Share

[PAGE 2] HELLO, MY EX BOYFRIEND

"Mau kemana, Wen?" tanya Ana dengan mata pandanya di Minggu pagi tepat pukul delapan.

Wendy sibuk mencari-cari pakaian yang akan ia gunakan hari ini di lemari Ana. Ia memang berniat meminjam pakaian Ana karena pakaiannya yang berwarna putih mulai menguning. "Mau seminar, yang seminar kecantikan itu."

"Dimana?"

"Di Hotel Savana... sekalian cuci mata. Dokternya muda-muda."

Ana menghembuskan nafasnya. "Gue sendirian dong."

"Yaudah lo ikut aja yuk, daripada mikirn Victor terus nanti bisa gila kaya dia lo lama-lama."

"Kan gue belum beli tiket..."

"Yaelah disana pasti ada di tiket on the spot, tenang aja."

Ana tersenyum. "Yaudah aku mandi dulu ya."

"Iye jangan lama-lama."

Menggunakan motor scoopy milik Wendy, Ana duduk di belakang menggunakan helm coklat sambil melihat kanan kiri ramainya jalanan Soekarno Hatta. Begitu banyak muda mudi lalu lalang karena kota Malang memang sangat padat beberapa tahun terkahir ini, bahkan hawa dinginnya mulai menurun tidak seperti tahun-tahun 2002-an.

Tidaklah lama menuju hotel Savana yang berdiri besar di pertigaan, hanya memakan waktu kurang lebih sepuluh menit mereka berdua sampai di hotel itu. Setelah memarkir motor, mereka berdua masuk kedalam hotel dan membeli tiket untuk Ana, kemudian mereka mencari kursi didepan sendiri yang mengelilingi meja bulat. Para peserta masih tidak seberapa banyak karena acara masih puluhan menit lagi dimulai. Wendy memang selalu datang lebih dulu karena ia mengincar kursi bagian depan.

"Na, bespk gue mau bimbingan terakhir. Terus ujian," curhat Wendy sambil menunggu acara dimulai.

"Lo jangan tinggalin gue Wen, gue mau baca tesis gue sekali lagi baru gue ajuin buat ujian."

"Beres! Lo tenang aja."

"Wen, gue ke toilet dulu ya."

Ana beranjak dari tempat duduknya, keluar dari rungan dan mencari keberadaan toilet. Tidak jauh dari tempat seminar, sebuah lorang mengantarkan ke area toilet. Jika kekiri toilet cowok, kekanan adalah toilet cewek. Ana belok keselebah kanan, setelah sekian menit menahan sakit perutnya ia mencoba mengeluarkan isi perutnya, dengan sekuat tenaga, menahan nafas, menekan perut... hasilnya nihil.

Hampir sepuluh menit ia mencoba, hasilnya tetap nihil.

Dengan wajah letih, Ana berusaha ikhlas dengan kondisi perutnya. Walau masih terasa sakit, ia rasa ia tidak akan bisa mengeluarkan isi perutnya di tempat umum walau toiletnya terbilang sangat bersih.

"Hei," panggil seorang cewek dari dalam toilet, berjalan cepat kearah Ana.

Ana berhenti berjalan.

"Kamu.. emm.. bisa minta tolong nggak?" tanya cewek berseragam hitam tersebut.

"Em... Jadi gini, aku kan EO dari Seminar Kecantikan yang di sponsori sama produk kecantikannya klinik Ryu nih. Model aku untuk di make up kurang, aku bisa minta tolong kamu? Tapi kalau kamu nggak sibuk sih.. soalnya model-model aku ada dua orang harusnya udah sampai tapi kecelakaan mobilnya nabrak motor.. jadi," cerita dan pinta cewek berhijab modern dengan wajah rupawan itu. "Jadi kita bener-bener butuh dan aku liat kamu tadi di toilet kamu cocok banget menurut aku .. sebenernya aku nggak mainta bertele-tele sih tapi..."

