Part 11"Bi ...""Hmmm.""Baksonya masih ada.""Lho, Mbak belum makan? Kenapa gak dibuang aja?""Sayang kan udah kamu beli.""Terus kenapa belum dimakan?"Safira menggeleng. "Aku nungguin kamu pulang, kita makan sama-sama ya. Biar kuhangatkan dulu."Mendengar ucapannya seketika hati Abiyya menghangat. Sejenak, Abi merasa tertegun dengan sikap istrinya itu. Apalagi Safira menawarkan senyuman yang begitu manis, membuat jantungnya makin berdegup tak menentu. Abi mengangguk berusaha menetralkan gejolak hatinya yang tengah berbunga-bunga. Apakah ini artinya sang istri sudah mulai menerimanya?"Mbak, terima kasih," sahutnya sambil senyum. Matanya menatap sosok istri itu dengan lekat."Jangan panggil mbak dong, kesannya aku tua banget!" seloroh Safira. Ya, memang sih umurnya lebih tua dari sang suami.Abi hanya mengusap tengkuknya sambil nyengir. "Oke, sa-yang ..."Safira mengulum senyum. "Boleh aku memanggil sayang?"Safira terdiam sejenak lalu mengangguk malu-malu. Pipinya seketika meron
Part 12"Safira, tunggu!" panggil seseorang. Safira menoleh, melihat sosok lelaki itu berlari menyongsongnya.Ia hendak masuk, tapi tangannya segera ditarik."Fir, izinkan aku bicara sebentar denganmu," tukas lelaki itu penuh penekanan."Lepasin, Mas! Tak ada yang perlu dibicarakan lagi!" Tanpa sadar, suara Safira terdengar keras memenuhi ruangan, membuat beberapa orang staff yang lain memperhatikan mereka."Ssstt ... Lebih baik kalian selesaikan di luar kantor. Jangan buat keributan di sini," tegur salah seorang staff yang tak suka dengan keributan. Ia menegurnya karena ruangan jadi gaduh.Hal itu dimanfaatkan Safira untuk berlalu meninggalkan Adit dan menuju meja kerjanya.Ia mendengus, hari pertamanya bekerja lagi kenapa justru diganggu oleh sang mantan, membuat harinya begitu kesal dan badmood."Fir, lu sama Adit putus? Bukannya kemarin mau nikah ya?" tanya Dina yang duduk bersebelahan dengan Safira, hanya ada sekat di mejanya saja. Dina benar-benar penasaran, pasalnya, Adit dan S
Part 13"Ma-s, to-long lepasin aku!"Adit justru tersenyum melihat Safira. Sudut bibirnya tertarik ke atas dengan bentuk yang tidak simetris, seolah tengah mengejeknya.Butiran kaca di kedua mata Safira tampak mengembun tebal. Hampir saja bulir bening itu jatuh. Ia tak pernah menyangka kalau mantannya itu justru akan membuatnya merasa terhina seperti ini."Safira, tatap mataku!" pekik Adit. Safira bergeming, pikirannya terus berkecamuk, bagaimana caranya agar dia terlepas dari lelaki brengsek yang ada di hadapannya ini."Safira, aku takkan melakukan ini kalau kau menghargai perasaanku! Tapi dengan sengaja kau bermesraan dengan adikku. Aku tak bisa terima itu! Tidak bisa! Kau hanya milikku, Safira. Sampai kapanpun hanya milikku!" Aditya menjapit dagu Safira. Dilihatnya manik mata coklat itu tampak begitu ketakutan. "Mas, tolong lepaskan aku, Mas!" Safira memohon dengan pandangan berkaca-kaca."Tidak akan setelah aku puas denganmu. Kau yang membuatku jadi gila seperti ini!""Toloooongg
Part 14"Abi?"Safira beranjak dan membuka pintu. Dilihatnya sang suami tengah berdiri lalu tersenyum ke arahnya."Yang, kenapa kamu menangis?" tanya Abiyya saat melihat wajah istrinya sembab.Safira langsung memeluk tubuh Abiyya dengan erat, menumpahkan kesedihannya di sana. Pemuda itupun mendekapnya, membelai rambut Safira dengan lembut seraya mengecup puncak kepalanya berkali-kali. Ia membiarkan Safira menumpahkan kesedihannya, walau hatinya diselimuti oleh pertanyaan. Jantung Abiyya berdebar-debar dengan kencang seperti gendang bertalu. Ia tak menyangka, sang istri akan memeluknya tiba-tiba seperti ini."Yang, duduk dulu yuk. Lalu ceritakan padaku apa yang terjadi."Safira mengangguk pelan. Pipinya sudah basah oleh air mata. "Yang, ada apa?" tanya Abiyya. Mereka berdua duduk berdampingan."Bi, tadi Mas Adit hampir melecehkanku di kantor."Bagaikan disambar petir saat mendengar pengakuan istrinya.'Melecehkan Safira? Benarkah Mas Adit sebejat itu?'Untuk beberapa jeda, emosinya mu
