“Halo,” sapanya ketika sudah berdiri di depan Shirley. Pekerjaan jemur menjemur telah diselesaikan Shirley.
“Hi,” Shirley membalas. Suaranya bergetak. Kaku.
Keduanya mendekat selangkah dua langkah sehingga kini bisa saling melihat dari jarak sangat dekat dan mengagumi kelebihan fisik masing-masing. Wajah, mata, rambut, hidung, mulut. Namun ketika pemuda itu melihati daster di bagian dadanya yang kuyup, Shirley tersadar dan buru-buru menahan dengan kedua lengan.
“Kalo ditutupin gitu, berarti tante curang,” cetusnya makin nakal dan berani. “Tante aja ngeliatin dada gue malah gue biarin.”
Itu pemikiran nakal tapi memang masuk akal, pikir Shirley. Sebuah gerakan skak-mat dalam catur yang membuatnya terkunci. Tak bisa melakukan hal lain kecuali menerima saja apa yang diminta. Dengan ragu dan sedikit gemetar ia melapas sendiri kedua tangan yang mendekap dada. Pemuda itu kini bisa melihat betapa sepas
Berpikir soal kehamilan membuat ia kembali terpikir pada suaminya. Zakaria Santoso adalah pria yang mana ia bersumpah akan ia temani seumur hidupnya. Pria terakhir dalam hidupnya. Pria terbaik. Pria pilihan untuk mereka berdua jalani demi hari-hari pernikahan yang langgeng. Tapi kini situasi berbeda telah terjadi. Biduk pernikahan mereka koyak, mulai terisi air yang segera menenggelamkan. Dan dirinyalah penyebab kebocoran. Penyesalan mendalam datang tiba-tiba. Menyergap nalar, menghabisi sikap puritan yang bertahun ia agungkan. Ini membuat dirinya terasa bodoh, kotor,mudah diperdaya, dan tak pantas disebut isteri.Shirley bersumpah itu adalah pengalaman pertama dan sekaligus terakhirnya bersama pria lain walau orang itu adalah mahasiswa setampan Katon. Enough is enough. Pengkhianatan pada suaminya cukuplah sampai di situ.“Maafkan aku Pa,” desisnya. Pandangannya berkaca-kaca dan mulai menganaksungai ketika ia merebahkan diri. Rasa bersal
Percakapan menarik dipicu ketika di sebuah persimpangan mobil menikung sangat tajam yang membuat kantong kresek berisi viagra, dan obat herbal yang kemarin dibeli dari Fadhil terjatuh dari dashboard ke sepatu Guntur. Orang itu spontan mengambil dan bermaksud mengembalikan ke tempat semula. Tapi plastik yang tersobek membuat benda-benda tadi terihat olehnya. Syukurlah bahwa dildo tak lagi di sana karena sempat ia gunakan tadi saat bercinta dengan isterinya walau kemudian berakhir dengan kegagalan.Zakaria merasa malu atas kejadian itu, sebaliknya Guntur tersenyum.“Wah, pake obat kuat juga pak?”“Begitulah.”Diam. Tak ada percakapan lagi. Tapi Zakaria kemudian merasa perlu untuk sedikit curhat.“Abisnya, dengan pake begitu aja belum tentu tuntas juga.”“Oh, bapak udah coba?”“Tadi pagi. Hasilnya yah gitu-gitu aja.”Guntur membua
“Gue pernah baca tulisan Dr. Sigler Hirsch, sex-therapist pencipta trik stimulan otak. Otak manusia bekerja dengan cara diluar ekspektasi. Ia suka menghasilkan apa yang tadinya kita pikir tidak mungkin. Padahal kita memiliki kapasitas melebihi apa yang kita bayangkan. Kita sering membatasi cara kerjanya padahal sebetulnya dia mencari jalan sendiri. Kita berpikir, dalam satu kasus, otak bisa menghasilkan A padahal dia bisa menghasilkan A dan B atau bisa juga C. Ini juga berlaku dalam hubungan suami-isteri. Kita suka berpikir kepuasan sex itu terjadi jika kita melakukan A atau B. Padahal itu bisa dikreasikan sehingga kepuasan itu variatif. Ada yang A, B, atau A1, B1. Intinya kita terlalu membatasi diri dengan alasan norma, etika ketimuran, nggak enak pada pasangan. Padahal, kita saja yang tidak terbuka terhadap kemungkinan yang ada.”Guntur berhenti sesaat, lalu melanjutkan. “Memang sempat cemburu, tapi itu sesaat. Kenapa harus meributkan soal je
