Share

03 . Luka Itu

"Masa lalu bagai sebuah lembaran dari sebuah buku, dia hanya bisa dibaca kembali tapi tak bisa tuk mengulang tentang apa yang sudah terjadi."

_____________________________________________________________________

Fai Mo POV

      Aku Faimo, atau nama asliku pemberian kakek adalah Wei Fangying yang memiliki arti cerdasm hangat dan menyenangkan. Sementara nama Wei memiliki arti cerdas atau cerdik. Wei adalah nama keluarga. Kakekku Wei Jun adalah seorang yang gigih dalam membangun masa depannya. Kakek dikenal sebagai seorang dengan keuletan dan rasa optimis yang tinggi. Kakek memulai bisnis property dan retail miliknya mulai dari nol. Mulai dari tak memiliki apa selain semangat dan kemauan hingga sekarang sudah bisa memiliki apa yang di inginkan.

      Sepanjang usiaku, aku lebih banyak di asuh oleh kakek dari pada kedua orangtuaku sendiri. Karena aku adalah cucu laki-laki pertama di keluarga besar Wei, sehingga dari usia anak-anak, kakek sudah mempersiapkan aku sebagai pemegang kendali bisnis milik Wei Jun grup yang memiliki pengaruh tidak saja di daratan China tapi juga beberapa negara Asia termasuk Indonesia, negara dimana aku tinggal saat ini.

       Aku, Wei Fangying, tapi lebih nyaman jika dipanggil Faimo. Aku lebih suka di panggil mas atau abang, dari pada di panggil gege atau koko. Bukannya aku tak ingin mengakui darah yang mengaliri tubuhku, bukan begitu. Tapi ini hanya sebatas kenyamanan dalam bersosialisasi dengan teman maupun para tetangga.

        Aku putra pertama dari pasangan Wei Qio Yue dengan wanita cantik bernama Tong Yuen. Namun di usiaku yang ke delapan tahun tragedi besar menimpa keluargaku. Sebuah kecelakaan mobil berhasil membuat aku kehilangan sosok papa. Ya ... papaku tewas dalam kecelakaan tersebut. Mobil yang dikendarai bersama asisten juga diriku terbakar saat kami sedang dalam perjalanan menuju Bandara Internasional Pudong Shanghai.

       Saat itu Mo Xiwen asisten papa melihat asap keluar dari kap mobil bagian depan, dengan cepat papa meminta kepada paman Mo untuk berpindah tempat dan segera membawaku keluar dari mobil. Namun baru saja paman Mo dan aku berhasil keluar, api tiba-tiba menyala dari bagian bawah mobil dan hanya dalam hitungan detik saja suara ledakan keras terdengar dan api yang berkobar menyambar kesegala arah.

       "Tuan Wei ... Tuan Wei !" Aku mendengar suara paman Mo berulang-ulang memanggil nama papa, tapi api yang berkobar tak mampu dilewati paman. Akhirnya aku harus menyaksikan Tuhan mengambil nyawa papaku dengan cara seperti ini.

        "Tuan muda... tuan muda." Aku merasakan tubuhku diguncang seseorang samar masih bisa kudengar suara seseorang memanggilku, tapi aku tak sanggup untuk menjawabnya. Suara tangisku lebih kuat dari pada suara orang yang berteriak karena panik.

         "Jangan ambil, papa ! Fangying mau , papa. Jangan bakar papaku Tuhan." Ratapku saat itu. Sementara api semakin besar melahap mobil mewah milik papa bersama pemiliknya.

Aku berusaha berlari dari cekalan orang-orang yang menjagaku, dengan paksa tubuhku digendong dan dibawa menjauh dari kobaran api yang menggila.

         "Tolong papa, paman! Tolong papa, saya. Tuhan padamkan apinya, turunkan hujanmu."

         "Tuan muda ... sebaiknya tuan ikut paman pergi kerumah sakit. Anda terluka tuan." 

       Aku menggeleng, walau apa yang dikatakan pria tersebut benar adanya. Telinga bagian kiriku terasa sangat sakit dan aku tak mendengar apapun disana. Tapi aku tak bisa pergi, tanpa papa. Aku masih terus memanggil papa hingga tenggorokanku terasa sakit dan kedua mataku terasa perih karena kehabisan airmata.

Akhirnya karena rasa sakit yang terlalu kuat yang kurasakan pada telinga kiri juga bahu kiri, aku akirnya diam, pandanganku gelap dan aku tak bisa melihat apa-apa lagi.

*****

        Seminggu setelah pemakaman papa, aku kembali meyaksikan peristiwa yang tak ingin aku saksikan, yaitu pernikahan mama dengan paman Wei Qio Lin yang merupakan adik kandung papa. Pernikahan  ini lakukan untuk menjaga nama baik Keluarga Wei, dimana saat itu mama sedang mengandung adikku, alasannya agar aku juga mama ada yang menjaga.   

        Dan sejak itu aku tinggal bersama kakek di Ghuangzhou hingga selesai  kuliah sementara mama dan paman tinggal di Shanghai mengurus bisnis kakek disana.

         Pasti ada yang bertanya kenapa aku malah ada di Indonesia dan berusaha dibidang mikro sebagai pembuat dan penjual tempe ? ceritanya sangat panjang nantilah aku ceritakan dilain waktu. Tapi biar tak penasaran aku akan menceritakannya sedikit.

         Kenapa aku bisa sampai di Indonesia? jawabannya karena minggat. Bukan minggat sih, tepatnya keluar dari rumah besar keluarga Wei dengan kepala terangkat.

