Share

RUKO IMPIAN

Mama tertegun dengan ucapanku, tetapi dia memilih mendekati Meri bukan mengambil pakaian kotor yang ada di tanganku.

"Tadi katanya sudah nyuci?" tanya Mama pada Meri.

Meri hanya diam tidak menjawab pertanyaan Mama.

"Berikan pada Meri, Mar. Biar dia yang nyuci sendiri!" 

Yes, aku berhasil. 

"Siap, Ma." 

Aku berbalik menuju Meri yang menahan amarah memberikan pakaiannya lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Sebelum aku menutup pintu kamar ku lirik Meri yang berjalan sambil menghentakan kaki.

Aku tidak peduli!

Hari ini aku akan mengunjungi usahaku setelah beberapa hari tidak berangkat dan memilih menyuruh orang lain untuk mengurus lapak sayur yang aku rintis dari nol.

Aku tidak mau para pelangan pergi karena saking lamanya aku tidak mengirim barang ke mereka. 

Meski jarak yang harus aku tempuh sekitaran satu jam perjalanan belum lagi baliknya, tetapi hari ini aku ingin memberi tangung jawab kepada dua orang yang membantu aku selama ini.

[Mas, aku berangkat sekarang ya 😊 ]

Segera aku kirim pesan lewat aplikasi berlogo gangang telepon berwarna hijau kepada Mas Anjar. Segera aku bergegas keluar kamar untuk berpamitan kepada mama.

"Ma, aku mau pergi sebentar, tadi sudah pamit sama mas Anjar." 

Aku menghampiri mama yang sedang mengaduk minuman entah apa. 

"Hati-hati, ya," pesannya sembari mengulurkan tangan untuk aku cium. 

Pikiranku terlalu jauh tentang mertuaku, ternyata dia tidak se-julid yang aku kira.

Aku menghampiri kulkas untuk mengambil snack yang kemarin aku beli untuk bekal, tetapi ternyata sudah lenyap tanpa sisa. 

"Ma?" 

"Tadi Meri yang buka kulkas," kata mama seolah paham dengan gerakku.

Aku berjalan menuju kamar Meri, membuka pintu yang ternyata tidak di kunci. 

Aku segera mengambil beberapa snack yang tersisa. 

"Mbak ini apa-apaan!" bentaknya. 

"Emang kamu yang beli seenaknya makan tanpa bilang dulu!" 

"Halah timbang makanan kek gitu doang marah, emang dasar ud ik!" 

"Yaa sudah beli dengan uang kamu sendiri, jangan asal nyomot!" 

Segera aku keluar kamar Meri, bisa-bisa aku terlambat bertemu dengan juragan cabe. 

+++

Suasana pasar cukup ramai, setelah membayar Grab Car aku segera meluncur ke lapak milikku, rencananya kedatanganku kali ini aku akan membeli ruko tepat di belakang lapak yang aku dirikan, usaha memang tidak menghianati hasil. 

"Eh, Mbak Yuni. Sayur sebagian belum datang, Mbak," sambutnya ramah. 

Mbak Wati menemaniku sejak dua tahun terakhir, dia orang yang paling cekatan dalam melayani pembeli dan membersihkan sayur yang perlu di bersihkan.

"Iya, Mbak. Aku mau ke Pak Man dulu." 

Aku berjalan di samping ruko menyisir jalan setapak yang merupakan jalan pintas menuju rumah Pak Man pemilik ruko, setelah memberi arahan kepada mbak Wati untuk memenuhi permintaan para pelanggan dengan baik. 

Mau bilang pake peribahasa tapi lupa intinya kebetulan Pak Man sedang berada di teras rumahnya. Setelah basa-basi menyapa aku utarakan keinginanku untuk membeli ruko yang beberapa bulan yang lalu beliau tawarkan. 

Pak Man memanggil sang istri untuk membawakan berkas-berkas yang sudah di siapkan agar jual beli ini segera terlaksana. 

Toh, sebelumnya kami sempat membahasnya di telepon, bahwa transaksi kali ini, aku hanya ingin bertemu sekali dan langsung selesai. Menghemat waktu tentunya. 

Setelah menyebutkan nominal dan nomer rekening beliau memintaku untuk segera mengirimnya. Sembari menunggu para saksi yang di hadirkan oleh Pak Man, seperti Rt dan para saksi yang lainya aku mengambil foto sertifikat, ku edit dan di tambahkan screenshot nominal transfer lalu aku buat story wa, tetapi sebelumya aku setting hanya Meri iparku yang melihatnya. 

*Alhamdullilah, meski tak berijasah Allah mempermudah langkah* 

Tulis statusku akhirnya. 

Semenit dua menit tidak ada respon, lalu aku letakan hape dalam tas agar transaksi ini cepat selesai dan bisa segera bertemu dengan juragan cabe yang sudah menunggu.

Klik.

Bunyi pesan masuk dalam hape, aku pikir juragan cabe yang mengirimi pesan ternyata ipar yang membalas story wa yang aku buat beberapa menit yang lalu.

[Halah, nyomot di g****e aja bel gu! 🤣🤣🤣🤣]

Dia pikir aku seperti kelakuannya, orangnya di rumah setatusnya dimana-mana. Haha

[Iri bilang, Bos😎😎] 

Tidak ada jawaban darinya hanya centang dua biru yang terlihat. 

Transaksi berjalan dengan lancar, meski harus menunggu saksi yang lumayan lama, akhirnya sertifikat ruko sudah aku kantongi.

+++

Jam yang melingkar di pergelangan menunjukan angka enam sore setelah aku sampai di rumah mertua indah, katanya. 

"Assalamualaikum, Mas." 

Aku berjalan menghampiri Mas Anjar yang sudah menunggu kepulanganku.

"Waalaikumsalam, masuk yuk, Yank. Aku udah masak buat kamu," ajaknya. 

Aku menurut, mengikuti langkah lebarnya menuju meja makan, makanan favoritku sudah terhidang. Sambal beserta lalapan dan juga lele goreng. Alamak duniaku indah sekali rasanya, pulang dalam kelelahan di sambut makanan yang mengiurkan. 

Akan tetapi, aku belum paham betul dengan perangai suamiku ini, tentu aku harus waspada dong. Aku nggak mau kalau sampai dia tahu bahwa baru saja aku membeli ruko dengan tabunganku. 

Merasakan kepelitannya selama ini, membuatku yakin bahwa ada bakwan di balik udang. 

"Wah, dalam rangka apa ini, Mas?" tanyaku memulai pembicaraan. 

"Dalam rangka menyambut toko kamu yang baru," jawab Meri yang tiba-tiba sudah duduk saja di sampingku. 

"Toko apa? Jangan bercanda deh!" Sial, Meri sudah mengatakan semuanya pada Mas Anjar. 

Beruntungnya aku, Meri tidak membalas story wa, tetapi langsung chat. Jadi story yang aku buat segera aku hapus agar Mas Anjar tidak curiga.

"Tadi Mbak Mar sendiri yang buat status, ini lihat." Meri mencari-cari status yang aku buat, tetapi nihil karena sudah aku hapus. 

Jangan-jangan Meri dan Mas Anjar sama saja. 

Oke aku akan lebih hati-hati. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status