupikir kamu telah mengetahuinya sejak dulu. Memangnya untuk apa aku selalu mengikutimu waktu masih remaja dulu?". Andrea mengakui secara terang-terangan. Tanpa ragu sedikitpun. Itulah ciri khas Andrea. Tidak pernah ada keraguan dalam nada bicaranya jika ia meyakini sesuatu.

"Oh". Harry mendesis.

"Kau lah yang mengusirku untuk menjauh, aku telah membalasnya kemarin. Dan pasti kau merasa sama terhinanya denganku. Kita impas khan ?!". Andrea tersenyum. Wanita itu tampak sangat percaya diri.

"Jadi?". Harry melontarkan pertanyaan yang seharusnya ia tujukan pada dirinya sendiri.

"Jadi apa keinginanmu setelah ini?". Kini Andrea yang bertanya. Harry yang awalnya ingin meyakinkan Andrea malah kini keadaannya terbalik. Andrea yang meminta kepastian darinya.

Untuk beberapa saat lamanya Harry berdebat dengan hati dan pikirannya sendiri. Mencari jawaban tentang apa yang sebenarnya dia inginkan dari dirinya dan Andrea.

"Harry ?!". Andrea memanggilnya. Menyadarkan Harry dari pergulatan batin dalam dirinya. Ia menatap wanita yang duduk begitu dekat di depannya itu. Akhirnya ia mendapatkan jawabannya dari wajah Andrea.

"Aku menginginkan sebuah nama untuk ketertarikan itu". Ucap Harry dengan tegas.

Andrea tersenyum. Senyum paling manis yang pernah dilihat Harry di wajah Andrea.

"Sebuah hubungan, begitu ?". Kata Andrea, tetap santai dan tenang.

"Ya, seperti itu". Tegas Harry lagi.

"Sebenarnya aku juga telah memikirkan hal itu masak-masak. Akhirnya aku sampai pada kesimpulan akhir yang tidak dapat dirubah lagi" Andrea membiarkan kalimatnya terdengar menggantung.

Harry menunggu kesimpulan apa yang akan dikatakan oleh Andrea dengan gelisah. Jika Andrea tidak mengatakan sesuatu satu menit ke depan, kesabaran Harry akan habis dan ia pasti segera meraih Andrea ke dalam pelukannya dan mencium wanita itu sampai rasa penasarannya terpuaskan.

"Kesimpulanku sama denganmu, sepertinya aku juga menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar ketertarikan terhadapmu". Kata Andrea. Menghapus semua keraguan yang mendera Harry sejak ia masuk ke apartemen wanita itu.

"Jadi?". Kali ini pertanyaan itu terlontar dengan yakin.

"Jadi, bagaimana kalau kita memulai suatu hubungan baru yang lebih rumit melebihi sebuah ketertarikan ?". Tawar Andrea.

Senyum mengembang di wajah Harry. Ia mendapatkan jawaban yang ia harapkan. Andrea juga membalas senyumnya.

"Lalu, apakah kamu akan memarahiku jika mensahkan permulaan hubungan ini dengan sebuah ciuman ?". Tanya Harry.

Andrea tidak perlu menjawab. Harry adalah seorang bangsawan. Dan bangsawan menjunjung tinggi sikap gentleman dalam menghargai seorang wanita. Andrea melangkah mendekati pria itu, kemudian mengalungkan kedua tangannya di leher Harry O'Bryans.

"Tidak perlu minta izin untuk  itu". Bisiknya, yang kemudian disusul sapuan lembut bibir Harry di bibirnya.

Harry menciumnya dengan lembut. Lebih lembut daripada ciuman yang ia bayangkan dalam mimpinya. Lebih panas daripada ciuman pertamanya yang diambil Harry. Lebih agresif daripada ciuman yang pernah ia khayalkan semasa kecilnya. Ciuman kali ini adalah segalanya.

Mereka saling pandang, kemudian sama-sama tertawa. Rasanya begitu nyaman berdekatan seperti ini tanpa bicara, tanpa berdebat dan bertengkar. Seandainya saja bisa seperti itu selamanya.

"Aku tidak mau terlalu seriusBagaimana kalau kita mulai dengan berteman ?". Tawar Andrea.

"Boleh". Jawab Harry. Lalu mundur beberapa langkah. Ia mengulurkan tangan.

"Hallo Ms. Andrea Smith, senang bertemu denganmumaukah Anda berteman denganku ?". Ujarnya seraya memperkenalkan diri.

Andrea tergelak melihatnya. Namun ia akhirnya menyambut uluran tangan Harry dan menjabatnya.

"Hai juga. Mr. Harry Bryans. Senang berteman denganmu". Katanya.

Kemudian mereka sama-sama terbahak.

Andrea yang tertutup mau membuka diri untuknya. Itu merupakan hal yang diharapkan Harry selama ini. Melihat Andrea duduk begitu dekat dengannya. Dengan menyandarkan kepala di pundaknya. Harry menyadari bahwa tidak ada yang lebih diinginkannya di dunia selain bersama Andrea. 

Masih banyak hal yang belum diketahuinya dari diri Andrea. Masih banyak kejutan yang belum dibukanya, dan masih banyak tabir yang harus disingkapnya. Andrea adalah wanita yang berbeda. Dia tidak sama dengan Annabelle. Dari sisi manapun.

Andrea tertidur di sampingnya. Sama polosnya dengan waktu ia tertidur di kantor dulu. Harry melirik ke wajah Andrea. Ia sangat tergoda untuk mengecup dan menikmati bibir yang memiliki rasa anggur Tarapaca yang memabukkan itu. Tapi Harry tahu diri. Kesalahannya cukup sekali. Ia tidak mau mengambil resiko kehilangan Andrea dengan kesalahan yang sama.

Merasa lelah, Harry pun memejamkan mata. Akhirnya mereka tertidur saling bersandar di sofa. Karena di sofa jauh lebih aman di banding ranjang dengan satu selimut. Itu terlalu berbahaya untuk Harry yang baru memulai hubungan mereka. 

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status