Share

MAS FAIMO BAKUL TEMPE
MAS FAIMO BAKUL TEMPE
Author: Lavender_fla2875

01 .Pagi Di Kampung Biluh

"Sukses itu tak datang dengan sendirinya , butuh perjuangan untuk bisa meraihnya. "

****

    Kicau burung ramai terdengar dari pohon randu yang sedang berbuah lebat. Buahnya yang pecah karena sudah tua menghamburkan isi yang berupa kapuk terbang kemana-mana bersama angin pagi hari awal Januari.

     Sang fajar belum tampak sempurna keluar dari peraduannya. Namun aktifitas di kampung Biluh sebuah kampung di pinggir kota Surabaya sudah tampak bergarak. Berbagai aktifitas pagi pun mulai terlihat, begitu dinamis, begitu aktif penuh semangat. Walau kondisi ekonomi sedang mengalami masa susah tapi warga kampung tetap berusaha untuk tidak terlalu berkeluh kesah.

    Bahkan aktifitas warga ini sudah dimulai saat imam sholat subuh baru selesai membaca dzikir juga doa memohon ampunan dan kemurahan rezeki, suasana kampung sudah mulai ramai.

     Warga yang berprofesi sebagai pedagang sayur sudah mulai menjajakan dagangannya. Ada yang berkeliling kampung menggunakan sepeda motor atau kendaraan roda tiga seperti tossa . Ada juga yang menggelar dagangannya di pos yandu juga di teras rumah. Yang berseragam coklat dan batik kopri motif khusus bagi aparatur sipil negara pun sudah mulai bersiap menuju tempat dimana mereka ditugaskan.

     Ibu-ibu berdaster pun mulai dengan aksinya. Ada yang asik mengobrol sambil berpikir masak apa hari ini. Ada pengantin baru yang mengantar sang suami bekerja hingga depan pagar rumah. Ibu-ibu dengan banyak anak sibuk mengabsen anaknya satu persatu agar tidak ada yang terlewat mendapat jatah uang saku.

     Semua bersemangat semua ceria. Walau kepala serasa mau pecah memikirkan biaya. Ketika  ember berisi beras semakin menyusut tingginya. Gula di toples kaca pun sudah di rebut semut hitam yang bergotong royong memindahkan gula dari toples ke sarang mereka. Teh celup yang sudah tak merah lagi karena dipakai berulang-ulang. Kopi pahit karena gulanya dibawa lari semut.

     Semua hal pokok itu seperti tak lagi terpikirkan karena sudah jenuh memikirkannya. Bukan sudah tak ingin makan tapi bingung dengan, apa yang mau dimakan.Di salah satu warung sayur dan pelengkapnya milik wanita paruh baya yang biasa dipanggil mbok Asih. Tampak banyak wanita mengenakan seragam harian rumah sedang berkumpul.

     Mereka mengintrogasi petugas pencacah lapangan dari salah satu badan survei milik negara tentang bantuan sosial yang tak kunjung datang.Perhatian mereka teralihkan saat terdengar suara klakson motor  dengan jarak yang sangat dekat.

     Tampak pria tampan berwajah oriental dengan kulitnya yang putih membagi senyum cerianya ke gerobolan wanita yang langsung mengerebutinnya.

"Wehh ... masih pagi warungnya simbok sudah ramai saja . Ada apa sih ?"tanya pria itu setelah turun dari motornya.

     Pada boncengan motornya terlihat dua keranjang yang di ikat pada sisi kiri dan kanan motor, diatas boncengan juga ada keranjang berukuran lebih kecil.

     "Loh, gimana toh. Biasanya, mas Faimo yang paling duluan punya info bagus." Seorang ibu beranjak kesepeda motor pria berwajah oriental bernama Faimo itu.

      "Kalau berita artis atau pejabat saya ndak pernah update, bu. Tapi kalau gosip tentang kacang kedelai saya selalu update." Faimo menjawab disertai tawa kecil di bibirnya.

      Faimo lalu mengeluarkan tas plastik dari dalam salah satu keranjang yang menempel di motornya. Berjalan melewati wanita-wanita yang memandangnya penuh arti.

