Share

MARYUNI (Dari Kampung Dikira Miskin)
MARYUNI (Dari Kampung Dikira Miskin)
Penulis: Marni Nayotamma

Pindah ke kota

Aku berlari sekuat tenaga, saat seekor an jing mengejarku secara tiba-tiba. Bagaimana aku tidak takut dengan hewan satu ini? Hewan yang akan menyalak apa bila ada orang baru yang dia lihat. Dikiranya aku orang jahat mungkin. 

"Bagaimana, Mar? Apa kamu bisa masak?" tanya Bu Sela--mertuaku.

Aku yang baru saja masuk membawa barang belanjaan dan berpeluh-peluh karena di kejar hewan si alan itu tidak menjawab, sebab masih sibuk mengatur napas. 

"Kamu di tanya malah kayak orang habis kena asma!" sentaknya membuatku sedikit kaget dengan suaranya. 

"Maaf, Ma. Yuni habis di kejar an jing." Aku membela diri.

"Ya, sudah habis ini kamu masak, sesuai yang aku tulis di kertas yang tertempel di kulkas," perintahnya. 

Siap, Maryuni bisa masak apa saja, asal ada bahan-bahan yang tersedia.

Mama mertua berlalu meninggalkan aku yang masih selonjoran di lantai dapur karena kelelahan. 

Aku masih belum paham dengan karakter mama, apa dia baik atau julid seperti mertua tetangga di kampung dulu, entahlah. 

Sebelum banyak protes yang di lakukan oleh mertua, aku bergegas menyiapkan bahan-bahan, sesuai dengan masakan yang mama perintahkan.

Aku tidak mau di cap menantu manja, meski kenyataanya aku berharap di manjakan.

Pukul sebelas lebih seperempat waktu yang di tunjukan oleh benda bulat yang tergantung di dinding ruang makan. Semua makanan sudah tersaji dan siap untuk di santap.

Mas Anjar-suamiku jam segini pasti belum pulang kerja, jadi aku memutuskan untuk memanggil mama mertua dulu. 

"Ma, masakan sudah siap, mau di ambilkan apa mau makan di meja saja?" 

Tidak ada jawaban, tetapi pintu terbuka dan wajah mama menyembul dari balik pintu. 

Tanpa ba bi bu mama langsung menuju meja makan, mengambil piring, menyentong nasi lalu beberapa lauk sudah berada di atas nasi yang masih mengepul. 

Untung saja aku sudah menyisihkan lauk untuk suamiku.

"Panggil Meri," perintahnya, bo dohnya aku hanya menurut saja seperti kambing yang di cucuk hidungnya.

Meri iparku yang katanya lulusan sarjana, tetapi lebih memilih menganggur di rumah dengan alasan nggak mau kerja sembarangan. 

Mereka melahap semua masakan yang terhidang, tanpa mengajaku dan menyisahkan untuk makan siangku.

Tidak apa toh mungkin mereka sangat lapar. Kedatanganku saja di sambut dengan kosongnya kulkas, habisnya gas, tiadanya beras apa lagi uborampe perbumbuan. Tidak  ada sama sekali!

Yaa Allah, apa selama ini mereka tidak makan? Entah lah.

+++

Seminggu sudah aku berada di rumah mertua, keinginanku untuk pindah sudah aku utarakan dengan Mas Anjar, entah setuju atau tidak belum juga ada jawaban. 

Menghadapi kelakuan dua perempuan beda usia tersebut membuatku ingin manjat pohon kelapa, Ahhh... 

"Mbak Mar, sekalian cuciin baju aku, ya," perintah Meri yang datang secara tiba-tiba di kamarku.

Mau di bilang bocah sudah besar, tapi kelakuannya kayak nggak punya sopan santun. 

"Aku lagi sibuk, cuci saja sendiri. Toh tinggal masukin mesin cuci," tolakku halus. Sebenarnya aku malas mengerjakan semua perintah mereka. 

"Sibuk apa? Dari kampung aja bela gu!" sungutnya.

Wow ternyata bukan hanya cerita dalam drama Kbm saja ipar seperti ini. Oke, Maryuni beraksi.

"Lha emang kamu yang di kota sibuk apa?" tanyaku sembari meletakan hape di atas nakas. 

"Maksud kamu mau ngatain aku pengangguran? Hah!" bentak Meri tidak terima. 

Wah dia terpancing dengan ucapanku.

"Oh tentu tidak, aku hanya bertanya iparku yang manis," jelasku sambil mendekat lalu mengambil baju kotor yang ada di tangannya.

"Nah, gitu kan cocok!" 

Maksudnya aku cocok jadi pembantu gitu? Tidak ini hanya permulaan saja. 

Aku berjalan keluar menuju kamar mama.

"Ma, Meri meminta Mama untuk mencucikan bajunya dia sibuk katanya," kataku sambil melirik Meri yang mengekor di belakangku.

Rasain!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status