Share

part 3

Drrttt ...

Pras meraih ponsel disaku celana nama istriku tampil dilayar ponsel, Pras memijit pelipisnya, dia lups mengabari sang istri.

"Hallo dek, Assalamualaikum? maaf mas tidak mengabari kamu?" sesal Pras.

"Wa'alaikumsalam! Kamu dimana, mas?" tanya Aruna cemas.

"Mas dirumah sakit, papa sudah mau dirawat." jawab Pras.

"Alhamdulillah, Aruna nyusul ya, mas?" pinta Aruna..

"Besok saja, ini sudah malam! Sebentar lagi mas juga akan pulang." balas Pras, rencananya saat dirumah nanti dia akan mengatakan apa penyebab papanya mau dirawat.

"Ya sudah, hati-hati ya, mas?" balas Aruna.

"iya, dek! Love you han?" Pras mencium layar ponselnya.

"Love you to honey." balas Aruna, suaminya selalu membuatnya jatuh cinta setiap hari.

Setelah panggilan terputus, senyum diwajah Aruna sirna. Bahkan untuk tersenyumpun Aruna sudah tidak sanggup.

Lambat tapi pasti keinginan sang papa akan Aruna wujudkan, apa aku sanggup menghadapi kenyataan yang akan terjadi ya Allah, gumam Aruna.

Tapi siapa yang akan aku jadikan maduku, bukankah aku sendiri yang minta akan mencarikan madu untukku sendiri?

Aruna terkekeh menertawakan dirinya sendiri, konyol bukan? Bahkan aku memikirkan siapa wanita yang akan menjadi maduku? Miris sekali nssib cintamu Aruna.

Aruna menghembus nafas kasar, lalu memutuskan memainkan ponselnya diruang tamu sambil menunggu suaminya pulang.

Saat membuka salah satu aplikasi di ponselnya, sebuah foto menarik perhatian Aruna, bukankah ini Nisa ya? Sudah lama aku tidak mendengar kabarnya, ucapnya bermonolog.

Aruna mencoba mengirimi pesan ke akun wanita yang bernama Nisa tersebut, berharap mendapatkan balasan dari yang empunya akun.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu membalas, Aruna langsung meminta nomor ponsel Nisa, sepertinya dia tidak perlu mencari lagi wanita yang akan menjadi madunya kelak.

Meskipun mereka tidak begitu akrab, tapi Aruna sangat mengenal kepribadian Nisa, wanita yang selalu memakai gamis tersebut sangat taat beribadah.

Aruna dan Nisa dibesarkan dipanti yang sama, tapi saat lulus SMA Nisa memutuskan untuk bekerja dan mengontrak katanya biar bisa lebih mandiri, sedangkan aku memutuskan menikah diusia muda, karena sudah kepincut dengan ketampanan lelaki yang bernama Pras yang tak lain teman semasa kecilnya anak dari donatur tetap dipanti tempat dia dibesarkan.

Nasib baik berpihak kepadanya, Nisa dipercayakan oleh pemilik tokoh tempatnya bekerja mengelola salah satu tokoh pakaiannya diluar kota.

Aku menghubungi Nisa lewat video call, cukup lama kami berbincang dan ternyata Nisa sudah kembali, dia membuka tokohnya sendiri dikota ini, aku mengajaknya bertemu esok hari, dan semoga saja Nisa bisa membantu masalahku.

Aku memutuskan mengakhiri pembicaraan saat mendengar deru mesin dihalaman rumah.

Aruna menyambut kedatangan Pras, lelakiku tampak lelah, terlihat jelas gurat sayu dari tatapannya, pasti kesehatan papa salah satu penyebabnya.

"Mas sudah makan?" tanya Aruna setelah menyalami punggung tangan suaminya.

"Sudah tadi dirumah sakit." balas Pras seraya mengecup kening sang istri.

Mereka langsung menuju kamar, Aruna menuju kamar mandi untuk menyiapkan air hangat untuk suaminya.

"Mas langsung mandi saja, airnya sudah Aku siapkan." ujar Aruna saat keluar dari kamar mandi.

"Iya dek, tapi kemari dulu." pinta Pras menepuk sisi tempat tidur disampingnya.

Aruna menurut lalu duduk disisi sang suami, Pras langsung membawa tubuh Aruna kedalam pelukannya, tempat ternyaman yang sangat Pras sukai.

"Jangan pernah berubah." pinta Pras semakin mengeratkan pelukannya.

"Apa terjadi sesuatu, mas?" tanya Aruna dengan kening mengkerut sambil mendongkkan wajahnya menatap wajah lelah suaminya.

"Papa mau dirawat, karena mas telah menyetujui keinginannya." balas Pras.

"Be-benarkah, mas?" ujar Aruna menguraikan pelukan mereka, ada luka tapi tak berdarah, ucapan yang terlontar dari mulut suaminya

menghujam sampai keulu hati.

