Home / Horor / Lupa Cara Pulang / Jalan Pulang Yang Tak Pernah Ada

Share

Jalan Pulang Yang Tak Pernah Ada

Author: Aji
last update Last Updated: 2025-08-10 16:43:04

Pagi itu, Rey kembali mencoba berjalan ke arah yang sama seperti hari sebelumnya—melewati jembatan kayu kecil di belakang rumah, lalu menembus jalan setapak di antara pohon-pohon pinus tinggi. Tapi setiap langkah yang ia ambil, dunia di sekitarnya terasa semakin melengkung, seolah waktu dan ruang saling menjebak dirinya dalam lingkaran yang tak berujung.

Langkahnya terhenti ketika ia melihat sesuatu yang aneh. Di bawah sebatang pohon besar, ada sebuah koper tua, terbuka. Di dalamnya, tersusun rapi pakaian-pakaian yang dikenalnya—jaket favoritnya, sepatu olahraga, dan... sebuah album foto.

Dengan tangan gemetar, Rey mengambil album itu. Di halaman pertama, ada foto dirinya bersama seorang perempuan muda. Wajahnya cantik dan cerah, tapi Rey tak bisa mengingat siapa dia. Di balik foto itu, tertulis: “Untuk Rey—dari Rani. Pulanglah.”

“Rani...?” gumam Rey. Suara nama itu terasa familiar, namun tetap asing. Seolah ingatan tentangnya telah disayat dan disembunyikan di sudut tergelap pikirannya.

Langkah Rey goyah. Ia duduk di akar pohon sambil memandangi foto itu. Suara hutan mendadak sunyi, seakan semua burung dan dedaunan berhenti bernapas. Lalu... sebuah bisikan terdengar.

"Jangan percaya mereka, Rey..."

Ia menoleh cepat. Tak ada siapa pun.

"Siapa?!" teriak Rey, berdiri. “Siapa yang bicara?!”

Tak ada jawaban. Hanya angin yang mendesir lembut, seolah mengejek keputusasaannya.

Rey kembali mengambil koper itu dan berniat membawanya pulang. Tapi saat ia berbalik, jalan setapak yang tadi dilewatinya sudah tak ada. Digantikan oleh semak belukar dan pohon-pohon yang merapat seperti pagar hidup. Jalan telah menghilang.

Ia mencoba mundur, tapi langkahnya berat. Seakan tanah menolaknya. Rey mencoba berlari, namun semakin ia bergerak, semakin banyak suara-suara terdengar—tangisan, tawa anak-anak, suara langkah kaki cepat di belakangnya. Tapi ketika ia menoleh, tak ada siapa pun.

Tubuhnya gemetar. Nafasnya memburu. Dunia di sekelilingnya mulai berputar, dan suara itu kembali terdengar.

"Kau sudah terlalu lama di sini... Rey... Kau akan lupa semuanya..."

Dengan sisa keberanian yang ia miliki, Rey berteriak, “Aku tidak akan lupa! Aku... aku tahu aku bukan bagian dari tempat ini!”

Tiba-tiba, suara bel rumah berbunyi di kejauhan. Bunyinya keras dan panjang, tak masuk akal karena ia masih jauh dari rumah. Tapi entah kenapa, suara itu memberinya sedikit pegangan—pengingat bahwa masih ada sesuatu yang nyata.

Rey memejamkan mata, menggenggam album foto itu erat-erat, dan mulai melangkah lagi. Ia tak tahu ke mana arah yang benar, tapi satu hal yang pasti: ia harus mencari jawaban sebelum semuanya terlambat.

Sebelum ia benar-benar lupa cara pulang.

Rey tersandung batu dan jatuh berlutut. Album foto terlepas dari tangannya, terbuka pada halaman terakhir. Di sana, ada secarik kertas kecil tersembunyi di sela plastik beningnya. Rey mengambilnya perlahan. Tulisan tangan itu begitu dikenalnya.

"Jika suatu hari kamu lupa jalan pulang, ikuti suara hatimu. Aku menunggumu di sana."

—Rani.