"Butuh dua orang?" tanya Ana memotong pembicaraan sang EO.

Cewek ber-nametag Lita tersebut mengangguk. "Aku bisa, aku ada temen satu juga."

Lita tersenyum.

Tidak terbayangkan oleh Wendy maupun Ana saat ini mereka sedang ada di atas panggung, ditonton puluhan peserta menjadi model kecantikan make up dari klinik ternama 'Ryu' yang kata Wendy pendirinya adalah dokter kulit tampan bersertifikat manca Negara. Benar kata Wendy, dokter pemilik puluhan klinik kecantikan itu begitu manis dan mirip sekali dengan orang Korea. Bukan hanya mirip, dia memang keturunan warga Negara Korea.

"Hello, perkenalkan saya Ryu Al Lan.. mungkin dari kalian sudah pernah ke klinik saya?"

"Belumm!!"

"Disini belum ada!!"

Jawab beberapa peserta. Seminar kali ini bukan seperti seminar, tapi malah terlihat seperti Fan Meeting artis Korea.

Dokter Ryu dengan santainya membawakan materi dengan dua pembicara lainnya. Mulai dari bagaimana merawat kulit, dampak pemakaian bahan kimia, cara mengatur pola hidup, cara memilih kosmetik sampai memasarkan produk kecantikan mereka dan mereka bilang siapa saja yang sudah membeli tiket akan mendaptkan bingkisan beberapa kosmetik keluaran Ryu.

Banyak yang mengakui bahawa strategi marketing klinik Ryu ini benar-benar hebat. Tidak hanya di medsos tetapi juga melalui seminar, event sampai ke perusahaan-perusahaan sehingga terjual laris di pasaran bahkan kliniknya selalu ramai dikunjungi manusia-manusia yang ingin melakukan perawatan dari kaki sampai kepala. Rencananya, klinik Ryu akan di buka di kota Malang sehingga mereka melakukan seminar terlebih dahulu di kota dingin ini untuk melihat bagaimana pasaran kota Malang jika kliniknya dibuka.

Setelah berbicara puluhan menit, rekan kerja dokter Ryu yang bernama dokter Andi mulai member perintah paca para MUA menggambar wajah Ana dan Wendy menggunakan produk keluaran klinik Ryu mulai dari foundation, alis, bedak, highlightereye shadowlipstickeyeliner dan lain-lain lalu melihat bagaimana hasilnya.

Wendy yang pertama kali menjadi model percobaan sangat gugup terlihat jelas dari gerak tubuhnya apalagi dokter-dokter tampan kini sedang mengelilingi mereka. Sedangkan Ana, seperti biasa wajahnya datar tapi tetap terlihat menarik tanpa ada rasa grogi sedikitpun karena memang dia sudah sering menjadi model.

Sambil di make up, para peserta di perbolehkan untuk melihat tutorial make up, mencoba make up dan mendokumentasikan kegiatan kali ini. Tidaklah lama untuk di make up, Wendy dan Ana tampil berbeda daripada yang lain. Hasil make up produk Ryu sangat cocok di wajah mereka sehingga banyak yang tertarik membeli produk kecantikan ini.

Seminar tidak berlangsung lama, kurang lebih tiga jam termasuk sesi tanya jawab. Para peserta mulai bubar, sedangkan Ana dan Wendy disuru menunggu di ruang yang sudah disediakan untuk mendapat bayaran bersama tiga dokter dari Ryu. Mereka sekedar duduk untuk beristirahat.

"Aku kaya nggak asing sama wajah kamu," ujar dokter cewek satu-satunya yang kini duduk bersama Ana dan Wendy. "Kamu...." Dokter bernama Jasmine itu berpikir keras. "Kamu pernah muncul di TV nggak sih?"

"Enggak dok, nggak pernah," jawab Ana tersenyum, dua dokter lainnya memperhatikannya.

"Dimana ya...," tanya Jasmine penasaran. "Aku yakin pernah liat kamu."

