Share

Bab 6

Author: Devi Puspita
Sehari sebelum berangkat keluar negeri, Luna pergi ke sebuah kuil yang dikelilingi pepohonan raksasa.

Sejak keguguran, setiap malam dirinya selalu bermimpi seorang bayi mungil berlumuran darah yang menangis pilu ke arahnya.

Karena itu, dia pun menghubungi seorang biksu untuk melakukan doa pelepasan arwah.

Tak disangka, baru saja tiba di kuil, dia langsung melihat seorang pria bertubuh tinggi tengah berlutut di tengah aula.

Dia sangat kenal dengan sosok itu.

“Kalian tahu nggak? Demi kekasihnya yang mengidap penyakit kritis, Pak Rocky rela datang ke sini hanya untuk meminta jimat perlindungan. Dia bersujud sepanjang jalan dari kaki gunung sampai ke sini….”

“Jalan terakhir sangat curam, dia nyaris jatuh ke jurang dan nggak akan kembali!”

Bisik-bisik orang sekitar masuk ke telinga Luna.

Langkah Luna pun terhenti.

Di hadapannya, lengan pria itu berbalut perban, lukanya masih meneteskan darah.

Luna ingat jelas, Rocky itu seorang atheis.

Dia tidak pernah masuk kuil, apalagi memuja dewa.

Pernah saat acara tahunan perusahaan, dia mendapat jimat dari kuil terkenal di Kota Valey, tapi langsung dilemparkan ke asistennya.

Bahkan saat Luna ingin bersembahyang untuk ibunya, Rocky hanya dengan dingin mematikan rokok dan berkata, “Orang mati sudah mati, mau bakar berapa banyak kertas pun, itu hanya sekadar penghibur untuk yang masih hidup.”

Namun kini, pria itu berlutut di hadapan patung dewa, kening menempel erat pada lantai yang dingin, penuh ketulusan hingga terlihat begitu merendahkan diri.

Sudut bibir Luna terangkat, rasa getir memenuhi dadanya.

Jadi, ternyata Rocky bukan tidak percaya pada dewa.

Hanya saja, dulu belum ada yang pantas membuatnya melakukan itu.

….

Saat Luna keluar dari kuil di atas gunung, hari sudah hampir senja.

Angin lembah berembus cukup dingin.

Dia merapatkan bajunya.

Baru saja hendak menuruni tangga batu, tiba-tiba sebuah bayangan hitam melesat dari balik pohon dan menghadangnya di depan.

Gerakan itu begitu cepat, Luna bahkan belum sempat berteriak, mulut dan hidungnya sudah dibekap hingga pingsan.

Saat kembali membuka mata, dia bersandar pada sebuah pohon besar. Beberapa tenaga medis tampak panik berlari sambil membawa tandu menuju tepi jurang.

“Cepat, korban ada di bawah jurang!”

Luna berusaha bangkit dengan bertumpu dengan tangan.

Belum jelas apa yang sebenarnya terjadi, sebuah sosok tinggi datang menghampirinya bersama hembusan angin dingin.

“Luna, aku kira kamu hanya mengutuk Paula untuk melampiaskan emosi. Tak kusangka, kamu benar-benar mendorongnya ke jurang!” Tangan Rocky yang kekar langsung mencekik lehernya, membanting tubuhnya ke batang pohon di belakang.

“Untung saja dia masih beruntung, terhenti di atas batu. Kalau nggak, aku pasti akan menguburmu bersamanya!”

Napas Luna tercekat.

Begitu menatap mata Rocky yang penuh amarah, dia langsung sadar.

Dengan suara serak, dia berusaha berkata, “Aku… nggak….”

“Masih mau beralasan? Kamu dan Paula muncul di tempat yang sama dan sekarang dia ada di bawah jurang. Luna, menurutmu mana mungkin ada kebetulan seperti itu?” ujar Rocky dengan nada suara yang dingin menusuk.

Luna berusaha menyingkirkan tangan yang mencekiknya, napasnya semakin sesak.

Tepat saat pandangannya mulai mengabur, asistennya datang tergesa-gesa dan melaporkan, “Pak Rocky, sudah berhasil diselamatkan!”

Mendengar itu, Rocky buru-buru melepaskan Luna dan berlari ke arah Paula.

Luna terhuyung, membungkuk sambil berbatuk keras.

Di balik air mata yang mengaburkan pandangan, dia melihat Paula yang sedang berbaring di tandu, menggenggam erat lengan Rocky dengan wajah ketakutan, “Rocky, aku takut….”

Rocky menggenggam tangannya lebih erat dan menenangkan, “Selama ada aku, nggak ada orang yang bisa menyakitiku.”

Dengan penuh kehati-hatian, Rocky mengantar Paula naik ke ambulans, kemudian membisikkan sesuatu pada asistennya.

