LOGINSudah dua minggu Sera dan tim mempersiapkan bahan presentasi. Selama itu pula mereka berlatih secara mandiri.
Slide sudah hampir rampung, hanya butuh beberapa data yang masih menunggu hasil analisis dari pihak lab profesional. Beberapa tahap analisis memang tidak bisa dilakukan sendiri oleh tim mereka. Alatnya jarang tersedia untuk lab pendidikan seperti lab di kampus-kampus. Selain itu, butuh keahlian khusus untuk memastikan keakuratan hasil analisis, dan keahlian tersebut biasa diperoleh dari pendidikan lebih lanjut atau pelatihan berbayar. Selama dua minggu ini, Sera merasa tubuhnya hampir remuk. Mempersiapkan materi, berlatih presentasi dan berdiskusi dengan timnya ini menguras cukup banyak energi. Terlebih, ketua tim mereka cukup perfeksionis, tidak boleh ada kekurangan. Di sisi lain, Sera juga masih harus membimbing praktikum. Bukan hanya satu, tapi enam praktikum sekaligus. Belum lagi jadwal konsultasi laporan membuat Sera harus tampil fit, dan, sabar. Dia harus memeriksa satu per satu laporan adik-adik mahasiswa yang masuk kelompok praktikumnya. "Jumat pagi kita presentasi di gedung rektorat," ucap Andra, di sela pertemuan mereka. Sera mendongak, melihat pria tinggi yang agak chubby itu. Saat ini Sera sedang duduk di kursi pendek, sehingga butuh sedikit effort agar bisa melihat ketua timnya. "Info dari mana, Kak?" tanya Sera. "Dari Bu Ika," jawab Andra, menyebut nama dosen pembimbing mereka. "Karena jadwal bertabrakan, kita latihan sore sampai malam, bisa?" imbuhnya lagi. Semua anggota tim mengangguk, setuju. Sera dan Aldi tidak punya alasan untuk membantah. Sementara itu, Feli, anggota tim mereka dari fakultas lain, juga tidak bisa membantah karena dia yang paling sulit untuk ikut pertemuan di jam kerja. Fakultas Feli juga sangat sibuk, terlebih dia masih semester 5, masih padat jadwal praktikum. "Tapi sebelum itu, kita diminta presentasi sama Bu Ika dulu, besok," ucap Andra. "Malam ini kita fokus latihan," tambahnya. Pupuslah sudah harapan untuk tidur nyenyak. Malam ini mereka pasti digembleng habis-habisan, sampai menurut Andra sudah cukup baik baginya. Selepas jam istirahat siang, mereka bubar kembali ke kesibukan masing-masing. Sera menyempatkan diri melipir ke lab sebelah, melihat situasi apakah alat peraga sudah diambil. Ternyata semua sudah beres, Sera tinggal bersiap mengawasi jalannya praktikum saja. Beberapa mahasiswa sudah stand by di depan lab, karena sebentar lagi praktikum dimulai. "Bahan lengkap?" terdengar sayup suara salah satu asisten yang bertugas mengabsen di depan pintu lab. Sera bergegas memakai jas lab, tidak lupa menyiapkan pembagian variasi sampel untuk setiap kelompok. "Ra, bisa cek evap? Wahyu nggak aktif nih, dari tadi centang satu" ucap Jasmine, salah satu rekan asisten yang sedang menulis informasi praktikum whiteboard. Sera yang hari ini memang tidak punya tugas krusial, bisa cukup santai memperhatikan satu per satu mahasiswa mengumpulkan laporan minggu lalu. "Duh, ke lab bawah? Malu banget sendirian" protes Sera, mengingat betapa ramai mahasiswa jurusan lain nongrong di lab tersebut. "Kalau gitu, nulis aja, mau?" tanya Jasmine, menawarkan mereka bertukas tugas. Sera yang sangat membenci kegiatan