Bunda Sania mengajak Dinda serta Prita untuk menemui Doni di rumah sakit. Bunda Sania ingin segera menikahkan Doni dan Fani, di saat Sabrina masih terbaring koma.
Sesampainya di ruangan Sabrina
"Don, mau sampai kapan kamu menunggu Sabrina seperti ini?" tanya BUnda Sania dengan tatapan nanar.
Doni hanya terdiam memandangi istri yang sangat dicintainya itu. Pandangannya nanar. Bulir bening itu terasa mulai jatuh.
"Don, Fani itu wanita yang baik. Dia pintar dan pastinya akan memberikan kamu keturunan. Cucu yang selama ini diharapkan Bunda," tutur Prita membuat Doni seketika memandanginya dengan sorot mata tajam.
"Nggak kak, Fani hanya kuanggap sebatas sahabat.Bagaimana mungkin ...." ucap Doni terbata.
Tiba-tiba ...
Bunda Sania mengalami serangan jantung lagi saat Doni menolak permintaannya menikahi Fani.
"Don, menikahlah. lihat tuh, Bunda, gara-gara memikirkan kamu, sampai sakit dan ...."
"Iya, Kak, apa Kakak nggak kasihan
Bunda Sania yang sangat menginginkan pernikahan Doni dan Fani segera terlaksana akhirnya mulai menyusun sebuah rencana. Rencana untuk mendekatkan keduanya sebagai pasangan yang saling mencintai, bukan sebatas sahabat.Bunda Sania siang itu sengaja berbelanja di sebuah mall elite di bilangan Jakarta Selatan dan membuat janji dengan Fani. Fani yang tahu hanya ada Bunda Sania pun mau saja mengikutinya.Tanpa sepengetahuan Fani, Doni pun diminta datang untuk menjemputnya. Bunda Sania beralasan jika sedang tidak ada supir dan meminta putra kesayangannya itu datang ke mall.Bunda Sania akhirnya menghubungi Doni.[Hallo, Bunda, ada apa?][Doni, anak kesayangan Bunda, kamu di mana?][Aku lagi dijalan, Bun. Mau ke rumah sakit. Semoga hari ini ada perkembangan dari kondisi Sabrina]Sambil membawa kendaraannya, Doni mengangkat telepon sang Bunda.[Doni ke mall sekarang ya. Jemput Bunda ke si
"Doni ...."Fani pun menunduk malu."Kok, bisa ada Fani di sini sih?" tanya Doni dengan wajah kesal."Iya. Bunda juga ajak Fani ke sini," jawab Sania seolah tidak bersalah."Bunda, jangan bilang sama aku, kalau Bunda sudah merencanakan semua ini.""Bunda sengaja ingin kalian bertemu dengan suasana yang tidak sengaja seperti ini. Ya seperti sekarang, kita bisa jalan-jalan, rileks, kita belanja. Ayok!" ajak Sania tersenyum.Doni pun menahan emosinya. Sedangkan Fani hanya diam saat melihat reaksi Doni yang tidak suka dengan cara sang Bunda yang mempertemukan mereka secara diam-diam ini."Eh, Doni, Bunda masih ada yang mau dilihat sebentar ya. Doni temanin Fani dulu sebentar ya," ucap Sania. Sania pun melangkah pergi agar Doni dan Fani bisa mengobrol berdua saja.Doni dan Fani terdiam.Di rumah sakit, Dokter Indra bersama beberapa perawat terus berjuang sekuat tenag
"Kebetulan sekali, tadi Doni kan mau ke rumah sakit mau menengok Sabrina. Iya kan? Kamu juga mau ke rumah sakit juga kan? Gimana kalau kalian sama-sama aja. Kebetulan kan kalian punya tujuan yang sama," usul Sania langsung membuat Doni meradang."Saya biar naik taksi aja, Bunda," jawab Fani yang merasa tidak enak dengan Doni yang kesal."Oh, jangan,jangan. Bunda jangan dipikirin. Bunda masih mau belanja, mau shopping. Lagian nanti Kak Prita mau ke sini. Ya, Doni, antarkan Fani ke rumah sakit," bujuk Sania.Doni dan Fani pun diam"Ok. Ya udah deh, aku antar Fani," jawab Doni agak terpaksa."Assalamualaikum."Fani dan Doni akhirnya bergegas pergi setelah mencium tangan Bunda Sania dengan takjim."Ternyata tidak sesulit yang aku bayangkan menjodohkan mereka," gumam Sania tersenyum bahagia."Ah, semoga mereka dipersatukan dalam ikatan pernikahan ya Allah," batin Sania.***Di dalam perjalanan, Doni lebih banyak