Detik berikutnya, asisten itu berbalik mendekati Luna, mencengkeram pergelangan tangannya, lalu berkata, “Maaf, Nona Luna.”

Usai bicara, dia langsung menyeret Luna ke tepi jurang, lalu mendorongnya ke bawah!

Karena kehilangan keseimbangan, Luna terhempas keras ke sebuah batu, rasa nyeri menusuk hingga ke tulang-tulangnya.

Asisten yang berdiri di ketinggian, berkata dengan dingin,

“Pak Rocky bilang kamu sudah keterlaluan kali ini. Ini adalah hukuman untukmu, biar kamu juga merasakan penderitaan yang dialami Nona Paula.”

Suara langkah semakin lama semakin menjauh, meninggalkan Luna sendirian di tempat.

Seluruh tubuhnya sakit luar biasa, dia berulang kali mencoba bangkit dengan menahan rasa sakit, tapi tetap gagal.

Akhirnya, Luna meringkuk di antara bebatuan yang dingin, rasa putus asa menyapu dirinya seperti gelombang besar.

Dia ingin bertanya pada Rocky, Paula bahkan sudah sekarat, apa alasan dirinya harus melukainya?

Namun, yang lebih dingin dari angin gunung ini adalah jawaban yang sejak lama sudah dirinya ketahui….

Bagi Rocky, dirinya tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan Paula.

Dan Rocky tidak akan pernah memercayai dirinya.

….

Di atas gunung tidak ada sinyal, Luna tahu dirinya tak bisa hanya pasrah menunggu mati.

Dengan sisa tenaga, dia mulai bangkit.

Kuku-kukunya mencengkeram celah batu, telapak tangannya terkelupas hingga berdarah.

Dia jatuh berkali-kali dan memanjat lagi berkali-kali.

Begitu terus tanpa henti, sampai tubuhnya penuh luka berdarah. Akhirnya, Luna berhasil naik ke atas.

Sayangnya, kereta gantung sudah berhenti beroperasi. Dia pun terpaksa berjalan menuruni gunung dengan tubuh yang terhuyung.

Saat akhirnya sampai di rumah, fajar sudah menyingsing.

Dia memaksakan diri untuk membersihkan luka, lalu meringkuk di atas ranjang dan tertidur lelap.

Dalam keadaan setengah sadar, pintu kamarnya tiba-tiba terhempas keras.

Detik berikutnya, tubuhnya langsung ditarik paksa dan dilempar ke lantai yang dingin.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 24

    Waktu berlalu begitu cepat.Seperti biasa, di hari tahun baru ini, Luna pergi ke kuil pinggiran kota untuk mendoakan anak-anak di pantai asuhan.Udara awal musim semi di pegunungan masih membawa hawa sejuk.Luna merapatkan selendang wolnya, lalu berlutut di atas bantalan doa dan bersujud.Asap tipis dari dupa di tungku membubung mengitari patung, aroma cendana menenangkan hatinya.Setelah itu, dia berjalan menuju pohon tua menjulang di halaman kuil, lalu mengikat sehelai kain merah di pohon harapan.Tiba-tiba, pandangannya jatuh pada seorang biksu berjubah abu-abu yang sedang menunduk menyapu dedaunan.Siluet yang begitu familiar membuat napas Luna tercekat.Itu adalah Rocky.Pewaris Grup Riyandi yang arogan dan tak terkalahkan itu, kini tampak kurus hingga tulang pipinya terlihat menonjol. Sorot mata penuh kesombongannya pun sudah sirna.Digantikan dengan ketenangan yang nyaris hampa.“Itu Master Indra,” ujar seorang samanera kecil yang melihat Luna menatap Rocky, lalu berinisiatif me

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 23

    Setengah tahun kemudian, Albert menyiapkan sebuah pernikahan megah untuk Luna.Kebun megah paling mewah di Kota Marina dipenuhi mawar putih, cahaya matahari berkilau di antara menara sampanye.Luna berdiri di depan cermin besar di ruang rias, menatap dirinya dalam balutan gaun pengantin putih. Rasanya seperti berada di dunia lain.Enam bulan lalu, setelah pemeriksaan di rumah sakit, Luna duduk di lorong rumah sakit selama satu jam penuh.Dalam satu jam itu, dia memikirkan banyak hal.Misalnya, Keluarga Halim membutuhkan penerus, sedangkan dirinya tidak bisa melahirkannya.Atau hubungannya dengan Albert saat itu belum terlalu dalam, putus lebih awal mungkin juga bukan pilihan yang buruk.Sampai akhirnya Albert meneleponnya, barulah Luna tersadar.“Kamu lagi di mana?” tanya Albert dengan tenang seperti biasa melalui telepon.“Aku… lagi belanja di luar.”Albert sepertinya tidak menyadari keanehan suranya. Dengan santai, Albert berkata, “Setengah jam lagi kirimkan alamatmu. Aku suruh sopir