"Dia emang model dok, jadi mungkin wajahnya nggak asing," sahut Wendy meredakan kebingungan Jasmine.

"Oh.. pantes. Mungkin pernah liat kamu waktu jadi model," ujarnya. "Eh, HP kamu getar terus. Nggak kamu angkat?" tanyanya kemudian.

Ana akui, Jasmine si dokter berwajah menggoda itu sangat tertarik pada kehidupannya.

Ana mengambil HP dari tasnya, ketika ia melihat siapa yang memangilnya ia langsung mematikan handphone-nya.

"Victor?" tanya Wendy.

Ana hanya mengangguk dan memberinya senyuman kemudian senyumannya menghilang saat menatap wajah dokter Alan, pemilik klinik Ryu yang daritadi memperhatikannya. Ana salah tingkah di buatnya.

"Dok, katanya dokter punya band ya?" tanya Wendy sok kenal sama Alan.

Dengan senyum ramah Alan mengangguk. "Cuman hobi aja."

"Oh... hobi? Tapi kayaknya sering konser juga kan masuk TV-TV."

"Iya.. tapi biasanya waktu keluarin album baru aja," jawab Alan lagi.

"Oh gitu..."

"Hey.. makasih ya udah nunggu." Lita datang dari luar dan membawa dua goodie bag. "Didalamnya ada fee-nya. Thanks banget ya udah bantuin aku."

Ana mengangguk begitu juga Wendy. Setelah berpamitan pada tiga dokter muda dan Lita, Ana maupun Wendy pergi meninggalkan hotel.

****

Hari demi hari silih berganti. Roda kehidupan selalu berputar namun hidup Ana selalu dihiasi oleh ulah Victor yang hampir setiap hari mengancam untuk bunuh diri didepannya. Bahkan Victor benar-benar pernah melukai pergelangan tangannya agar Ana tidak memutuskan hubungan mereka. Semakin lama semakin berat hidup Ana karena adanya sosok Victor yang juga mulai kasar padanya. Tujuan hidupnya saat ini hanya untuk segera wisuda dan pulang ke kota asal yang belum pernah ia ceritakan pada Victor dimana asal usulnya sehingga Victor tidak bisa lagi melukainya.

Sabtu ini tepat hampir dua bulan sejak momen tak terlupakan oleh Wendy di hotel Savana, hari ini menjadi momen yang tidak akan ia lupakan lagi karena Wisuda Ana dan Wendy berlangsung lancar dengan cuaca mendukung. Mendung, namun tidak hujan. Kedua sahabat itu menggunakan toga yang sama, kebaya berwarna sama, bahkan make up di tempat yang sama. Yang membedakan, di hari wisuda.. Ana tanpa orang tuanya sedangkan Wendy bersama orang tuanya.

"Tau nggak sih An, gue masih inget banget momen waktu kita jadi modelnya dokter Ryu. Aw...," cerita Wendy usai acara wisuda berkahir dan teman-temannya yang lain sibuk foto-foto.

Ana mengiyakan dan bernafas berat karena Victor selalu disampingnya. Hari ini Victor bersikap sangat sopan karena ada orang tua Wendy, orang tua yang sudah Ana anggap seperti orang tuanya sendiri sejak ia ditinggalkan.

"Sayang, aku ambil kamera dulu di mobil ya?" pamit Victor.

"Iya..."

Melihat Victor berjalan menjauh, Ana buru-buru meminta bantuan pada kedua orang tua Wendy agar tidak bertanya apa yang akan dia lakukan setelah wisuda dan menceritakan dimana tempat tinggalnya.

"Tenang aja.. Om dan tante akan diam seperti patung, hahaha," canda Ibunda Wendy.

"Emang dia kenapa?" tanya Ayah Wendy.

"Psiko Pa.. makanya Ana mau kabur dari Malang," jawab Wendy. "Eh Na.. itu dokter Ryu kan?" tanya Wendy sambil menunjuk cowok berkemeja putih yang tak jauh dari mereka.

