로그인Hanya ada 2 tim dari kampus Sera yang lolos hingga tahap Pekan Ilmiah Nasional.
Persiapan demi persiapan kerap dimaksimalkan untuk ambisi menyabet medali emas, terlebih oleh Andra si perfeksionis. Setelah hampir sebulan berkutat secara mandiri, akhirnya kampus memfasilitasi langsung persiapan mereka. Masing-masing tim digembleng agar tampil prima membawakan presentasi dan poster ilmiah. Pelatihan kedua tim itu cukup intensif dilakukan, mengingat jadwal presentasi yang tak lama lagi. Mereka dilatih langsung oleh dosen-dosen yang mumpuni di bidangnya, termasuk beberapa profesor yang juga turut sebagai juri pada lomba tingkat nasional itu. Disanalah, Sera bertemu seseorang yang tanpa permisi menarik atensinya. Ketua tim sebelah. Gana Abimanyu namanya. Entahlah, Sera tak bisa mendeskripsikannya. Dia cuma ingin mengikuti ritme yang ada, belum berani menunjukkan ketertarikannya. Tapi semua itu tak akan bertahan lama, Sera bukan tipe gadis yang bisa menyembunyikan sesuatu, ekspresi wajahnya sering mendahului mulutnya. Satu hal yang paling menonjol dari seorang Gana. Wangi. Khas. Sehabis presentasi, Gana memberikan lembaran kertas kepada Sera. Lembaran itu berisi poin-poin revisi dari dosen mereka. Sera salah tingkah, padahal hanya kertas. Itu pun bukan dari Gana, pria itu hanya bertugas meneruskan karena jarak meja dosen dengannya cukup jauh. Sementara itu, wajah Gana tetap seperti biasa. Tanpa ekspresi. Pria menatap Sera datar. Menunggu gadis itu beranjak, karena kursi Gana terletak di bagian tengah. Tak mungkin dia keluar dari sisi satunya, karena pada dosen masih duduk di sana sambil berbincang. Hari ini, tim mereka pertama kali unjuk persiapan. Mereka presentasi di ruang conference 3, di lantai 4 gedung rektorat. Meja disusun membentuk huruf U, dan Gana kebagian kursi di area lekukan. Dia hanya bisa keluar dari kursi di sampingnya. Sera yang sejak tadi ditatap seperti itu jelas merasa canggung. Dia bergegas memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Tak apa sedikit berantakan, asal bisa segera beranjak keluar. "Wangi bener" gumam Ala, menghirup banyak-banyak udara saat Gana melintas dari depannya. Pria itu menyusul anggota timnya yang sudah lebih dulu ke luar ruangan. Di sisi lain, Andra sedang sibuk berbincang dengan dosen pembimbing mereka, Bu Ika. Sera tak berniat ikut bergabung, lebih baik dia segera keluar juga. Berlama-lama satu ruangan bersama para dosen dan profesor terasa begitu mencekam. "Kak Sera, Feli duluan ya" ucap Feli, pamit dengan tergesa. Dia ada jadwal praktikum yang akan dimulai beberapa menit lagi. Beruntung fakultasnya tak begitu jauh dari gedung ini. Sera mengangguk. "Awas tangga, jangan lari-lari" tegurnya, saat melihat Feli hampir berlari. Gadis yang diperingatkan itu hanya bisa nyengir konyol, seperti biasa. * Kantin menjadi tempat pertama yang Sera tuju begitu tiba di gedung fakultasnya. "Tante, mau ambil kembalian dong" ucapnya, mendekat ke arah meja kasir. Kemarin, Ala makan sore di sini, tepat sebelum kantin ditutup. Semua uang-uang receh sudah di bawa pulang oleh anak pemilik kantin. Uang lima puluh ribu Sera tidak ada kembalian, sehingga gadis itu berinisiatif