tulis-menulis di whiteboard, segera bergegas menuju lab bawah. Dia sampai lupa membuka jas lab karena saking terburu-buru kabur. "Anjirlah, si Wahyu nyempil di situ ternyata" gumam Sera, melihat Wahyu sedang duduk bersama teman-temannya di tangga samping lab tujuannya. "Yu, evap kosong?" ucap Sera, sedikit teriak dari pembatas tangga. Dia tidak berniat turun sampai ke dekat orang-orang itu. Wahyu yang merasa dirinya dipanggil, mendongak ke atas, melihat Sera memegang erat pembatas besi tersebut. "Kosong" jawab Wahyu singkat. Teman-temannya juga ikut mendongak saat Sera memanggil tadi. Beberapa di antara mereka mulai tersenyum sambil melontarkan godaan. Kebiasaan, laki-laki kalau sudah nongkrong suka iseng. Untung saja Sera tidak menanggapi keusilan mereka. Kalau mau, dia bisa saja melaporkan mereka semua dengan tuduhan catcalling. Wahyu yang memang sudah mengenal Sera sejak awal masuk kuliah sudah tidak berminat menggoda gadis itu. Dia sudah hafal bagaimana cerewetnya Sera, nggak minat, katanya. Sementara itu, seorang pria berjaket putih hanya diam saja. Dia ikut melihat ke arah Sera, namun mulutnya tidak berkomentar. Pria itu memang dikenal cukup pendiam, tidak suka mengurusi orang lain. "Satu jam lagi kami yang pakai ya, mintol tulis di list alat" ucap Sera, lalu meninggalkan area tangga. Gadis itu kembali ke dalam lab, ternyata test pra-praktikum atau yang biasa mereka sebut 'respon' sudah dimulai. Timer dinyalakan di meja asisten, suasana hening karena semua fokus mengerjakan test. Jika mereka tidak lulus respon, nilai praktikumnya akan sangat buruk. Jadi semua mengerjakan dengan betul-betul serius. "Gimana, Ra?" ucap Jasmine pelan, menyimpan spidol karena sudah selesai menulis. Sera mengacungkan jempolnya, lalu mencari kursi kosong di area belakang. Sambil mengawasi agar tidak ada yang mencontek. * Malam harinya. Suasana lab sudah sangat sepi, hanya satu lab di bawah yang masih menyala lampunya. Pertanda masih ada orang yang belum pulang. Di lantai dua, ada dua lab yang masih terang benderang. Lab mikro, yang memang hampir setiap malam tidak pernah kosong. Mahasiswa memilih mengerjakan penelitiannya saat malam hari, untuk meminimalisir kontaminasi karena keramaian. Satu lagi, lab botani, tempat Sera dan timnya berlatih dan mengerjakan penelitian selama ini. Andra sejak tadi menyuruh mengulang presentasi, setiap ada kesalahan. Sera dan Aldi sebenarnya sudah cukup baik, namun mereka harus kena imbasnya karena Feli masih terbata dan belibet. Feli memang jarang terlibat penelitian, jadi pemahamannya tidak begitu baik. Berbeda dengan Sera, Aldi dan Andra. Mereka bahkan hampir menjadikan penelitian ini sebagai kebutuhan primer, sampai sering lupa makan dan istirahat. Setelah berjibaku dengan Andra yang perfeksionis dan Feli yang hanya cengar-cengir setiap berbuat salah, akhirnya Sera bisa pulang juga. Sera memesan ojek online, agar bisa mampir membeli ayam geprek di depan kampus. Menu andalan sejuta umat. Meski sedikit menyayangkan uang untuk naik ojek online, Sera tidak punya pilihan lain. Kakinya sudah meleyot jika dipaksa berjalan, karena seharian ini dia hanya makan pagi tadi. Sementara itu, Andra dan yang lain memutuskan tetap jalan kaki