Ana mengangguk. "Iya..."

"Itu cewek siapanya ya?" tanya Wendy.

"Ceweknya kali," jawab Ana yang juga memperhatikan dokter Ryu.

"Sayang, bisa ngobrol berdua bentar nggak?" tanya Victor tiba-tiba yang nongol disebelah Ana membawa DSLR di tangannya.

Ana mengiyakan dan mengikuti langkah Victor. Mereka berjalan agak jauh dari keramaian dan berhenti pada suatu titik. Victor mengambil sebuah kotak dari saku celananya dan membuka kotak berwarna merah tersebut.

Cincin.

"Buat kamu."

Ana terdiam. Ini bukan kali pertama Ana mendapat perhiasan dari Victor, namun ini pertanda buruk untuk Ana.

"Magnoliana Hana Moana.. I Love You."

Ana menggigiti bibir bawahnya. "Tapi.. aku.. Victor kamu tau kan aku... aku nggak mau sama kamu."

"Kenapa?" tanya Victor, menutup kembali ringbox nya.

"Victor.. kamu udah bukan Victor yang aku kenal. Kamu sekarang kaya orang gila tau nggak?" Ana memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Aku gila? Aku gila gara-gara kamu!" Ujarnya marah lalu melempar kotak cincin itu ke asal tempat. Kemarahan Victor membuat beberapa orang melihat kearahnya.

"Victor please.. jangan malu-maluin," pinta Ana lirih.

"Aku nggak peduli! Mulai sekarang, aku akan bawa kamu pulang ke rumah aku!" Victor menyeret paksa tangan Ana. Victor benar-benar tidak peduli dengan keadaan sekitar yang sedang memperhatikannya termasuk Wendy yang hendak mengejarnya.

Langkah Victor benar-benar terhenti ketika dua orang bertubuh tinggi besar menghalanginya, melotot tajam seperti hendak menerkam kearahnya agar melepaskan Ana dari genggamannya.

"Mbak Ana.. ada yang ingin bertemu," ujar salah satu laki-laki bertubuh tinggi itu.

Seperti keajaiban, Ana bernafas lega walau sebenarnya ia sangat malas untuk mengikuti kedua lelaki tersebut yang mengarahkannya pada sebuah lokasi. Sedangkan Victor mengikuti dibelakang Ana.

Ana masuk kedalam sebuah mobil berkaca hitam dan gelap. Victor ingin menerobos, namun pengawal mobil-mobil itu berhasil menghentikannya.

"Itu cowok kamu?" tanya seorang bapak-bapak berkacamata dengan kantung mata yang mulai melebar.

"Bukan urusan anda," jawab Ana. Duduk disebelah lelaki berkepala empat puluhan.

"Selamat ya.. Papa minta, jangan buat keributan sampai Papa terpilih jadi gubernur."

Ana terdiam.

"Bagaimanapun juga, kamu anak Papa. Papa beri kamu kebebasan karena mau kamu sendiri. Jadi... jangan buat keributan. Kalau ada yang tau, posisi papa bisa lengser."

"Tenang aja, kita bukan siapa-siapa," jawab Ana begitu tegar.

"Ini.. kado dari Papa..."

Ana melihat kunci mobil yang kini ada di atas kakinya. Ia mengambil kunci mobil itu lalu mengembalikannya pada orang yang sangat ia benci selain Victor. "Thanks."

Tidak banyak berkata, Ana keluar dari mobil dan berjalan tanpa tujuan lalu Victor mengikutinya. Tidak jauh ia berjalan, mobil dengan pengawalan itu pergi begitu saja meninggalkan area universitas.

"Ana! Ana!"

Ana menghentikan langkahnya. Kini air matanya mulai menitik.

"Itu tadi apa?" tanya Victor bergitu penasaran. "Sebenernya ada apa kenapa kamu masuk ke mobil itu? Itu mobil siapa?"