         Kejadian yang membuat hatiku terluka sangat parah tapi tak berdarah. Bahkan luka itu masih tetap terasa sakitnya sampai sekarang. Kejadian dimana aku mengetahui kebenaran akan tragedi kecelakaan mobil yang merenggut nyawa papanya. 

     Tepat saat kakek mengadakan perayaan kelulusanku sebagai Magister Ilmu Ekonomi Universitas Ghuangzhou dengan predikat lulusan terpuji pada sore hari diawal musim panas. hari yang seharusnya bahagia mendadak berubah suram saat paman Tan Ji Han datang dan menyampaikan hasil investigasi yang dilakukannya selama kurun waktu hampir 17 tahun.

     "Xiao Fang ... tolong ! jaga emosimu. Kita dengarkan dulu apa yang dikatakan paman Tan secara utuh. Biar informasi yang didapat tidak setengah dan bisa menimbulkan masalah baru lagi." Suara kakek Wei yang serak membuatku mengalah dan kembali duduk di kursiku.

Paman Tan yang juga orang kepercayaan kakek mengangguk dan kembali menyampaikan hasil investigasinya yang teruang dalan laporan setebal diktatku saat kuliah.

      "Kecelakaan yang dialami Qio Yue, bukanlah murni karena kerusakan transmisi dan slang bahan bakar mobil, tapi lebih kepada konsfirasi terselubung yang memang menargetkan tuan Wei Qio Yue sebagai sasaran mereka." 

      Aku jelas merasa bingung, siapa yang memiliki pemikiran jahat terhadap papa. Sementara yang aku tahu, papa adalah sosok yang baik pada semua orang.

      "Apakah pelaku atas kematian Qio Yue sudah diketahui?" tanya kakek dengan tatapan penuh harap juga khawatir.

Kulihat paman Tan sedikit menarik nafasnya, terlihat sekali kalau pria bertubuh tambun itu berusaha memenangkan pertarungan batin yang dia alami.

       "Paman, dapatkah paman katakan siapa orang itu?" Paman Tan menoleh kearahku dan menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan.

       "Jika paman katakan, apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan membalas dendam."

       Aku ganti menatap kedua mata paman Tan dengan tajam,"Sebagai seorang anak. Saya memiliki tugas membalaskan apa yang diterima oleh almarhum ayah saya. Baik itu satu kebaikan ataupun keburukan."

       "Inilah yang membuat, paman ragu untuk mengatakannya."

       "Tapi paman harus tetap mengatakannya, agar masalah ini benar-benar selesai dan arwah papa bisa tenang disana."

        "Katakan saja, tidak usah ragu. Benar apa yang dikatak Xiao Fang, saya juga ingin masalah ini segera selesai. Saya tidak ingin saat saya mati nanti, masih memikirkan hal ini."

        "Baiklah ... tolong didengarkan dulu hingga saya selesai." Paman Tan meneguk Chivas yang tersaji di gelas dengan kaki kecil. Chivas  menyerupai wisky scotch dan banyak diminati oleh kaum muda termasuk diriku.

         "Kecelakaan yang menewaskan Tuan Wei Qio Yue dilatar belakangi dengan persaingan bisnis dan sakit hati atas sikap kasar tuan Qio Yue. Tuan Yue selama tiga tahun itu telah banyak melakukan kecurangan terhadap keuntungan bisnis Wei Jun, mengakibatkan perusahaan mengalami penurunan pendapatan dan kesejahteraan pekerja pun ikut terganggu. Wei Qio Lin yang mengetahui halitu berusaha untuk mengambil alih kendali bisnis agar tidak bertambah parah. Namun jalan kearah itu tak semudah perhitungan diatas kertas. Beberapa kali Qio Lin mengalami kejadian buruk yang berurusan dengan kelompok bawah tanah suruhan Qio Yue."

         Kini ganti aku yang menghabiskan Chivas digelasku hingga tandas. Aku hampir saja menyela jika saja kakek juga paman Mo Xiwen tak menahanku.

         "Tak hanya berbuat licik pada bisnis Wei Jun, Qio Yue juga melakukan kelicikan pada pernikahannya dengan Tong Yuan. Qio Yue menduakan Tong Yuan dan tidak memperdulikannya Bahkan Qio Yue tega tidak memberi hak Tong Yuan demi kekasihnya."

         "Maksud paman Tan. Papa memiliki wanita lain?"

         "Iya ... Qio Yue bersikap buruk pada Tong Yuen. Dia sering memukuli wanita itu bila Tong Yuen menanyakan prihal kekasihnya atau prihal uang yangseharunya menjadi miliknya. Tong Yuen pernah mengalami geger otak ringan karena pukulan keras dari Qio Yue. Hingga akhirnya Tong Yuan mengadukan hal ini pada Wei Qio Lin. karena Qio Lin juga menyukai kakak iparnya itu, akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin hubungan hingga akhirnya Tong Yuan mengandung. Kehamilan Tong Yuan ini diketahui oleh Qio Yue sehingga dia murka dan kembali memukuli Tong Yuan hingga akhirnya Qio Lin gelap mata dan merencanakan kecelakaan maut itu."

       "jadi antara aku dan Ju Long bukan saudara satu aya

       "Bukan, karena Ju Long anak dari Wei Qio Lin. Sementara saudara satu ayah denganmu meninggal sebelum dilahirkan karena kekasih ayahmu ditemukan tewas over dosis obat tiga hari setelah pemakaman Qio Yue."

        Sampai disini aku tak bisa menyela, kepalaku terlalu penuh hingga aku tak bisa mengurainya satu persatu. Yang aku tahu hanya satu, hatiku sakit karena luka yang ditorehkan oleh kedua orangtuaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status