Share

Bab 7

Penulis: Devi Puspita
“Luna, kamu hampir saja membunuh Paula, malah masih bisa tidur?!”

Dengan susah payah, Luna mengangkat kepalanya, melihat ayahnya yang tampak penuh amarah.

Di sampingnya, ibu tirinya menundukkan kepala dan terus-menerus terisak.

“Luna….” panggil ibu tirinya dengan suara serak.

Air matanya tak henti-hentinya menetes, “Kakakmu sudah nggak punya banyak waktu lagi, kenapa kamu masih nggak mau melepaskannya? Masalah di acara perpisahan kami sudah nggak mempermasalahkannya, tapi kali ini… kamu benar-benar mau mengambil nyawanya?!”

Luna mencengkeram erat seprainya, sudah tak sanggup lagi melihat kepalsuan ibu tirinya.

Dia memaksakan diri untuk berdiri, lalu dengan tegas berkata, “Bukan aku yang menaruh kutukan di acara perpisahan kemarin, aku juga nggak mendorongnya jatuh ke jurang. Kamu terus membiarkan Paula menjebakku berulang kali, kamu nggak takut akan kena karma suatu hati nanti?!”

“Plak!”

Sebuah tamparan mendarat keras di wajahnya. Luna terhuyung mundur setengah langkah, darah keluar dari sudut bibirnya.

“Anak kurang ajar!” Ayahnya sampai gemetar karena marah, “Dulu ibumu juga begitu, selalu menyalahkan orang lain! Dan sekarang kamu pun sama….”

“Jihan, jangan marah!” ujar ibu tiri menenangkannya, menepuk-nepuk punggung suaminya, “Ini semua salahku, aku yang nggak berhasil mendidik Luna….”

“Bukan salahmu!” ujar ayahnya memotong dengan tegas.

Lalu menatap Luna dengan tatapan tajam, “Kalau kamu memang sehebat itu, mulai hari ini, kamu bukan lagi putri Keluarga Gozali!”

Usai bicara, dia langsung menggandeng istrinya membanting pintu dan pergi.

Pada saat yang sama, kilat membelah langit dan hujan deras mengguyur.

Luna jatuh terduduk di lantai, tubuh kurusnya meringkuk, wajahnya terbenam di lutut, air mata mengalir tanpa suara.

Di tengah kebingungan, dia kembali mendengar perkataan ibunya sebelum meninggal.

Tangan yang kurus kering itu menggenggamnya erat, napasnya lemah, tapi kata-katanya terdengar jelas,

“Luna, perjalanan ke depan… harus dijalani baik-baik… ibu akan selalu… melihatmu dari langit….”

Selama ini, Luna memaksakan diri untuk makan dan tidur dengan teratur.

Hanya agar ibunya bisa melihat di surga, meski tanpa kasih sayang ayah, dia tetap bisa hidup dengan baik.

Namun sekarang?

“Ibu….” gumam Luna, air matanya membasahi kain di bagian lututnya.

“Aku yang sekarang pasti membuatmu sangat kecewa, ya….”

Di luar jendela, hujan masih turun deras.

Luna tetap memeluk dirinya sendiri, sampai akhirnya tertidur dalam tangis.

….

Saat bangun lagi, dia mendapati dirinya entah sejak kapan sudah dipindahkan ke sofa ruang tamu.

Di perapian, kayu bakar berderak-derak.

Rocky duduk di sebelahnya, jari-jarinya yang panjang menjepit rokok, asap tipis berterbangan di udara.

“Rocky….” panggil Luna dengan lemah, tenggorokannya kering dan sakit.

Pria itu menoleh. Tatapan yang dulu lembut, sekarang hanya tersisa dingin yang menusuk.

“Sudah bangun?”

“Kok aku di sini?” Luna mau duduk, tapi badannya benar-benar lemas tak bertenaga.

Rocky tidak menjawab, hanya berbicara santai, “Kemarin aku mau jemput kamu, tapi pameran lukisan Paula tiba-tiba kebakaran, semua lukisannya habis nggak bersisa.”

Seketika, jantung Luna langsung menegang.

Dia langsung paham maksud tersiratnya, buru-buru menjelaskan, “Bukan aku yang membakarnya! Bukan aku yang melakukan semua itu, kamu bisa menyelidikinya….”

“Luna,” potong Rocky dengan pelan.