Ada yang mengagumi paras Faimo yang tampan, ada pula yang terpesona dengan bentuk tubuh Faimo yang tak pernah absen berolahraga membentuk otot tubuh. Namun ada pula yang mencibir karena profesi pria itu yang hanya sebagai penjual tempe keliling.

     "Berapa tempenya, le.""Ini saya nitip 50 bungkus ya, mbok."

     "Campur atau tidak."

     "Campur mbok. Ada  tempe kedelai 30 bungkus , tempe  koro benguk sama oncom masing-masing sepuluh." Faimo menghitung sembari meletakkan dagangannya di meja . "Oh ya ... ini saya nitip tempe pesanan bu Endang . Beliau pesen di suruh titip diwarungnya  simbok dulu, karena bu Endang mau kesekolah anaknya ."

     "Oh ya ... taruh disitu saja. Sudah dibayar toh."

     "Sudah , mbok."

    "Mas Faimo. Kapan bagi-bagi undangan nikah?" Seorang wanita dengan daster panjang begitu juga dengan khimarnya bertanya sembari mengambil lima bungkus tempe dari dalam keranjang di motor Faimo.

    "Belum ada jodohnya, bu. Hanya penjual tempe siapa yang mau ngelirik,"sahut Faimosembari meladeni pembeli lainnya.

     "Iya ya. Saya lihat anak sekarang itu kok terlalu matrialistis. Seperti ponakan saya, hanya mau dijemput kalau cowoknya pakai mobil bagus. Tapi maklum sih, ponakan saya itu selain cantik juga lulusan luar negeri dan sekarang bekerja di kantoran bagian marketing yang tugasnya langsung dilapangan."

     "Siapa bu Rahmi ?"Pembeli lainnya bertanya sembari ikut membeli tempe dagangan Faimo.

     "Nurlena, jeng."

     "Memang Nurlena, kuliah luar negerinya dimana, bu?Malaysia, Kairo atau London?" Yang lain ikut penasaran dengan si cantik ponakan bu Rahmi yang memiliki ukuran tubuh 5 L ini.

     Tampak bu Rahmi sedang berpikir mencoba mengingat-ingat sesuatu. "Kalau tidak salah, Nur kuliahnya di Singaparna."

Faimo tersedak salivanya sendiri mendengar jawaban bu Rahmi yang sangat penuh percaya diri.

     "Singaparna, itu dimana? kok saya baru dengar."

     "Singaparna itu sebelah mananya Singapura?"

     "Singaparna itu kan di Jawa Barat, bude!memang ada kampus ya, disana?"

     "Mas Faimo, tahu ?"

      Faimo yang hanya senyum mendengar obroal pagi itu, sedikit terkejut saat seorang ibu menepuk lengannya."Tahu apa, bu? saya ndak jual tahu, cuman jual tempe saja."

     Si ibu malah jadi gemas dan kembali memukul lengan Faimo, kali ini lebih keras. "Yang tanya mas Faimo jualan tahu, ya siapa? yang sedang kita bahas ini kampus di Singaparna itu ada atau tidak.'

      Faimo mengelus lengannya yang terasa sakit akibat tonjokan keras si ibu yang mungkin saat mudanya pernah sekolah di STM yang identik dengan kerja keras dan tawuran.

      "Setahu saya, Singaparna itu nama salah satu kecamatan di kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat, bu." Perempuan dengan seragam biru abu-abu yang menjawab rasa penasaran para ibu yang sedang hangout di warung mbok Asih.

      "Lah, ini mbaknya kok tahu. Memang kuliah disana juga?"

      Si mbak berwajah manis itu nyengir mendapat pertanyaan dari si ibu yang masih pagi sudah membuat alisnya mirif Sin Chan." Di Singaparna itu tidak ada kampus bu."

      "Mungkin maksud bu Rahma, bukan kampus Singaparna tapi Kampus Singaperbangsa, dan itu letaknya di Karawang." Faimo mencoba melerai perdebatan. Karena kalau sampai panjang, maka panjang juga urusannya. Dirinya kan terlambat mengantar tempe pesanan pelanggan karena motornya terhalang dengan kerumunan ibu-ibu berseragam daster.