Rey menahan napas. Dadanya sesak oleh sesuatu yang sulit dijelaskan—kerinduan yang belum pernah ia sadari, dan kesedihan yang tak tahu dari mana datangnya. Kini ia tahu: seseorang menunggunya. Dan ia harus menemukan jalan pulang. Apa pun risikonya.

Langkah Rey mulai mantap. Malam tak lagi sekadar bayangan menakutkan, tapi menjadi pengingat bahwa ada harapan menunggu di balik gelap. Suara bisikan yang dulu menghantuinya kini terasa seperti petunjuk. Ia tak tahu di mana “rumah” sebenarnya, tapi kini ia yakin—ia belum benar-benar sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lupa Cara Pulang    Pewaris Gerbang

    Udara di pemakaman itu semakin dingin, menusuk hingga ke tulang. Rey berdiri kaku di hadapan pria berjubah hitam, napasnya tak beraturan. Suara jangkrik malam seolah lenyap, digantikan keheningan yang menekan.“Pewaris?” Rey akhirnya bersuara, meski suaranya nyaris tak terdengar.Pria itu melangkah maju, tongkat kayu di tangannya memancarkan cahaya samar dari simbol-simbol yang terukir di permukaannya. “Ya. Kau, anak yang memegang peta itu. Tidak ada yang kebetulan. Darahmu sudah ditentukan sejak lama.”Rey meremas erat peta di genggamannya. “Apa maksudmu? Siapa kau?”Pria itu tersenyum tipis, senyum yang tak membawa kehangatan apa pun. “Namaku tidak penting. Yang penting adalah peranmu. Kau akan membuka Gerbang itu. Dan hanya kau yang bisa.”Kata-kata itu membuat Rey merinding. “Gerbang…? Kau tahu di mana Mama-ku?”Tatapan pria itu berubah dingin. “Ibumu? Ya, aku tahu dia. Dialah yang mencoba menentang takdir. Ia melarikan diri dari tugasnya, berharap bisa hidup tenang bersama anakny

  • Lupa Cara Pulang    Bayangan Yang Mengintai

    Udara malam menusuk kulit Rey ketika ia akhirnya berhasil keluar dari gudang tua itu. Nafasnya terengah, masih bisa merasakan detak jantung yang menghantam dadanya. Di tangannya, peta kuno yang tadi diselamatkannya dari sergapan makhluk-makhluk itu terasa berat—bukan karena bobot kertasnya, melainkan karena beban rahasia yang tersimpan di dalamnya.Rey menoleh sekali lagi ke arah gudang. Lampu neon yang sempat berkelip kini padam sepenuhnya, meninggalkan bangunan itu dalam kegelapan pekat. Sejenak ia ragu, apakah makhluk-makhluk menyeramkan itu masih mengintainya dari dalam, menunggu saat yang tepat untuk kembali muncul?Tanpa menunggu jawaban, Rey melangkah cepat menuju jalan kecil yang jarang dilalui orang. Pikirannya dipenuhi tanda tanya. Apa arti simbol-simbol ini? Apa hubungannya dengan Mama? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat kepalanya berdenyut, tapi ia tahu tak ada waktu untuk berdiam diri.Begitu tiba di sebuah halte tua, ia duduk dan membuka kembali peta itu. Kertasnya kasar,

  • Lupa Cara Pulang    Rahasia Ibu

    Langkah-langkah itu terus mengitari gudang, lambat tapi tak henti, seperti predator yang tahu mangsanya tak bisa lari. Rey duduk di lantai tanah, memandangi Bibi yang menatap pintu dengan tatapan kosong namun tegang.“Apa maksudmu tadi… ibu masih hidup?” Rey akhirnya bertanya, suaranya nyaris berbisik.Bibi menghela napas panjang, lalu menunduk. “Rey… atau Aldi, nama yang seharusnya kau ingat… ibumu bukan hanya sekadar manusia biasa. Dia… seorang penjaga gerbang.”Rey mengernyit. “Penjaga… gerbang?”Bibi menatap matanya, serius. “Gerbang antara dunia kita dan dunia mereka. Sejak dulu, keluargamu punya tugas menjaga agar makhluk-makhluk itu tidak bisa bebas masuk ke dunia manusia. Tapi ada malam ketika segalanya berubah…”Rey mencoba mengingat, tapi yang muncul hanya potongan gambar kabur—suara jeritan, cahaya merah, dan tangan dingin yang menariknya.“Waktu kau masih kecil, mereka berhasil menembus gerbang itu. Ibumu berhasil menahan mereka, tapi sebagai gantinya… dia terperangkap di

