Share

02 . Saya Fai Mo

"Kamu mungkin tidak bisa menyiram bunga yang sudah layu dan berharap ia akan mekar kembali, tapi kamu bisa menananm bunga yang baru dengan harapan yang lebih baik dari sebelumnya."

_____________________________________________________________________________

    Tak banyak yang mengenal lebih jauh sosok pria yang setiap pagi akan datang dengan sepeda motor dengan keranjang disisi  kiri, kanan dan boncengannya. Pria yang selalu menebarkan aura optimis yang sangat luar biasa dimana pun dia berada.

    Pria pemilik nama asli Wei Fengying  tapi lebih dikenal dengan panggilan Faimo. Berusia 30 tahun ,berdarah China Jawa dari ayah dan ibunya. Lulusan Universitas Ghuangzou, China dan berhasil mengantongi ijazah S1 pertanian dan S2 management pemasaran yang dijadikan modal dalam membiayai hidupnya.

     Dikaruniai wajah yang tidak terlalu buruk juga tidak terlalu rupawan. Namun pria itu mampu membuat para wanita betah memandanginya. Ditunjang dengan bentuk tubuh yang atletis dan lumayan jangkung membuat penampilan Fai Mo sangat pas sekali kalau dijadikan pasangan dalam photo. Pekerjaan utamanya adalah pembuat sekaligus penjual tempe. Pekerjaan sampingan sebagai konsultan bisnis di beberapa perusahaan ritail juga jasa pariwisata yang sedang booming saat ini.

     Dalam kesehariannya, Faimo memilih untuk hidup sederhanan menyesuaikan dengan profesinya yang hanya sebagai penjual dan pembuat tempe skala rumahan. Walau tak mendapat restu dari sang kakek, Fai Mo muda pantang untuk surut kebelakang. Dan dirinya menjalani sepanjang harinya dengan penuh semangat dan senyum optimis akan sukses dengan tangan dan kakinya sendiri.

      Masa kecil hingga remaja Wei Fengying atau Faimo, lebih banyak dihabiskan di tanah leluhur ayahnya. Faimo kecil bahkan sudah terbiasa bekerja membantu kakek juga ayahnya saat libur sekolah. Tugas yang dikerjakan Faimo cukup banyak dan memiliki tanggung jawab besar. Seperti ikut merawat juga mengawasi pekerja di kandang sapi milik ayahnya, agar sapi-sapi tersebut dapat memproduksi susu lebih banyak dan juga berkualitas bagus yang nantinya akan diolah menjadi minuman sehat juga keju.

     Selain mengurus sapi-sapi peliharaan ayahnya, Faimo juga bertugas dikebun anggur juga ladang gandum milik sang kakek. Inilah yang membentuk karakter keras kepala dan pekerja keras dalam diri Faimo hingga saat ini.

     Namun dibalik sikapnya yang ramah walau memiliki sifat yang keras kepala. Faimo menyimpan mimpi buruk akan kenangan masa remajanya. Satu kejadian yang membuatnya trauma  dengan suara ledakan yang bisa membuatnya berteriak ketakutan.dengan tubuh yang gemetar. 

      Disinyalir karena kebocoran slang bahan bakar, membuat mobil yang dikendarai  Wei Fangying mengalami kecelakaan dan meledak. Tuan Wei yang tak sempat menyelamatkan diri akhirnya tewas terbakar kobaran api yang melumat mobil jenis Mercedes itu. Namun sebelum mobil terbakar, tuan Wei sempat meminta pada istrinya untuk membawa keluar Faimo terlebih dahulu. Namun sang istri gagal menyelamatkan suaminya karena keburu api menjilat bahan bakar yang tumpah dan membakar habis mobil beserta penumpangnya. Dan akibat ledakan dan kebakaran mobil  tersebut Faimo harus menjalani operasi pemulihan karena satu telinganya sempat terjilat api hingga harus menjalani operasi penggantian kulit . Dan Faimo kecil harus menerima kenyataan jika ayahnya meninggal dan menjadi korban atas peristiwa kecelakaan tersebut.

       Saat itu usia Faimo baru menginjak  8 tahun, kematian sang ayah membuatnya terpukul terlebih sang ibu yang sedang mengandung calon adiknya. Dan atas perintah kepala keluarga Wei, yaitu tuan besar Wei Jun yang meminta putra keduanya untuk menikahi Tong Yuen yang merupakan ibu kandung Faimo demi bisa mempertahankan martabat nama besar keluarga Wei yang memang sangat terpandang di provinsi Ghuangzou hingga Shanghai.

****

      Faimo menghapus peluh yang membasahi wajahnya. Badannya pun sudah terasa lengket karena keringat yang terus keluar hingga membasahi kaus lengan pendek yang dikenakannya.

       Akibat pola perdagangan yang buruk, sehingga banyak memunculkan para spekulan-spekulan berotak licik yang memainkan nasib rakyat kecil dengan menaikkan harga bahan baku pembuatan tempe juga tahu. Dimana rata-rata pembuat makanan khas Indonesia itu dari kalangan yang tak bermodal besar. Dengan harga kedelai yang tinggi membuat para pegusaha tempe tahu harus lebih mengencangkan ikat pinggang agar bisa tetap berproduksi hingga bisa rutin memberi makan pekerjanya.