Tatapannya asing dan membuat Luna panik, “Impian terbesar Paula adalah jadi pelukis. Lukisan-lukisan itu adalah semua hidupnya, dia nggak mungkin menghancurkan karyanya sendiri.”

Jari-jari Luna mulai gemetar, “Apa yang sebenarnya mau kamu katakan?”

“Masalah kamu membakar pamerannya, aku nggak bilang pada ayahmu dan juga Paula.”

Rocky berdiri dan menatapnya dari atas, “Tapi ini nggak bisa dianggap selesai begitu saja.”

“Kamu juga harus merasakan, bagaimana rasanya ketika sesuatu yang paling berharga dihancurkan.

Barulah saat itu Luna sadar, Rocky sedang memegang boneka yang dibuat ibunya dulu.

“Aku tahu ini barang paling berharga buat kamu.”

Jari-jari Rocky mengeras, membuat boneka itu berubah bentuk di genggamannya, “Kalau aku menghancurkannya, kamu juga bakal sedih sekali, ‘kan?”

“Jangan!” Luna hampir terguling dari sofa, lalu terhuyung berlari menghampirinya.

Boneka itu adalah peninggalan ibunya, dijahit sendiri dengan tangan yang sudah sakit-sakitan saat dirinya berusia sepuluh tahun.

Saat itu, ibunya begitu lemah sampai-sampai jarum pun sulit digenggam, tapi tetap memaksakan diri menyelesaikannya.

Di saat-saat terakhir hidupnya, dia menyerahkannya ke dalam genggaman Luna, sambil berbicara lembut, “Luna, ibu nggak bisa menemanimu lagi. Kalau nanti kamu rindu dengan ibu, lihat saja boneka ini….”

Kemudian, Luna diam-diam memasukkan abu kremasi ibunya ke dalam boneka itu. Setiap malam dia tidur dengan memeluknya, melewati malam-malam yang berat.

Dan sekarang, Rocky malah mau menghancurkannya?!

“Sudah kubilang, setelah Paula pergi, semuanya akan kembali seperti dulu.”

“Masalahnya, kamu nggak patuh.”

Usai bicara, Rocky mengangkat tangan dan melemparkan boneka itu ke dalam perapian yang menyala.

“Jangan…!” Luna menjerit sekuat tenaga, lalu nekat menerjang ke arah api.

Lidah api yang menyengat menjilat lengannya, tapi dia seperti tak merasakan sakit sama sekali. Dia memaksa meraih boneka yang sudah hangus terbakar dari dalam perapian.

Dengan tubuh gemetar, dia memeluk erat boneka yang telah rusak parah itu. Air matanya menetes deras, membasahi kain yang sudah hangus.

Di belakangnya, terdengar langkah kaki menjauh.

Rocky melewatinya dan pergi meninggalkan ruang tamu tanpa menoleh sedikit pun.

….

Malam itu, Luna menangis sampai pagi sambil memeluk boneka itu.

Saat fajar baru menyingsing, dia memeluk boneka rusak itu, menarik koper dan melangkah keluar dari vila.

Namun, di jalan menuju gerbang, tiba-tiba kursi roda Paula menghadangnya.

“Awas,” ujar Luna dengan suara serak.

“Luna, kenapa galak sekali?”

Paula terkekeh, “Begitu pergi kali ini, kita mungkin akan sulit bertemu lagi. Bagaimanapun, di mata ayah dan Rocky kamu sudah benar-benar dianggap berhati kejam. Mereka nggak akan membiarkanmu kembali ke negara ini.”

“Oh begitu? Justru itu yang kuinginkan.”

Luna menatapnya dengan dingin, “Lagipula, kamu juga bakal mati sebentar lagi. Jadi, kita memang nggak akan bertemu lagi.”

Mendengar itu, Paula malah tertawa.

“Luna oh Luna, kamu benaran mengira aku kena penyakit mematikan?”

Tiba-tiba, Paula berdiri dari kursi roda dan mendekati Luna pelan-pelan, “Itu hanya akting untuk menipu Rocky saja. Coba tebak, kalau nanti aku bilang salah diagnosis, dia bakal seberapa senang?”

“Oh iya, biar kukasih tahu satu rahasia lagi padamu.”

Paula berbisik di telinganya, “Sebenarnya, akta nikah kamu dan Rocky itu palsu. Akulah istri sahnya.”

Usai bicara begitu, Paula mencoba mencari ekspresi terpuruk di wajah Luna.