  • Lupa Cara Pulang    Mereka Datang

    Langkah kaki itu terdengar semakin jelas, menembus suara hujan yang menghantam atap. Rey berdiri di ruang tamu, jantungnya berpacu, sementara Bibi menutup semua gorden dengan gerakan cepat.“Matikan semua lampu,” bisiknya tegas.Rey menuruti, satu demi satu cahaya padam, hingga rumah tenggelam dalam kegelapan. Hanya suara hujan dan detak jantungnya sendiri yang terdengar.Tok… tok… tok…Tiga ketukan pelan di pintu depan. Terlalu pelan untuk tamu biasa, terlalu tenang untuk pencuri.“Jangan buka,” kata Bibi. “Apa pun yang terjadi, jangan buka pintu.”Ketukan itu berhenti, digantikan suara gesekan di jendela, seperti kuku yang menyeret kaca. Rey mundur, matanya terpaku pada bayangan di luar. Bentuknya tinggi, tubuhnya kurus, dan kepalanya sedikit miring.“Bibi…” suara Rey bergetar. “Apa itu manusia?”Bibi tak menjawab, hanya meraih rosario kayu di meja dan menggenggamnya erat.Lalu, suara itu datang lagi—bisikan serak dari luar jendela."Aldi… bukalah. Kami ingin bicara."Rey membeku. N

  • Lupa Cara Pulang    Suara Dari Lorong

    Malam kembali turun, membawa hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Rey berbaring di ranjang kayu kamar belakang, menatap langit-langit gelap yang dipenuhi bayangan. Hujan sudah reda, tapi suara tetesan air dari atap terdengar seperti jarum jam yang menghitung waktu menuju sesuatu yang mengerikan.Ia mencoba memejamkan mata, namun pikirannya penuh pertanyaan. Siapa orang-orang yang mengejarnya? Mengapa keluarganya harus menghilang? Dan kenapa Bibi bersikeras menutupi semua itu?Tepat saat ia mulai terlelap, suara itu datang. Sebuah bisikan pelan, memanggil namanya."Rey..."Suara itu bukan milik Bibi. Bukan juga suara Naya. Nada suaranya datar, seperti datang dari ruang kosong. Rey langsung duduk tegak."Siapa?" tanyanya, suaranya nyaris tak terdengar.Tak ada jawaban, hanya bunyi langkah kaki pelan di lorong.Rey membuka pintu kamar. Lorong itu gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lampu minyak di ujung. Lantai kayu berderit di bawah kakinya. Bisikan itu terdengar lagi, kali i

  • Lupa Cara Pulang    Bayangan Di Ambang Pintu

    Hujan turun deras malam itu, membasahi seluruh kota hingga aroma tanah basah menembus setiap sudut jalan. Rey berdiri di depan sebuah rumah tua bercat putih yang sudah memudar. Jantungnya berdebar hebat, bukan karena udara dingin, tapi karena ia tahu—di balik pintu ini mungkin ada jawaban.Rumah itu persis seperti yang ia lihat dalam mimpi-mimpinya. Jendela di lantai dua retak di sudutnya, pagar kayu berderit saat disentuh, dan di teras ada pot bunga tanah liat yang miring. Semua terasa akrab, tapi juga asing.Ia mengetuk pintu tiga kali. Suaranya menggema di bawah rintik hujan.Tak ada jawaban.Rey mencoba lagi, kali ini lebih keras. Langkah kaki terdengar dari dalam, lalu suara kunci diputar. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang wanita tua berwajah lelah. Matanya sayu, tapi penuh kewaspadaan."Ya?" tanyanya singkat.Rey menelan ludah. "Bu... apakah ini rumah keluarga Rahmawan?"Wanita itu terdiam beberapa detik. "Siapa kamu?""Saya..." Rey ragu, kata-kata tersangkut di ten

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status