untuk ambil kembalian esok harinya. "Nggak jajan, Ra?" tanya Ibu Kantin, mengambil lembaran uang kertas untuk Sera. "Nggak dulu tante, ada nasi kotak dari rektorat" jawab Sera sumringah. "Ciee, makan enak Ra" goda Erina, karyawan kantin yang bertugas memasak di dapur. Sera hanya tertawa mendengarnya, tidak menampik karena menu nasi kotaknya cukup elit bagi anak kos seperti dirinya. Gadis itu melangkah riang kembali ke lab di lantai dua. Dia sedang dalam mood yang bagus karena dikasih bonus mangga oleh Ibu Kantin. Tak lupa, Sera membalas ramah setiap sapaan adik-adik kelasnya dari gazebo. "Kak Sera, mau konsul data pengamatan" ucap salah seorang adik kelas yang menghampirinya, sedikit berlari karena takut kelewat. Sera menatap bungkusan plastik bening di tangannya. "Ah, mangga bisa nunggu dulu. Kalau kamu yang nunggu, nanti jadi backburner sejati" gurau Sera. Dia menuju salah satu gazebo yang dipenuhi adik-adik kelasnya. Adik-adik itu kompak tertawa. Entah karena lucu atau sekedar formalitas, Sera tak tahu. "Kak, kalau ada jamur hijau, artinya kontam kah?" tanya salah satu mahasiswa laki-laki berkacamata. Logatnya masih terdengar jelas, khas daerah Manggarai, Flores. "Betul, Lukas. Kamu cari jurnal pendukung ya, bahas kenapa bisa kontam" ucap Sera, tersenyum manis. "Aduuhh" ucap Lukas, menepok jidat. Dia menyesal kenapa tadi bertanya, harusnya diam saja agar tidak disuruh cari jurnal. "Huuuuu" sorak teman-teman Lukas, ikut menyalahkan Lukas. Sera semakin tersenyum lebar. Dia paham perasaan mereka, karena dulu juga merasa begitu. "Tidak apa-apa, banyak sekali jurnalnya. Ngga susah kok" ucap Sera, memberi semangat. Sera memperhatikan gambar-gambar hasil pengamatan dan memeriksa hasil perhitungan mereka. "Siapa yang hitung ini?" tanya Sera, sambil mengerutkan dari. Mendadak semua kicep, tak ada yang mengaku. "Siapa?" ulangnya lagi, meninggikan nada suaranya. Akhirnya Lukas mengangkat tangan, ragu-ragu. "Sudah bagus" ucap Sera, tersenyum puas karena berhasil mengerjai mereka. Riuh gemuruh suara menandakan mereka betul-betul merasa diprank. Saking bersemangatnya bersorak, beberapa pasang mata dari gazebo lain sontak menatap ke arah mereka. "Nanti ukuran gambarnya diperkecil, keterangannya juga dibuat lebih jelas. Ini panahnya nunjuk kemana, angkanya kemana" ucap Sera, menunjuk tabel berisi gambar. "Kirim ke WA dulu, saya tunggu malam ini. Batas jam 7" tambahnya. Wajah-wajah itu sumringah mendapati pekerjaan mereka tidak banyak perbaikan. Mereka merasa bangga karena sudah hampir sempurna membuat data pengamatan. Biasanya, dengan asisten lain mereka sering dimarahi dan disuruh ubah ini itu, termasuk hal-hal kecil seperti letak garis pemisah antar kolom. Dengan Sera, mereka selalu bersemangat untuk bertanya. Gadis itu dikenal suka bercanda saat bersama praktikan, sebutan untuk mahasiswa yang melaksanakan praktikum. "Kemarin konsul sama Bang Romy disuruh print bolak-balik, nggak boleh WA" celetuk Lukas, lagi-lagi mulut tak berfilternya mencari masalah. Teman di sampingnya sampai menyikut perut Lukas, agar pria itu tidak bocor. "Benar kak, padahal kelas kami lagi padat, nggak dikasih kelonggaran" keluh Adila, perempuan