Namun, hasilnya tidak sesuai harapan.

Jari-jari Luna memegang koper erat-erat sampai ujung jarinya memucat, tapi wajahnya tetap tenang, “Kalau begitu, semoga kalian bisa langgeng sampai tua.”

Usai bicara, Luna berjalan ke gerbang tanpa menoleh ke belakang.

Di pinggir jalan, mobil hitam Rocky pelan-pelan berhenti di sampingnya.

Rocky menurunkan kaca dan bertanya, “Sudah mau pergi?”

Luna hanya menjawab, “Iya.”

“Kita coba sama-sama tenangkan diri dulu.”

Rocky berbicara dengan suara berat, “Setelah kamu balik, baru kita bicarakan baik-baik masalahnya.”

Luna tidak menjawab dan langsung naik taksi.

Sambil melihat mobil Rocky menjauh, Luna berbicara dalam hati, Rocky, semoga kamu nggak menyesal setelah tahu kebenarannya suatu hari nanti.

Saat taksi mulai jalan, Luna menatap vila yang menyimpan semua cinta dan bencinya itu untuk terakhir kali. Tatapan matanya sangat tenang.

Akhirnya, Luna pun mengalihkan pandangannya dan berkata pelan, “Pak, ke bandara.”

Dua mobil itu jalan ke arah yang berbeda.

Seperti hidup mereka yang mulai sekarang tidak akan berhubungan lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 24

    Waktu berlalu begitu cepat.Seperti biasa, di hari tahun baru ini, Luna pergi ke kuil pinggiran kota untuk mendoakan anak-anak di pantai asuhan.Udara awal musim semi di pegunungan masih membawa hawa sejuk.Luna merapatkan selendang wolnya, lalu berlutut di atas bantalan doa dan bersujud.Asap tipis dari dupa di tungku membubung mengitari patung, aroma cendana menenangkan hatinya.Setelah itu, dia berjalan menuju pohon tua menjulang di halaman kuil, lalu mengikat sehelai kain merah di pohon harapan.Tiba-tiba, pandangannya jatuh pada seorang biksu berjubah abu-abu yang sedang menunduk menyapu dedaunan.Siluet yang begitu familiar membuat napas Luna tercekat.Itu adalah Rocky.Pewaris Grup Riyandi yang arogan dan tak terkalahkan itu, kini tampak kurus hingga tulang pipinya terlihat menonjol. Sorot mata penuh kesombongannya pun sudah sirna.Digantikan dengan ketenangan yang nyaris hampa.“Itu Master Indra,” ujar seorang samanera kecil yang melihat Luna menatap Rocky, lalu berinisiatif me

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 23

    Setengah tahun kemudian, Albert menyiapkan sebuah pernikahan megah untuk Luna.Kebun megah paling mewah di Kota Marina dipenuhi mawar putih, cahaya matahari berkilau di antara menara sampanye.Luna berdiri di depan cermin besar di ruang rias, menatap dirinya dalam balutan gaun pengantin putih. Rasanya seperti berada di dunia lain.Enam bulan lalu, setelah pemeriksaan di rumah sakit, Luna duduk di lorong rumah sakit selama satu jam penuh.Dalam satu jam itu, dia memikirkan banyak hal.Misalnya, Keluarga Halim membutuhkan penerus, sedangkan dirinya tidak bisa melahirkannya.Atau hubungannya dengan Albert saat itu belum terlalu dalam, putus lebih awal mungkin juga bukan pilihan yang buruk.Sampai akhirnya Albert meneleponnya, barulah Luna tersadar.“Kamu lagi di mana?” tanya Albert dengan tenang seperti biasa melalui telepon.“Aku… lagi belanja di luar.”Albert sepertinya tidak menyadari keanehan suranya. Dengan santai, Albert berkata, “Setengah jam lagi kirimkan alamatmu. Aku suruh sopir