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 22

    Sejak resmi menjalin hubungan dengan Albert, kehidupan Luna berjalan tenang seperti biasa.Hanya saja, ada satu hal yang selalu jadi beban di hatinya.Dulu, saat dirinya dijebak Albert hingga mengalami keguguran, dokter pernah bilang bahwa pendarahan hebat membuat rahimnya rusak parah dan kecil kemungkinan bisa hamil lagi.Meski Albert sudah berulang kali menegaskan bahwa ada atau tidaknya anak baginya tidak penting sama sekali.Luna tahu benar Albert boleh saja tidak peduli. Tapi sebagai pewaris satu-satunya Grup Halim, Keluarga Halim jelas tidak akan sependapat.Kesadaran itu bagaikan duri yang terus menusuk hatinya.Hari itu, Luna datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan.Setelah memeriksa hasil tes, dokter hanya bisa menggeleng pasrah, “Untuk saat ini belum ada cara yang efektif. Saranku, jangan terlalu memaksakan diri.”Luna menggenggam hasil pemeriksaan itu saat keluar dari ruang dokter.Kertas di tangannya terasa ringan, tapi seakan menekan seberat ribuan kilo.Tiba-tiba, Luna sa

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 21

    Hari ketika novel Luna meraih penghargaan, salju tipis turun di luar jendela.Luna berdiri di depan jendela memandang pemandangan bersalju, tak sadar entah sejak kapan Albert sudah muncul di depannya, lalu menyampirkan mantel kasmir di pundaknya.“Aku sudah pesan tempat di restoran berputar, kita rayakan di sana malam ini, ya.”Begitu tiba di restoran, pelayan mengantar mereka ke sebuah ruang makan VIP dengan pemandangan kota.Tiga sisi ruangan dipenuhi jendela kaca dari lantai hingga langit-langit, memperlihatkan gemerlap malam seluruh kota.Di tengah meja makan ditutupi taplak merah beludru, tersusun rapi tempat lilin kristal dan mawar merah ekuador.Albert mengangkat gelasnya dan menyentuh pelan gelas Luna.Lalu, entah dari mana, dia mengeluarkan setumpuk surat yang diikat dengan tali merah yang sudah agak pudar, lalu mendorongnya ke hadapan Luna.“Aku sudah siapkan kejutan untukmu, bukalah.”Luna melepaskan tali merah itu.Tulisan di amplop sudah agak samar, tapi huruf L di sudut k

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 20

    Suara sirene ambulans perlahan menjauh.Hujan terus menampar wajah Luna yang pucat, bercampur dengan air matanya.Dia berdiri di jalan depan vila, ujung jarinya masih terasa lengketnya darah Rocky.Sebuah sorotan lampu mobil yang menyilaukan menembus lebatnya hujan.Sebuah maybach hitam berhenti mendadak tepat di hadapannya, Albert bahkan tak sempat membuka payung, langsung berlari turun, menyelimuti Luna dengan mantelnya dan memeluknya.“Luna.” Albert memeluknya erat-erat, seolah ingin menyatukannya ke dalam tulangnya.“Jangan takut, aku akan menjemputmu pulang.”Wajah Luna terbenam di bahunya, mencium aroma cedar yang familiar.Pelukannya begitu kuat hingga tulang rusuknya teras nyeri, tapi anehnya malah membuat tubuhnya berhenti gemetar.Di dalam mobil, pemanas menyala hangat. Albert menyelimuti Luna rapat-rapat dengan selimut tebal.Baru setelah itu, Albert berkata perlahan, “Belakangan ini, aku sudah menghubungi tujuh perusahaan besar, termasuk Grup Kumon dan Grup Ledon. Kami sepa

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 19

    Waktu berlalu perlahan dalam upaya Rocky untuk menyenangkan Luna.Rocky memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan harta berharga, mulai dari barang antik di balai lelang hingga gaun mewah buatan khusus, semuanya dikirimkan bagaikan air mengalir ke hadapan Luna.Namun kini, hadiah semahal apapun tak lagi mampu menggerakkan hati Luna sedikit pun.Luna selalu duduk sendirian di taman, di pangkuannya ada laptop, jari-jarinya mengetikkan bunyi ritmis di atas keyboard.Awalnya, Rocky hanya mengira itu sekadar cara Luna menghabiskan waktu.Hingga suatu sore, asistennya menyerahkan tablet.“Pak Rocky, coba lihat ini….”Ekspresi asistennya terlihat rumit, seolah ada hal yang sulit diungkapkan.Rocky melihat ke arah tablet dan di layar jelas terpampang sebuah novel yang sedang ditulis oleh Luna.Hanya membaca sekilas saja, raut wajah Rocky langsung memuram.Tokoh utama wanita dalam cerita itu, ternyata memiliki pengalaman yang sama persis dengannya!Ternyata selama ini, Luna menggunakan cara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status