"Aryo? kenapa namanya sama dengan nama mantan pacarku?" gumam Fani."Seharusnya aku tidak usah mendengar nama itu lagi. Aku harus melupakan Aryo. Karena aku sudah menikah dengan Doni. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu, bebaskanlah aku dari rasa bersalah ini. Bagaimanapun, aku sudah mengkhianati janji itu. Janji untuk setia pada Aryo ...." ucap Fani dalam hatinya. Ia mencoba sekuat tenaga menahan tangisnya."E-eh, sebentar ya," pamit Sania yang hendak menyusul Prita dan mengajak Aryo bertemu Fani.Di luar gerbang rumah mewah Sania, Aryo berdebat dengan seorang satpam karena Aryo yang tidak diijinkan masuk ke dalam rumah sang mertua."Saya mau masuk," bentak Aryo."Mohon maaf, Pak, saya hanya menjalankan perintah," jawab seorang satpam."Kamu tahu saya kan? Saya juga anggota keluarga di sini," pekik Aryo kesal."Itu dulu. Sebelum gugatan perceraian kita masuk ke
"Kenapa sekarang aku jadi ragu-ragu kalau Sabrina akan sembuh.Perasaan apa ini ya Allah? Tolong aku ya Allah. Jangan biarkan aku jadi cemas seperti ini menghadapi kesembuhan Sabrina," gumam Fani dalam hatinya."Tetapi dok, apakah pasien masih mempunyai harapan dan apakah itu akurat, Dok?" tanya Fani penuh kecemasan."Dokter Fani, Anda bukannya meragukan jika pasien akan sembuh kan?" cecar Dokter Indra yang mulai merasakan jika Fani tidak menginginkan kesembuhan Sabrina.Fani seketika panik"E-ee, bukan, Dok, bukan, Dok.Maksud sa-ya, saya hanya ingin laporan yang akurat, Dok, tidak berandai-andai. Saya hanya takut jika keluarga besar sudah berharap dan kenyataannya tidak sesuai harapan," ucap Fani terbata.Dokter Indra pun agak menarik Fani menjauh dari Doni dan para perawat."Begini dokter, apapun kejadiannya,itu mungkin saja. Tetapi, kondisi Sabrina saat ini sudah menunjukkan tanda-tanda yang positif.Probolitas Sabrina untuk sembuh sangat b
[Dan masukkan dia ke penjara karena dia sudah menduakan anak saya yang sedang koma!]"Pa, itu telepon dari siapa?" panggil Sinta.Martin pun seketika berbalik arah."Pa, kenapa sih harus marah-marah? Itu telepon dari siapa?" tanya Sinta.Wajah Martin seketika panik."Ah, dari kantor aja," sahut Martin menarik napas panjang."Mama lupa cerita sama Papa. Semalam Mama mimpi, Sabrina menangis. Dia menangis karena cincinnya terlepas dari jari manisnya," ucap Sinta menahan tangis."Dan dia minta tolong sama Mama ...."Rumah Bunda Sania"Mas Doni, kamu mau pakai yang polos atau yang bercorak dasinya?"Suara seorang wanita yang membawa beberapa pilihan dasi untuk dipilih Doni pagi itu.Wajah Doni seketika nanar menatapnya. Airmata itu berusaha ia tahan."Kamu mau pakai ya
"Doni, tunggu!" panggil Bunda Sania."Doni, tolong dong. Sekarang kan kamu sudah ada Fani. Berikan dia hak yang sama seperti yang kamu berikan pada Sabrina dong, Doni," bujuk Sania."Kamu harus sadar, tugas seorang suami itu memberikan nafkah lahir dan batin," timpal Prita."Itu namanya adil, Don," lanjut Sania.Bunda Sania pun mendekati Doni dan mencoba kembali membujuk putra kesayangannya itu."Doni, maafin Bunda, Doni. Tetapi ... masalah Sabrina nggak usah kamu khawatirkan. Karena sudah ada tim ahlinya yang menangani. Jadi apalagi yang kamu ragukan.""Pergilah berbulan madu, biar semua Bunda yang handle di sini," ujar Sania.Doni pun menatap Fani penuh tanya. Doni pun tidak bisa mengelak permintaan sang Bunda. Ia pun akhirnya mengikuti keinginan sang Bunda untuk berbulan madu.****Cuaca pagi ini memang tidak secerah bi
Doni dan Fani memutuskan kembali ke rumah lebih awal. Hati Fani sudah terkoyak. Memang bukan salah Doni, tetapi ia tidak dapat memungkirinya, hatinya sakit mendapati kenyataan jika ia selalu dibandingkan dengan Sabrina.Mobil yang dikendarai Doni akhirnya sampai di teras rumah mewah Sania. Fani pun berjalan cepat keluar dari mobilnya. Doni pun mengejarnya."Fani, tunggu. Kamu masih ingat kan dengan kesepakatan kita?".sergah Doni.Fani menunduk"Iya, Mas. Pembicaraan itu hanya akan menjadi rahasia kita berdua," sahut Fani.Fani dan Doni akhirnya berjalan beriringan memasuki rumahnya.Bunda Sania,Prita dan Dinda pun kaget melihat kedatangan pasangan pengantin baru itu sudah pulang di luar perkiraannya."Hei, Doni,Fani, apa Bunda nggak salah?Ada apa dengan bulan madu kalian? Kok sudah pulang sih?" tanya Bunda Sania."Maaf Bunda, aku nggak bis