"PLEASE! Mulai sekarang kamu jauhin aku!" bentak Ana.

Pertama kalinya di bentak Ana, Victor terkejut. Ia bahkan tidak menyangkan pacarnya yang polos dan lugu itu bisa semarah ini padanya. "Oke. Nggak perlu dijelasin disini, kita pulang."

Victor kembali menarik tangan Ana.

"Nggak mau! Lepasin!" jerit Ana.

"VICTOR! KAMU LEPASIN TANGAN ANAK SAYA ATAU KAMU SAYA PANGGILKAN POLISI? INI NAMANYA PELECEHAN!" ujar Farhan, Ayah Wendy yang bekerja sebagai Pengacara.

Victor melepaskan tangan Ana.

"Mulai sekarang, kamu jangan pernah temuin anak saya!" tegas Farhan, membawa Ana bersama Wendy dan istrinya menjauh dari Victor.

****

Dengan mata panda yang masih menghitam Ana berdiri tegak menggunakan hem berwarna pink dan rok abu-abu sambil membawa walkie-talkie. Hari ini hari Minggu, sehari sesudah acara wisuda ia kembali bekerja sebagai EO saat ada Event Pernikahan di salah satu gedung besar di kota Malang. Seperti yang kalian tahu sendiri, tugas utama EO Wedding adalah menjalankan acara pernikahan sampai tuntas tanpa ada kendala.

Diatas panggung terlihat pasangan yang sedang menikah kini sangat berbahgia. Walau mereka tampak lelah, mereka terus tersenyum lebar untuk menyambut para tamu undangan yang akhirnya membuat para tamu merasa nyaman. Terlihat juga para tamu undangan menikmati hidangan yang disajikan dengan lahap. Mencoba dari satu menu ke menu yang lain sekedar untuk memenuhi nafsu bawaan mata walau perut terasa kenyang. Menyenangkan. Itu yang Ana rasakan sebagai EO, pekerjaan sambilannya selama lima tahun terakhir ini.

"Na, lo beneran ini event terakhir lo?" tanya Vika, teman EO sekaligus teman Model Ana karena memang EO ini terbentuk di bawah agency modelnya.

Ana mengangguk dan tersenyum kearah Vika.

"Terus lo kerja apa?" tanya Vika lagi.

"Kan ijazah gue udah keluar Vik, mau kerja sesuai jurusan gue. Maybe.. PR.. boleh kayaknya asik."

Vika terlihat sedih. "Tapi lo tetap di Malang kan?"

Ana mengangguk, ia tidak ingin siapapun tau akan kepergiannya ke kota lain selain Wendy karena Ana tidak ingin Victor mendapatkan informasi dimana keberadaanya.

"Ana?"

Ana menengok kesebelah kanannya. Bola matanya membulat, matanya hampir keluar dari kelopak.

Cowok berstelan kemeja putih dengan jas maupun celana abu-abu berjalan kearahnya sambil membawa sebuah eskrim ditangan. "Ana?" sebutnya lagi meyakinkan.

"Calvin...."

Calvin Haris Mananta, mantan terindah Ana.

Kini tidak pernah diduga sebelumnya akan bertemu lagi, Calvin berdiri didepannya.

"Em.. aku kesana deh ya?" kata Vika, meninggalkan Ana dan Calvin yang saling bengong.

"Hei, apa kabar?" tanya Ana, sedikit canggung sambil mengulurkan tangannya. Namanya juga ketemu mantan yang hampir tiga tahun tidak pernah bertemu sama sekali.

Calvin menjabat tangan Ana. "Baik... kamu?"

"Baik juga. Hehe." Wajah Ana memerah, bukan karena masih sayang tapi karena malu.

"Masih jadi EO ya kamu? Eh WO..."

Ana mengangguk.

"Masih ikut model juga?".

"Enggak..."

"Kenapa?"

"Nggak papa. Hehe."

"Oh.. masih freelance nulis artikel juga?"

"Itu udah jarang, Vin."