berwajah imut-imut dengan senyumnya yang manis. Sera melirik ke kanan kiri, memastikan kakak senior yang disebut namanya itu tak ada di sekitar mereka. Namun, tatap matanya tanpa sengaja dengan seorang pria yang tadi menarik perhatiannya. Gana duduk di gazebo sebelah, sedang menatap tepat ke arahnya. Sera terburu-buru mengalihkan pandangan, dia tersipu. Malu.Hingga jadwal presentasi berikutnya, Sera tak pernah lagi bertemu Gana. Hanya beberapa kali melihat story pria itu di WhatsApp sejak ia menyimpan kontaknya. Sera juga tidak berani pura-pura melintas di area lab itu, yang belakangan ini diketahui Sera sebagai basecamp Gana dan kawan-kawan. Dari loby ada tangga yang langsung mengarahkan ke lantai 2, jalur yang biasa digunakan oleh Sera. Jadi, kalau bukan mau ke kantin atau ruang jurusan, Sera memang jarang turun ke lantai 1. Beberapa hari itu Sera agak uring-uringan, tidak terlalu bersemangat karena tidak bertemu pujaan hati. Sera juga tidak banyak diskusi dengan tim karena persiapan mereka sambil begadang itu sudah lebih dari cukup. Hanya sore ini mereka berkumpul sebentar, memantapkan latihan sebelum besok dicecar lagi. Sebelum diskusi, Sera harus meminjam pointer lagi. Tidak terlalu berharap ketemu Gana, karena story pria itu sedang menunjukkan lokasi di luar kota. Tapi yang namanya jodoh pasti ketemu, eh?"Sera" panggil Gana a
Ibu Kantin datang lagi, kali ini membawa soto. Aromanya membuat Sera melirik, barulah saat itu dia sadar akan keberadaan Gana. Dia tidak sampai tersedak, tapi tiba-tiba kerongkongannya seret. Kerongkongan loh ya, bukan tenggorokan. Jalur makanan itu kerongkongan. Kalau tenggorokan itu jalur nafas, bermuara ke paru-paru, bukan lambung. Sera sedikit meringis menatap Gana. Sebenarnya dia ingat tentang modus nyender tadi, tapi sudah tidak ada muka untuk mengaku, jadi biarlah pura-pura tidak tahu. Karena ekspresi Sera seperti ingin ikut menikmati soto di mangkok Gana, pria itu menawarkan. Entah serius atau sekedar basa-basi, tapi diangguki oleh Sera. Gana mulai menyendokkan kuahnya ke piring Sera, hampir memindahkan isi soto juga, tapi dicegah oleh Sera. "Kuahnya aja" jawab Sera sambil nyengir. Setelah dirasa cukup, Sera menghentikan aksi Gana. Tak lupa Sera menyerahkan satu gorengan tempe favoritnya ke mangkok Gana. Barter ceritanya. Gana menahan senyum geli, namun tetap m
Masih dua hari lagi sebelum jadwal latihan presentasi yang ketiga. Hari ini Sera masih bisa sedikit bersantai, besok dia baru tertekan lagi. Siang ini, Sera makan di kantin langganan bersama teman-teman. Masakannya memang tidak seenak kantin sebelah, tapi di sini porsinya jumbo banget, free air minum juga. Kalau sedang tidak punya bahan masakan, Sera memang tidak bawa bekal ke kampus, seperti hari ini.Saat menunggu pesanannya, Sera dan teman-teman duduk di kursi paling pojok. Hanya itu tempat kosong, itu pun mereka membersihkan sendiri bekas makanan orang yang duduk disana sebelumnya. Kantin sedang ramai, pesanan mereka pasti yang terakhir dilayani. Mereka sudah bestie dengan Ibu Kantin, mereka juga sudah konfirmasi kalau masih santai, tidak terburu-buru, tidak ada jadwal kelas atau praktikum siang ini.Ibu Kantin tentu senang, bisa mendahulukan anak-anak lain yang berburu waktu untuk sekedar makan siang. Nanti Sera dan kawan-kawan pasti dikasih gorengan gratis sebagai apresiasi