     "Mas Faimo memang cerdas." Puji seorang ibu. Senyum ibu itu tampak cerah dan berkilau karena ada sebuah gigi emas ikut baris dideretan giginya.

     "Mas Faimo sendiri, kuliah dimana?"

     "Walah ... saya hanya bakul tempe, bu. Ndak bisa sekolah tinggi-tinggi. Lagi pula saya termasuk orang yang takut ketinggian."

      Si ibu malah bengong mendengar jawaban Faimo. Sementara Faimo sudah bersiap untuk meninggalkan kumpulan anggota sidang parlemen itu.

      "Terus, mas Faimo sekolahnya dimana?"

      "Saya cuman lulusan sekolah rakyat, bu. SR."

      "SR? itu kan sekolah jaman Belanda menjajah Indonesia, memangnya usia mas Faimo berapa sih?"

      "Ndak  banyak kok, bu. Baru juga 30 tahun, itu juga masih bisa nego." Faimo segera menstater motornya, untuk bersiap menjemput rezeki.

      "Loh mas Faimo mau kemana, saya mau minta data sampeyan,"panggil perempuan berseragan biru abu-abu.

      "Data untuk apa mbak? Kalau bansos saya mau."

      "Bukan mas, ini pemutakhiran data untuk sensus penduduk dan pemilu."

      "Saya ndak pernah, nyoblos di pemilu, mbak! calonnya ndak ada yang sesuai dengan kriteria saya. Saya nyoblosnya nanti saja, saat sudah punya istri ."

     "Woo ... cindo geblek,"omel si mbak manis sementara Faimo sudah menjalankan motornya denga perlahan.

     Tiba-tiba terdengar suara wanita memanggil nama Faimo, membuat Faimo menghentikan motornya sejenak untuk melihat siapa yang memanggilnya.

     "Kamu kemana, sih!main pergi saja." Seorang wanita dengan rok mini dan make up yang hampir pudar di wajah lelahnya tampak turun dari boncengan motor abang tampan berjaket hijau.

     "Eh, mbak Selly. Saya mau ngider, mbak."

     "Iya, saya tahu. Ndak perlu kamu kasih pengumuman lagi." Balas Selly dengan wajah juteknya. "Saya cuman mau bilang, besok tempe saya satu, ya."

     Faimo jelas melongo mendengar perkataan mbak Selly. Otaknya mendadak mandek. Ekspresi dungu yang Faimo tampilkan jelas membuat Selly kesal.

     "Kok malah begong. Besok itu saya pesen tempe yang bungkus daun yang ukuran besar satu."

     Faimo mendadak meringis sembari menggaruk tengkuknya,"Oh, mbak Selly mau pesen tempe."

     "Iya, saya mau pesen tempe buatan kamu. Memang kamu mikirnya, apa?"

     "Ndak mikir apa-apa, mbak. Saya kan masih polos." Faimo meringis bingung mau menjawab apa. Gara telinganya sedang tidak konsen sehingga salah menyampaikan ke otak pelafalan kata tempe yang bila salah memiliki arti yang hanya diketahui mereka yang sudah berusia 21 tahun keatas.

     "Polos apanya, wajahmu saja yang polos tapi tidak sama otakmu. Makanya cepet nikah biar ndak ngeres pikirannya."

     Kembali Faimo meringis, semua orang di kampung Biluh tahu. Apa profesi wanita berwajah manis dan bertubuh sintal bernama Selly ini. "Ndak mbak . Tadi saya anu ...."

     "Anu ... anu ! sudah sana, ndang pergi jemput rezeki. Biar uangnya bisa buat modal lamaran. Jangan seperti dulu lagi ."

     "Iya mbak. Saya pergi dulu."

     "Iyo. Inget besok jangan lupa tempeku satu."

     "Iya mbak! ndak usah dipertegas gitu. Semua juga tahu kalau tempenya mbak cuman satu." Faimo segera menjalankan motornya sebelum sepatu dengan hak runcing milik Selly mampir dikepalanya.

      Begitulah kampung dimana seorang pria tampan bernama Faimo tinggal. Berbaur denngan warga kelas menegah kebawah yang penuh keramahan dan sangat bersahaja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status