"Oh...."

"...."

Tik tok tik tok.

Detik silih berganti dan mereka saling terdiam beberapa saat.

"Kamu kok disini?"

"Iya.. yang nikah anaknya Om," jelas Calvin, mulai memakan es krimnya lagi.

"Oh.. yang cowok?"

"Bukan, pengantin yang cewek."

"Oh..."

"Oh iya, kamu nanti pulang sama siapa?" tanya Calvin lagi.

"Aku sendiri."

"Yaudah aku anter gimana sekalin kita reuni."

"Hah?"

"Hahaha.. jangan kaget salah paham. Aku cuman mau ajak kamu nongkrong."

"Tapi, aku pulang sore kan mau beresin sampai selesai acaranya. Terus ada perpisahan bentar."

"Nggak papa. Aku tunggu. Nomor kamu ganti ya?"

Ana mengangguk.

"Nomer kamu berapa?" pinta Calvin menyodorkan HP nya.

Ana meraih HP Calvin dan mengetikkan nomer HP nya pada layar.

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bagi Ana untuk bertemu kembali dengan Calvin, mantan terindahnya yang saat pacaran sangat memperlakukannya seperti manusia walau mereka tidak lama berpacaran. Dari belasan mantan Ana, bagi Ana yang terbaik adalah Calvin. Sifat Calvin yang begitu dewasa, pengalah, penyanyang, penyabar dan selalu menuruti keinginan Ana. Hanya satu minus dari Calvin bagi Ana, Calvin tipikal cowok cuek.

Ana yang sekarang sangat berbeda dengan yang dulu. Ana yang dulu adalah Ana periang, aktif, banyak teman, humoris, dan ramah sehingga banyak sekali yang menyukainya mulai dari mahasiswa sampai dosen-dosen genit. Bahkan dalam satu semester saat kuliah S1 Ana bisa menghabiskan tiga orang cowok untuk menjadikan cowok-cowok tersebut sebagai status mantan. Dia memang terkenal playgirl, tapi playgirl baik hati. Ana memacari mereka bukan karena suka, cuman karena kasihan. Itu juga yang ia lakukan untuk Victor, karena kasihan pada awalnya.

Hanya saja ia berubah enam bulan terakhir ini, sejak bertemu dengan Victor. Cowok yang awalnya manis, berlanjut mengerikan. Cowok posesif, egois, kasar dan tukang kekang. Seorang cowok yang akhirnya mengubah sifat dan mindset Ana sehingga Ana menjadi cewek pendiam, penakut dan sedikit trauma pada semua cowok.

Pukul 16.00...

Sesuai janji, usai melakukan acara perpisahan bersama teman EO, Ana kini duduk disebelah Calvin sambil memangku hadiah-hadiah dari teman-temannya. Perasaannya begitu sedih karena tidak lama lagi waktunya tinggal di kota yang penuh kenangan masa remajanya hingga sekarang.

"Kita kemana, nih?" tanya Calvin.

"Ke kos aku dulu ya, Vin.. mau ganti baju."

"Kos kamu tetap yang dulu?"

"Iya..."

"Oke."

Tidaklah jauh perjalanan dari gedung pernikahan ke kos Ana, hanya saja macet dimana-mana membuat perjalanan yang diperlukan hanya 15 menit menjadi 40 menit.

"Aku tunggu mobil ya?" kata Calvin.

Ana mengangguk lalu keluar dari dalam mobil Calvin ketika Calvin sampai dan memarkir mobilnya tepat didepan pagar kosan Ana. Ana melangkahkan kakinya sedikit cepat agar Calvin tidak terlalu lama menunggu. Dibukanya gerbang kosannya dan begitu terkejutnya ia ketika melihat Victor duduk di kursi teras kosannya.

"Sayang?" sapa Victor, berdiri dari kursinya.

"Kamu naik apa? Kok mobil kamu nggak ada?" tanya Ana salah tingkah.