“Jangan macem-macem, Bram! Nggak bener apa yang kita bikin. Ini udah keterlaluan. Keterlaluan! Gue nggak mau. Nggak mau! Pokoknya gue nggak mauuuuu!!!”Penolakan Shirley begitu keras. Lantang.Tapi situasi kembali berbalik.Shirley boleh saja galak. Boleh saja menentang keras. Boleh saja menceramahi soal etika. Tapi tak sampai setengah jam kemudian, situasi memang sangat pantas disebut berbalik kembali. Alkohol tampil sebagai pemenang mengalahkan logika. Shirley yang menolak dan galak sudah tak ada lagi.Kali ini hanya ada sosok Shirley yang dengan lincah asyik meremasi buah dadanya sendiri. Memilin kedua putingnya di tengah gelora birahi yang melonjak sebagai dampak pengaruh alkohol. Dalam posisi woman on top ia dengan liar menduduki mulut Bram.Sebuah lagu yang hanya diplayback melantun tanpa seorangpun menyanyi. Tak ada yang menyaksikan layar LCD yang menampilkan syair lagu heavy metal. Tiga rekan Bram sudah hilang seja
Mendadak ia teringat pada pemuda yang tadi katanya mau mengantar paket kiriman. Saat itu Zakaria percaya saja semua omongannya. Alangkah naif. Saat orang itu tidak menunjukkan mana paket yang katanya salah antar itu, kenapa ia bisa percaya begitu saja dan membiarkannya pergi? Zakaria merutuk kepolosannya yang parah.Bulu kuduknya seketika merinding menyadari bahwa isterinya kemungkinan memiliki pria lain di belakangnya. Seberapa besar kemungkinan itu, ia belum tahu. Pemikiran itu hanya sesaat saja timbul. Semua pertanyaan dan tandatanya akhirnya diputuskan untuk dikubur saja dahulu. Ia akan tanyakan itu ke isteri tersayangnya pada kesempatan dan tempat yang tepat.Mudah-mudahan itu semua hanya salah paham, begitu pikirnya.Zakaria yang malang. Zakaria Santoso yang naif.Seandainya saja ia tahu bahwa isterinya memang sudah sangat jauh melangkah. Merobek dinding biduk rumah tangga mereka dengan tangannya sendiri. Menyerahkan diri
Shirley menyadari hal itu dan menyambut dengan semangat. Selama ini ia selalu menyemangati Zakaria dalam urusan ranjang. Kadang berhasil, namun lebih banyak gagal. Tapi malam ini ia melihat kemungkinan berhasil sepertinya cukup besar. Syaratnya, satu saja: tidak boleh terlalu lama foreplay.“Mas mau ML, sayang?” desah Shirley saat Zakaria mulai meraba bagian-bagian tubuhnya yang berlekuk dan tanpa lemak. Ia sudah disetubuhi Bram dengan liar. Ia capek. Kemaluannya pun masih menyisakan rasa perih. Tapi ia masih mau kembali bersetubuh kalau yang meminta adalah orang yang sangat ia hormati dan sayangi.“Iya, Ma.”Shirley jadi bersemangat. Ia langsung bertekad untuk malam itu membahagiakan Zakaria.*Besoknya. Di keremangan subuh, satu sosok nampak beringsut diam-diam. Bergerak meniti sebuah dahan pohon mangga yang berada di bagian belakang sebuah rumah, menuruni batang pohon sebelum kemu
Segera saja ingatan mengenai perselingkuhan dengannya menguasai benak. Shirley malu. Sangat malu mengingat perselingkuhannya. Begitu ia memutuskan tak jadi masuk malah terdengar suara Bram memanggil.“Masuk aja.”Ada keraguan sesaat sampai Bram memanggilnya lagi. Ketika ia masih saja diam, pria itu bangkit dari duduk, menghampiri, dan dengan lembut memegang tangan Shirley dan membawanya ke bangku di depan sebuah meja. Berdua kini bebas melanjut obrolan.“Makanlah.”Shirley menurut. Ia mulai makan sesuap dengan kaku.“Kamu makin cantik.”Shirley menggeleng. “Kita melakukan kesalahan.”Wanita itu pasti merujuk peristiwa di karaoke, pikir Bram. Ia menyesal karena perselingkuhannya. Tapi Bram ingat dengan siapa ia bicara. Shirley adalah wanita pendamba cinta yang karena alasan tertentu tak puas dengan cinta yang ada yaitu yang seharusnya disediakan suaminya. Bagi
Kegagalan bercinta di pagi itu mengundang tandatanya besar dalam diri Zakaria. Apa yang salah? Obat, jamu, alat bantu, dia sudah terapkan. Tapi semua berakhir dengan kegagalan penetrasi.Dengan segera, ingatan tentang konsultasi seks yang terjadi beberapa hari lalu muncul lagi di benaknya. Bagai recorder, ucapan-ucapan Guntur muncul kembali. Terngiang kuat dalam pikirannya. Sepertinya ia harus melakukan pendekatan baru seperti yang Guntur sarankan. Rumah tangganya adalah mahligai tertinggi dan ia tidak mau itu hancur di tengah jalan. Lalu, jika cara-cara lama tak bisa lagi efektif maka memang harus ada cara baru yang revolusioner yang harus dikerjakan.Zakaria malu. Tapi ia harus jujur mengakui bahwa keberhasilan penetrasinya – kalau percintaan beberapa menit itu layak disebut keberhasilan – terjadi karena proses yang terjadi di otaknya bahwa isterinya telah berselingkuh. Dan ini membuktikan kebenaran teori Guntur.S