Part 15Seperti ditampar oleh sandal, Abiyya terbungkam mendengar keputusan ayah mertuanya. Ia hanya mampu menunduk dengan pandangan berkaca-kaca."Tapi, Yah--""Ini demi kebaikan kalian. Ayah juga ingin lihat kesungguhanmu menjadi seorang suami yang baik dan bertanggung jawab. Semoga kamu mengerti dengan keputusan ayah," lanjut ayah mertuanya lagi.Abiyya terpaksa mengangguk. Gara-gara ulah sang kakak, dia yang kena getahnya. Pemuda itu mengambil nafas dalam-dalam, mulai sekarang dia harus bekerja keras dan membuktikan pada mertuanya itu bahwa ia mampu menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab untuk istrinya.Abiyya juga yakin, suatu saat, dia pasti bisa membahagiakan Safira."Ayah akan memberimu waktu tiga bulan, minimal kamu dapat pekerjaan yang tetap, setelah itu kamu boleh membawa Safira pergi bersamamu. Tapi harus diingat, jangan serumah lagi dengan Adit.""Baik, Yah. Aku akan berusaha dengan keras.""Bagus. Sekarang, kamu pulang dulu. Biarkan Safira tinggal dengan tenang di
Part 16"Pekerjaan apa?""Nyanyi di cafe? Mau kagak lu? Ini kesempatan emas lho!"Eggy menyerahkan ponselnya pada sang sahabat. Abiyya membaca semua chat dari Nabila. Ia berpikir sejenak. "Gak usah kebanyakan mikir lu! Bukannya lu lagi membutuhkan uang? Terima saja dulu buat batu sandungan lu sementara waktu!" tukas Eggy. Dia mengambil guitar dari pangkuan Abiyya."Ayo kita berangkat sekarang! Gue bakalan anterin lu! Siapa tau menyanyi adalah jalan lu menjadi sukses!" lanjut Eggy lagi dengan nada berapi-api."Tapi Gy, kalau bokap gue tahu dia pasti gak bakalan ngizinin.""Gak usah pikirin bokap lu yang kuno itu. Yang penting kan lu bisa nghasilin duit, halal, dan yang terpenting bisa nafkahin istri lu. Lu harus buktikan pada orang tua lu dan juga mertua lu, kalau lu itu layak! Lu itu laki-laki yang bertanggung jawab! Bukan bocil yang bergantung pada ortu lagi!"Abiyya menghela nafas dalam-dalam. "Baiklah, aku akan mencobanya."Jawaban Abiyya membuat Eggy tersenyum."Nah, gitu dong! G
Part 17Aditya turun dari motornya, lalu menyugar rambut sembari berkaca di spion. Lelaki itu bersiul-siul riang. Berharap hari ini akan bertemu dengan pujaan hati. Melewati ruangan Safira, pandangannya seolah mencari ke seluruh penjuru ruangan tapi tak nampak. Tak lama Santi, rekan kerja Safira melintas."Santi, tunggu!" cegah Aditya."Ya?""Safira gak berangkat kerja?""Gak tau deh, jam segini dia belum sampai. Biasanya kan sudah ya.""Kamu gak tahu dia dimana sekarang?!""Enggak. Bukannya lu yang harusnya lebih tau tentang Safira ya? Lu kan kakak iparnya?!" pungkas Santi, ia pun segera berlalu begitu saja meninggalkan Aditya yang masih terbengong sendiri.'Dia tau kalau gue kakak iparnya?' batin Aditya. Tangan Adit mengepal, ia tak terima. Karena dulu ia dan Safira terkenal sebagai pasangan yang serasi. Tapi ternyata ia hanya berakhir sebagai kakak iparnya saja. Safira menikah dengan adiknya."Gagal deh! Padahal aku ingin mengajaknya kencan bersama lagi! Aaarrrggh! Awas saja kau S
Part 18Malam itu Abiyya sudah berada di Cafe bersama sahabatnya. Untuk beberapa saat, ia mulai latihan dulu. Tak lupa membawa gitar kesayangannya, untuk mengurangi rasa grogi yang mendera."Abi, udah siap?" tanya Nabila dengan senyuman manisnya."Siap, Mbak. Bismillah ..." sahut Abiyya dengan mantap. Untuk sejenak ia memejamkan matanya."Oke semangat ya!"Pemuda itu mengangguk. Terbayang wajah Safira sebagai penyemangat untuk ia bekerja pertama kalinya di cafe ini.'Ini semua untukmu, hidupku untukmu, sayang dan cintaku pun untukmu. Semoga kita bisa bertahan dalam ujian cinta ini. Aku akan berjuang demi kamu.'Di panggung itu, Abiyya mulai tampil membawakan beberapa lagu. Ia memang sengaja membawa gitarnya sendiri agar terlihat profesional meski dengan versi akustik.Saat ini beginilah pekerjaannya, menghibur para pengunjung cafe. Mendengar suara merdu Abiyya, beberapa orang langsung memperhatikannya dan memberikan tepuk tangan saat lagu itu selesai.Pukul setengah sebelas malam, pe