"Iya aku dianter sopir, sopirnya aku suruh pulang. Aku tau kamu nggak akan balik kos kamu kalau kamu liat mobil aku didepan kosmu. Iya kan?" tanyanya, mendekati Ana. "Kamu habis ada acara nikahan ya kata teman kos kamu? Pantes wajahnya capek banget." Victor mengelus rambut Ana.

Tangan Ana bergemetar.

"Kamu kenapa gemetaran? Kan aku nggak nyakitin kamu," katanya lagi, persis seperti psikopat-psikopat diluar sana. "Kecuali kamu nggak nurutin aku," bisik Victor.

"Kita kan udah putus," tambah Ana, memberanikan diri.

"Putus? Itu cuman keinginan kamu. Aku nggak mau. Sudah aku bilang, kamu cuman buat aku."

"An?" panggil Calvin, tiba-tiba turun dari mobil lalu berjalan mendekati Ana.

Begitu Victor melihat Calvin, wajah Victor langsung berubah.

"Dia siapa?" tanya Victor pada Ana.

Ana tidak menjawab sedangkan Calvin dan Victor saling bertatapan penuh tanda tanya.

"Aku tanya dia siapa?" bentak Victor, sambil menarik kerah baju Ana.

"Eh lo yang sopan sama cewek!" sahut Calvin, menarik tangan Victor dan mengempaskannya kebawah. Calvin membawa Ana berdiri dibelakangnya.

"HEY BRO! SHE IS MINE! ANA CEWEK GUE!"

"Gue nggak peduli dia cewek lo! Gue nggak suka lihat cowok kasar kaya lo!" balsas Calvin.

Ana menarik kemeja putih Calvin dari belakang. "Vin, ayo pergi."

"Mulai sekarang, sekali aja lo nyentuh Ana.. gue nggak akan biarin lo kaya saat ini!" ancam Calvin, membalikkan tubuhnya lalu menarik Ana memasuki mobilnya kembali.

Victor dengan wajah marah melihat kepergian Ana bersama Calvin. Saat mobil Calvin melaju, ia menendang bak kursi di teras kosan Ana sehingga menimbulkan bunyi kencang.

"Cowok kamu?" tanya Calvin, masih memasang wajah marah sambil menyetir mobilnya tanpa arah tujuan.

"Iya," jawab Ana masih dengan tangan gemetar.

Tiba-tiba Calvin menggenggam tangan Ana. "Nggak usah takut, ada aku."

Ana menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan berat.

"Ngapain kamu pacaran sama cowok kaya gitu? Gara-gara kasihan lagi?"

"Iya," jawab cewek berkuncir kuda tersebut sambil memperhatikan jalanan disampingnya.

"Terus nggak kamu putusin?"

"Udah, tapi dia nggak mau."

"Dia pernah apain kamu?" tanya Calvin begitu hangat.

"Nggak kok."

"Jangan bohong. Walau aku cuman pacaran sama kamu tiga bulan, aku udah kenal kamu lama."

Ana mengalihkan matanya pada Calvin. "Aku nggak mau cerita."

Calvin mendengus kesal. "Its Okay. Whatever."

"..."

"Kamu berubah, Na. Ana yang dulu ceria, cerewet, pemberani. Sekrang udah bukan Ana yang dulu."

"Setiap orang bisa berubah."

"Ya tapi perubahan kamu nggak positif."

Ana mulai terisak.

"Cmon Ana, kamu harus bisa ngelawan orang yang nyakitin kamu."

"Hiks... tapi dia bisa lakuin apa aja setiap aku ngelawan dia. Aku takut, Vin."

Air mata Ana menitik. Ana menundukkan kepalanya. Calvin meminggirkan mobilnya di tepi jalan yang tidak terlalu ramai karena bukan pusat kota. Calvin membelai rambut Ana lalu memeluknya.

"Kamu jangan salah paham, aku cuman mau buat kamu tenang. Jangan nangis please atau aku kasih cowok kamu pelajaran?"