ke depan kampus dan angkutan umum dari sana. "Oy, Sera" sapa Wahyu, di parkiran penjual ayam geprek berlogo merah. Sera yang hendak naik ke motor, mengurungkan langkah. Gadis itu berbalik sebentar, mencari sumber suara. Wahyu duduk di atas motornya, bersama seorang pria berjaket putih. Pria itu menatap Sera. "Beli geprek, Yu?" sapa Sera, basa-basi. "Duluan, ya" ucap Sera, berpamitan. Tak enak pada abang ojol jika harus menunggu terlalu lama.Hingga jadwal presentasi berikutnya, Sera tak pernah lagi bertemu Gana. Hanya beberapa kali melihat story pria itu di WhatsApp sejak ia menyimpan kontaknya. Sera juga tidak berani pura-pura melintas di area lab itu, yang belakangan ini diketahui Sera sebagai basecamp Gana dan kawan-kawan. Dari loby ada tangga yang langsung mengarahkan ke lantai 2, jalur yang biasa digunakan oleh Sera. Jadi, kalau bukan mau ke kantin atau ruang jurusan, Sera memang jarang turun ke lantai 1. Beberapa hari itu Sera agak uring-uringan, tidak terlalu bersemangat karena tidak bertemu pujaan hati. Sera juga tidak banyak diskusi dengan tim karena persiapan mereka sambil begadang itu sudah lebih dari cukup. Hanya sore ini mereka berkumpul sebentar, memantapkan latihan sebelum besok dicecar lagi. Sebelum diskusi, Sera harus meminjam pointer lagi. Tidak terlalu berharap ketemu Gana, karena story pria itu sedang menunjukkan lokasi di luar kota. Tapi yang namanya jodoh pasti ketemu, eh?"Sera" panggil Gana a
Ibu Kantin datang lagi, kali ini membawa soto. Aromanya membuat Sera melirik, barulah saat itu dia sadar akan keberadaan Gana. Dia tidak sampai tersedak, tapi tiba-tiba kerongkongannya seret. Kerongkongan loh ya, bukan tenggorokan. Jalur makanan itu kerongkongan. Kalau tenggorokan itu jalur nafas, bermuara ke paru-paru, bukan lambung. Sera sedikit meringis menatap Gana. Sebenarnya dia ingat tentang modus nyender tadi, tapi sudah tidak ada muka untuk mengaku, jadi biarlah pura-pura tidak tahu. Karena ekspresi Sera seperti ingin ikut menikmati soto di mangkok Gana, pria itu menawarkan. Entah serius atau sekedar basa-basi, tapi diangguki oleh Sera. Gana mulai menyendokkan kuahnya ke piring Sera, hampir memindahkan isi soto juga, tapi dicegah oleh Sera. "Kuahnya aja" jawab Sera sambil nyengir. Setelah dirasa cukup, Sera menghentikan aksi Gana. Tak lupa Sera menyerahkan satu gorengan tempe favoritnya ke mangkok Gana. Barter ceritanya. Gana menahan senyum geli, namun tetap m
Masih dua hari lagi sebelum jadwal latihan presentasi yang ketiga. Hari ini Sera masih bisa sedikit bersantai, besok dia baru tertekan lagi. Siang ini, Sera makan di kantin langganan bersama teman-teman. Masakannya memang tidak seenak kantin sebelah, tapi di sini porsinya jumbo banget, free air minum juga. Kalau sedang tidak punya bahan masakan, Sera memang tidak bawa bekal ke kampus, seperti hari ini.Saat menunggu pesanannya, Sera dan teman-teman duduk di kursi paling pojok. Hanya itu tempat kosong, itu pun mereka membersihkan sendiri bekas makanan orang yang duduk disana sebelumnya. Kantin sedang ramai, pesanan mereka pasti yang terakhir dilayani. Mereka sudah bestie dengan Ibu Kantin, mereka juga sudah konfirmasi kalau masih santai, tidak terburu-buru, tidak ada jadwal kelas atau praktikum siang ini.Ibu Kantin tentu senang, bisa mendahulukan anak-anak lain yang berburu waktu untuk sekedar makan siang. Nanti Sera dan kawan-kawan pasti dikasih gorengan gratis sebagai apresiasi