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 22

    Sejak resmi menjalin hubungan dengan Albert, kehidupan Luna berjalan tenang seperti biasa.Hanya saja, ada satu hal yang selalu jadi beban di hatinya.Dulu, saat dirinya dijebak Albert hingga mengalami keguguran, dokter pernah bilang bahwa pendarahan hebat membuat rahimnya rusak parah dan kecil kemungkinan bisa hamil lagi.Meski Albert sudah berulang kali menegaskan bahwa ada atau tidaknya anak baginya tidak penting sama sekali.Luna tahu benar Albert boleh saja tidak peduli. Tapi sebagai pewaris satu-satunya Grup Halim, Keluarga Halim jelas tidak akan sependapat.Kesadaran itu bagaikan duri yang terus menusuk hatinya.Hari itu, Luna datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan.Setelah memeriksa hasil tes, dokter hanya bisa menggeleng pasrah, “Untuk saat ini belum ada cara yang efektif. Saranku, jangan terlalu memaksakan diri.”Luna menggenggam hasil pemeriksaan itu saat keluar dari ruang dokter.Kertas di tangannya terasa ringan, tapi seakan menekan seberat ribuan kilo.Tiba-tiba, Luna sa

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 21

    Hari ketika novel Luna meraih penghargaan, salju tipis turun di luar jendela.Luna berdiri di depan jendela memandang pemandangan bersalju, tak sadar entah sejak kapan Albert sudah muncul di depannya, lalu menyampirkan mantel kasmir di pundaknya.“Aku sudah pesan tempat di restoran berputar, kita rayakan di sana malam ini, ya.”Begitu tiba di restoran, pelayan mengantar mereka ke sebuah ruang makan VIP dengan pemandangan kota.Tiga sisi ruangan dipenuhi jendela kaca dari lantai hingga langit-langit, memperlihatkan gemerlap malam seluruh kota.Di tengah meja makan ditutupi taplak merah beludru, tersusun rapi tempat lilin kristal dan mawar merah ekuador.Albert mengangkat gelasnya dan menyentuh pelan gelas Luna.Lalu, entah dari mana, dia mengeluarkan setumpuk surat yang diikat dengan tali merah yang sudah agak pudar, lalu mendorongnya ke hadapan Luna.“Aku sudah siapkan kejutan untukmu, bukalah.”Luna melepaskan tali merah itu.Tulisan di amplop sudah agak samar, tapi huruf L di sudut k

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 20

    Suara sirene ambulans perlahan menjauh.Hujan terus menampar wajah Luna yang pucat, bercampur dengan air matanya.Dia berdiri di jalan depan vila, ujung jarinya masih terasa lengketnya darah Rocky.Sebuah sorotan lampu mobil yang menyilaukan menembus lebatnya hujan.Sebuah maybach hitam berhenti mendadak tepat di hadapannya, Albert bahkan tak sempat membuka payung, langsung berlari turun, menyelimuti Luna dengan mantelnya dan memeluknya.“Luna.” Albert memeluknya erat-erat, seolah ingin menyatukannya ke dalam tulangnya.“Jangan takut, aku akan menjemputmu pulang.”Wajah Luna terbenam di bahunya, mencium aroma cedar yang familiar.Pelukannya begitu kuat hingga tulang rusuknya teras nyeri, tapi anehnya malah membuat tubuhnya berhenti gemetar.Di dalam mobil, pemanas menyala hangat. Albert menyelimuti Luna rapat-rapat dengan selimut tebal.Baru setelah itu, Albert berkata perlahan, “Belakangan ini, aku sudah menghubungi tujuh perusahaan besar, termasuk Grup Kumon dan Grup Ledon. Kami sepa

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 19

    Waktu berlalu perlahan dalam upaya Rocky untuk menyenangkan Luna.Rocky memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan harta berharga, mulai dari barang antik di balai lelang hingga gaun mewah buatan khusus, semuanya dikirimkan bagaikan air mengalir ke hadapan Luna.Namun kini, hadiah semahal apapun tak lagi mampu menggerakkan hati Luna sedikit pun.Luna selalu duduk sendirian di taman, di pangkuannya ada laptop, jari-jarinya mengetikkan bunyi ritmis di atas keyboard.Awalnya, Rocky hanya mengira itu sekadar cara Luna menghabiskan waktu.Hingga suatu sore, asistennya menyerahkan tablet.“Pak Rocky, coba lihat ini….”Ekspresi asistennya terlihat rumit, seolah ada hal yang sulit diungkapkan.Rocky melihat ke arah tablet dan di layar jelas terpampang sebuah novel yang sedang ditulis oleh Luna.Hanya membaca sekilas saja, raut wajah Rocky langsung memuram.Tokoh utama wanita dalam cerita itu, ternyata memiliki pengalaman yang sama persis dengannya!Ternyata selama ini, Luna menggunakan cara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status