Ana menggelengkan kepalanya.

"Ana kamu tau sendiri kan dulu waktu kuliah aku pemegang sabuk hitam Taekwondo? Kalau kamu nangis terus nanti cowok kamu aku hajar sampai babak belur. Sampai kapok. Kamu mau?"

Ana menggelengkan kepalanya lagi.

Calvin tersenyum sambil melepaskan pelukannya. Ia menghapus air mata Ana.

"Ke BNS yuk?" ajak Calvin.

Ana mengangguk.

BNS atau Batu Night Spectaculer sebuah wahana di kota Batu yang buka mulai sore hingga malam hari. Wisata ini memang sedikit berbeda dengan wisata-wisata lain karena disini terkenal dengan lampu-lampu romantisnya saat malam hari. Walau tidak terlalu besar dibanding tempat wisata lain, BNS selalu ramai setiap harinya karena harga tiket masuk yang sangat terjangkau.

Memasuki rumah hantu, rumah kaca, bioskop 4D, menaiki Go Kart dan yang terakhir menaiki permainan Megamix. Sebuah permainan berbentuk bulat yang dimana para wisatawan tubuhnya diputar keatas, ke samping dan kebawah.. membuat siapapun mual termasuk Ana dan Calvin.

"Dasar lemah, gitu aja mual!" ejek Ana.

Calvin tertawa. "Hahahaha.. kamu juga, diatas teriak-teriak. Kalau suara kamu merdu nggak papa."

"Yee.. suara aku serak-serak seksi. Makanya kamu kepincut sama aku," ejeknya lagi. "Ya kan? Dulu kamu tergila-gila sama aku kan?" godanya tertawa sambil berjalan memutari tempat wisata.

Calvin tertawa malu. "Iya.. tergila-gila banget!! Aku ingat kamu ospek disuruh maju ke panggung, banyak banget yang nyorakin kamu. Hahaha..."

"Iya.. aku nggak heran kenapa banyak yang suka aku, kan aku cakep," jelas Ana, sifat narsisnya keluar.

"Iya nggak heran juga mantan kamu banyak," ejek Calvin.

"Termasuk kamu? Hahahaha..."

"Ye tengil!" Calvin menjitak Ana. "Eh katamu kamu habis wisuda S2? Terus mau kerja dimana?"

Ana mengangkat bahunya. "Kemana ya? Dulu sih pengennya dosen, sekarang udah nggak minat. Aku pengen jadi PR sih."

"Public Relation?" tanya Calvin.

"Hu um..."

Langkah Calvin berhenti. "Kerja di kantorku gimana?"

"Kantormu? Emang kamu punya kantor?"

"Kamu kan tau sendiri ortuku punya usaha permusikan di Jakarta, gimana sih," kesal Calvin pada mantannya tersebut. "Keluargaku kan punya industri musik di Jakarta, CHM Entertaiment. Nah baru aja buka cabang di Surabaya buat cabang kedua, nanti di Surabaya mau dibuat training para traine. Lagi butuh PR juga sih, kalau mau."

"Emang gajinya berapa?" tanya Ana begitu blak-blakan sampai membuat Calvin terdiam sejenak.

"Ya yang jelas banyak lah. Cukup lah buat sewa apartemen tiap bulan. Mau?"

"Emang aku pasti keterima?"

"Yaiyalah Na, kan aku yang punya tinggal masukin aja."

Ana tersenyum lebar. "Nanti kalau kita CLBK gimana gara-gara kamu sekantor sama aku."

"Yaudah nanti aku pacarin lagi."

"Ye!!!" Ana mencubit lengan Calvin.

"Kalau saran aku sih, kamu coba aja masuk di kantorku sambil cari kerjaan lain daripada kamu nganggur. Kerjanya nyantai kok, jadi bisa kamu buat sambilan juga."

"Makasih ya Vin..," senyumnya.

Calvin terbawa perasaan atas senyuman mantan itu.

To Be Continue...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status