Setelah selesai dengan setorannya, Sera kembali bergegas mengambil baju lab dan bergabung dalam praktikum. Sera memeriksa buku respon. Keningnya mengernyit sesekali saat melihat jawaban ngawur dari praktikannya. Ting. Ponsel Sera lupa dibisukan. Ia terkekeh malu, mengucap maaf dan segera mengambil ponsel itu untuk dicekik agar tidak bersuara. Tapi notifikasi di layar lebih dulu menarik perhatian Sera. Ada pesan baru. Berisi permintaan maaf. Dari doi. Sera menggigit bibirnya menahan senyum salah tingkah. Ia merosot ke kolong meja agar ekspresinya tidak jadi tontonan adik-adik yang sedang fokus mendengar penjelasan asisten lain tentang praktikum yang akan mereka laksanakan. Hatinya membuncah, perutnya geli-geli seperti ada kecoa yang merayap. Bukan kupu-kupu, karena sangat jarang ada kupu-kupu mau merayap di perut. +628xxxx ~ Maaf Cuma satu kata, empat huruf, tapi mampu mengguncang kewarasan Sera. Rasanya seperti mendapat permintaan maaf dari pacar. Sera bertingkah malu-maluin, b
Tiga wiper dikerahkan untuk membersihkan area kos Sera. Penghuni lantai atas ada yang lupa menutup kran, membuat airnya tumpah-tumpah sampai ke lantai 1. Beruntung kamar Sera tidak ikut banjir, karena berada paling ujung. "Kalau airnya masuk kamarku, aku nangis bu" ucap Sera pada Ibu Kos yang sedang mengangkut sisa-sisa kertas yang melempem, terbawa air. "Jelas, Ra. Kasurmu kan tidak pakai dipan, harus mengungsi kalau sempat kebanjiran" ucap Rima, tetangga kos Sera yang ikut menarik wiper di sampingnya, menguras sisa air dari lantai teras mereka. Ibu Kos meletakkan kembali keranjang sampah di area lantai yang sudah kering. "Sudah berapa kali ibu peringatkan di grup, kalau tower lagi kosong, ingat tutup kran" omel Ibu Kos, melampiaskan unek-uneknya. Rima yang terlebih dahulu selesai, menyandarkan wiper di dinding. Gadis itu mendekat ke arah Ibu Kos. "Emang di lantai atas banyak yang bebal, nggak mikir pake otak" kesalnya. Kamar Rima juga terdampak karena banjir kiriman sore itu
Hanya ada 2 tim dari kampus Sera yang lolos hingga tahap Pekan Ilmiah Nasional. Persiapan demi persiapan kerap dimaksimalkan untuk ambisi menyabet medali emas, terlebih oleh Andra si perfeksionis. Setelah hampir sebulan berkutat secara mandiri, akhirnya kampus memfasilitasi langsung persiapan mereka. Masing-masing tim digembleng agar tampil prima membawakan presentasi dan poster ilmiah. Pelatihan kedua tim itu cukup intensif dilakukan, mengingat jadwal presentasi yang tak lama lagi. Mereka dilatih langsung oleh dosen-dosen yang mumpuni di bidangnya, termasuk beberapa profesor yang juga turut sebagai juri pada lomba tingkat nasional itu. Disanalah, Sera bertemu seseorang yang tanpa permisi menarik atensinya. Ketua tim sebelah. Gana Abimanyu namanya. Entahlah, Sera tak bisa mendeskripsikannya. Dia cuma ingin mengikuti ritme yang ada, belum berani menunjukkan ketertarikannya. Tapi semua itu tak akan bertahan lama, Sera bukan tipe gadis yang bisa menyembunyikan sesuatu, ekspresi wa