       "Mau sampai kapan seperti ini ya, Fai. Kedelai semakin hari harganya semakin melambung sementara harga batu bara semakin terjun payung. Sebenarnya apa yang salah dalam hal ini." Bentario Nugroho teman yang setia menemani Faimo sejak memulai usaha rumahan ini.

       "Kalau mencari yang salah, tentu banyak yang salah. Mulai dari regulasi, pola distribusi, kontribusi hingga mental kaum atas yang mengurus masalah ini, semuannya saling terikat seperti rantai pagar rumah kamu."

       "Lalu jika sudah seperti ini ruwetnya masalah perkedelaian, apakah ada upaya dari penguasa untuk membuat rakyatnya sedikit bisa menikmati segarnya udara pagi tanpa diganggu dengan harga kedelai yang mencekik membuat kantong semakin berteriak sakit."

       Faimo mengendikkan bahunya, bukan karena dirinya tak mengetahuinya tapi saat ini dia tak ingin dipusingkan dengan membahas masalah yang setiap tahun selalu muncul, seperti pelanggan tempenya yang selalu datang silih berganti.

       "Menurutmu, apakah tanah di Indonesia tak cocok jika ditanami Kedelai, Fai?" Bentario melirik teman baiknya itu yang sedang fokus dengan ponselnya. Sekilas matanya yang jeli bisa melihat apa yang dipandangi pria dengan bentuk mata seperti bulan sabit itu.

        Bukan photo wanita cantik, atau photo wanita seksi dengan busana minim yang menggoda hasrat lelaki. Namun pria itu sedang asik memperhatikan angka-angka pada diagram dari salah satu perusahaan reksadana yang cukup terkenal. Ya, Faimo sedang memperhatikan pergerakan saham perusahaan yang dibelinya. Berharap nilainya naik sehingga saldo tabungannya bisa tumbuh dengan sehat, tapi jika malah anjlok maka dia harus bersiap untuk menjualnya.

       Merasa tak dihiraukan, Bentario kembali memanggil Faimo yang masih serius dengan kegiatan treding sahamnya." Mo ... Faimo !"

       "Apa sih, Nu! telingaku ndak budeg. Ndak usah teriak-teriak kayak gitu. Nanti orang yang melihat dan mendengar mengira kita sepasang kekasih yang lagi perang dunia," respon Faimo dengan wajah kesalnya karena sahabatnya ini berteriak tepat ditelinganya.

       "Apa kamu bilang?kita ini pasangan yang lagi bertengkar, ora sudi! Walau dibayar lima milyar aku masih memilih perempuan untuk aku nikahi."

       "Ya ... aku juga ndak mau nikah sama kamu, sementara banyak wanita yang naksir aku."

Bentario menyebik mendengar perkataan dari sahabatnya ini. Walau benar banyak wanita yang menyukai tapi Faimo adalah type pria pemilih. Dirinya masuk kedalam golongan pria yang tak mudah untuk jatuh cinta.

       "Tadi kamu itu mau ngomong apa, Nu?"tanya Faimo mengingatkan temannya yang sudah terlanjur kesal ini.

Tapi walau kesal, Bentario Nugroho atau yang lebih akrab dipanggil Inu ini tetap menjawab pertanyaan temannya yang kalau mendekati pertengahan bulan mendadak menjadi somplak karena efek menipisnya isi dompet.

       "Aku tadi nanya, apakah tanah di Indonesia tak bisa ditanami dengan kedelai sehingga kita tak perlu membeli dari China ataupun Thailand."

       "Tentu saja bisa. Seperti yang dikatakan Koes Plus dalam lagunya yang berjudul Kolam Susu, kalau tanah kita ini adalah tanah surga, dimana tongkat kayu bisa berubah jadi tanaman. Sudah banyak petani kita didaerah yang menanam kedelai."

       "Lalu kenepa kita masih harus membelinya dari negera luar?"

       "Yaa ... alasannya hasil panen kacang kedelai kita masih jauh dari kata memuaskan dengan indikator kuantitas dan kualitas. Padahal kalau mau jujur, hasil kedelai kita tak kalah dibadingkan kedelai dari China juga Thailand. Dengan kondisi seperti ini ditambah dengan langkanya pupuk membuat para tengkulak bertepuk tangan dengan riang."

       "Lalu bagaimana dengan kamu sendiri dalam menyikapi mahalnya pupuk berakibat mahalnya harga bahan baku pembuat tempe tahu hingga ke konsumen,"

"Ikuti dan nikmati prosesnya. Karena sesuatu yang baik itu tak jarang berasal dari hal yang buruk. Tinggal pola pikir kita saja yang harus terus di perbaiki kualitasnya." Faimo menjawab sembari menaikkan sekarung kedelai ke dalam bak mobil pickup miliknya dari hasil kredit.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Omang Yayuz
Masa lalunya Feimo meresahkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status