Setelah selesai dengan setorannya, Sera kembali bergegas mengambil baju lab dan bergabung dalam praktikum. Sera memeriksa buku respon. Keningnya mengernyit sesekali saat melihat jawaban ngawur dari praktikannya. Ting. Ponsel Sera lupa dibisukan. Ia terkekeh malu, mengucap maaf dan segera mengambil ponsel itu untuk dicekik agar tidak bersuara. Tapi notifikasi di layar lebih dulu menarik perhatian Sera. Ada pesan baru. Berisi permintaan maaf. Dari doi. Sera menggigit bibirnya menahan senyum salah tingkah. Ia merosot ke kolong meja agar ekspresinya tidak jadi tontonan adik-adik yang sedang fokus mendengar penjelasan asisten lain tentang praktikum yang akan mereka laksanakan. Hatinya membuncah, perutnya geli-geli seperti ada kecoa yang merayap. Bukan kupu-kupu, karena sangat jarang ada kupu-kupu mau merayap di perut. +628xxxx ~ Maaf Cuma satu kata, empat huruf, tapi mampu mengguncang kewarasan Sera. Rasanya seperti mendapat permintaan maaf dari pacar. Sera bertingkah malu-maluin, b
Tiga wiper dikerahkan untuk membersihkan area kos Sera. Penghuni lantai atas ada yang lupa menutup kran, membuat airnya tumpah-tumpah sampai ke lantai 1. Beruntung kamar Sera tidak ikut banjir, karena berada paling ujung. "Kalau airnya masuk kamarku, aku nangis bu" ucap Sera pada Ibu Kos yang sedang mengangkut sisa-sisa kertas yang melempem, terbawa air. "Jelas, Ra. Kasurmu kan tidak pakai dipan, harus mengungsi kalau sempat kebanjiran" ucap Rima, tetangga kos Sera yang ikut menarik wiper di sampingnya, menguras sisa air dari lantai teras mereka. Ibu Kos meletakkan kembali keranjang sampah di area lantai yang sudah kering. "Sudah berapa kali ibu peringatkan di grup, kalau tower lagi kosong, ingat tutup kran" omel Ibu Kos, melampiaskan unek-uneknya. Rima yang terlebih dahulu selesai, menyandarkan wiper di dinding. Gadis itu mendekat ke arah Ibu Kos. "Emang di lantai atas banyak yang bebal, nggak mikir pake otak" kesalnya. Kamar Rima juga terdampak karena banjir kiriman sore itu
Hanya ada 2 tim dari kampus Sera yang lolos hingga tahap Pekan Ilmiah Nasional. Persiapan demi persiapan kerap dimaksimalkan untuk ambisi menyabet medali emas, terlebih oleh Andra si perfeksionis. Setelah hampir sebulan berkutat secara mandiri, akhirnya kampus memfasilitasi langsung persiapan mereka. Masing-masing tim digembleng agar tampil prima membawakan presentasi dan poster ilmiah. Pelatihan kedua tim itu cukup intensif dilakukan, mengingat jadwal presentasi yang tak lama lagi. Mereka dilatih langsung oleh dosen-dosen yang mumpuni di bidangnya, termasuk beberapa profesor yang juga turut sebagai juri pada lomba tingkat nasional itu. Disanalah, Sera bertemu seseorang yang tanpa permisi menarik atensinya. Ketua tim sebelah. Gana Abimanyu namanya. Entahlah, Sera tak bisa mendeskripsikannya. Dia cuma ingin mengikuti ritme yang ada, belum berani menunjukkan ketertarikannya. Tapi semua itu tak akan bertahan lama, Sera bukan tipe gadis yang bisa menyembunyikan sesuatu, ekspresi wa