Kuatlah wahai hati, bukankah kamu sendiri yang berlutut memohon agar suamimu menerima permintaan terakhir papa, ujar Aruna membathin.

Airmata ini tak bisa kutahan, tetes demi tetes berjatuhan mengenai tangan mas Pras yang sedari tadi menggenggam erat jemari ini.

"Menangislah, mas tahu ini berat untuk kita, cinta kita sedang diuji." Pras menghapus airmata dipipi Aruna.

Tangisku semakin pecah, aku langsung menghambur kepelukan suamiku, ya Allah ... Sakit sekali, membayangkannya saja sudah membuat hati ini terluka parah.

***

Sepertinya mas Pras benar-benar lelah, selesai mandi dia langsung membaringkan tubuhnya dikasur.

Sedari tadi aku bungkam, bahkan kami tidak membahasnya lagi, mas Pras hanya meminta aku berbaring disisinya membawa tubuh ini kedalam dekapannya.

Aku menatap wajah mas Pras, airmata ini kembali turun. Setelah ini apakah kita bisa bahagia, mas? pelan-pelan aku melepaskan pelukan suamiku lalu beranjak kebalkon.

Kesedihan ini hanya bisa aku telan sendiri tidak ada tempat untukku menumpahkan isi hatiku bahkan orang satu-satunya yang menjadi tempat ternyamanku sebentar lagi akan sandaran untuk wanita lain.

Menangislah Aruna, hanya ini yang bisa kamu lakukan, dan aku harap kedepannya jangan ada tangisan seperti ini lagi, Aruna menyemangati dirinya sendiri meskipun dia sendiri tidak yakin jika air mata ini esok akan berhenti atau akan selalu menemani disetiap kepedihannya.

Cukup lama aku temenung meratapi nasib rumah tanggaku kedepannya aku memutuskan kembali kekamar membaringkan tubuh ini disamping suamiku membawa tubuh ini kembali kedalam dekapan hangat mas Pras.

Andai papa meminta nyawaku aku dengan sukarela memberikannya tapi kenapa papa meminta suamiku untuk wanita lain.

Adzan subuh dari berbagai arah membangunkanku, aku langsung membersihkan diri kekamar mandi lalu membangunkan mas Pras.

Setelah itu aku turun untuk membuatkan sarapan, sebenarnya kepala ini terasa berat mungkin akibat menangis semalam tapi aku tidak bisa membiarkan mas Pras kelaparan, pasti saat dirumah sakit semalam makannya sedikit.

Seseorang memelukku dari belakang, tanpa menolehpun aku tahu siapa pelakunya, aromanya tubuh yang selalu membuatku candu menusuk ke indera penciuman.

Dek, jangan mendiamkan mas seperti ini." pinta Pras.

"Aku biasa saja, mas! Sudah ... mas duduk saja disana, tehnya sudahku buatkan." ujarku tanpa menoleh kearahnya.

"Bukan sehari dua hari kita mengenal, jadi mas sudah tahu bagaimana luar dalammu, dek!" balas Pras.

Aku masih enggan menatapnya masih sibuk berkutat dengan bahan makanan.

"Jika seperti ini, lebih baik mas tolak kembali permintaan papa." timpal mas Pras, dan aku sangat tahu mas Pras akan melalukannya jika aku tidak menghentikannya.

"Jangan! Jangan lakukan itu, mas." aku langsung berbalik menatap mas Pras.

"Kenapa kamu memaksakan diri jika kamu tidak sanggup, dek?" mas Pras menatapku dalam.

"Mas sudah tahu jawabannya, apa aku punya pilihan lain?" tanyaku lalu kembali berkutat dengan bahan masakan.

"Aku tidak bisa membalas jasa mereka, setidaknya disisa umur papa aku bisa memberikan kebahagiaan untuknya." Aruna menahan airmatanya agar tidak tumpah.

Meskipun kebahagiaanmu menjadi taruhannya! sambung Pras.

Aku menghapus sudut mataku yang mengembun, tidak ada yang lebih membahagiakan selain kebahagiaan mama dan papa, mas! Ucapku tertahan ditenggorokan.

Dan aku tidak ingin menyesalinya nanti, kalian semua adalah sumber kebahagiaanku.

Kami menikmati makanan dalam diam, mas Pras sepertinya telah kehabisan kata-kata untuk menghentikanku untuk mengikuti kemauan papa.

Selesai makan kami bersiap akan mengunjungi papa dirumah sakit tapi sebelumnya aku mengajak mas Pras menemaniku bertemu Nisa.

Aku tidak ingin menundanya lagi, bagaimana jika papa tidak bisa bertahan dan akan pergi selamanya dengan membawa kekecewaan.

BY : NOUVALLIN30

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status