"Masa lalu bagai sebuah lembaran dari sebuah buku, dia hanya bisa dibaca kembali tapi tak bisa tuk mengulang tentang apa yang sudah terjadi."
_____________________________________________________________________
Fai Mo POV
Aku Faimo, atau nama asliku pemberian kakek adalah Wei Fangying yang memiliki arti cerdasm hangat dan menyenangkan. Sementara nama Wei memiliki arti cerdas atau cerdik. Wei adalah nama keluarga. Kakekku Wei Jun adalah seorang yang gigih dalam membangun masa depannya. Kakek dikenal sebagai seorang dengan keuletan dan rasa optimis yang tinggi. Kakek memulai bisnis property dan retail miliknya mulai dari nol. Mulai dari tak memiliki apa selain semangat dan kemauan hingga sekarang sudah bisa memiliki apa yang di inginkan.
Sepanjang usiaku, aku lebih banyak di asuh oleh kakek dari pada kedua orangtuaku sendiri. Karena aku adalah cucu laki-laki pertama di keluarga besar Wei, sehingga dari usia anak-anak, kakek sudah mempersiapkan aku sebagai pemegang kendali bisnis milik Wei Jun grup yang memiliki pengaruh tidak saja di daratan China tapi juga beberapa negara Asia termasuk Indonesia, negara dimana aku tinggal saat ini.
Aku, Wei Fangying, tapi lebih nyaman jika dipanggil Faimo. Aku lebih suka di panggil mas atau abang, dari pada di panggil gege atau koko. Bukannya aku tak ingin mengakui darah yang mengaliri tubuhku, bukan begitu. Tapi ini hanya sebatas kenyamanan dalam bersosialisasi dengan teman maupun para tetangga.
Aku putra pertama dari pasangan Wei Qio Yue dengan wanita cantik bernama Tong Yuen. Namun di usiaku yang ke delapan tahun tragedi besar menimpa keluargaku. Sebuah kecelakaan mobil berhasil membuat aku kehilangan sosok papa. Ya ... papaku tewas dalam kecelakaan tersebut. Mobil yang dikendarai bersama asisten juga diriku terbakar saat kami sedang dalam perjalanan menuju Bandara Internasional Pudong Shanghai.
Saat itu Mo Xiwen asisten papa melihat asap keluar dari kap mobil bagian depan, dengan cepat papa meminta kepada paman Mo untuk berpindah tempat dan segera membawaku keluar dari mobil. Namun baru saja paman Mo dan aku berhasil keluar, api tiba-tiba menyala dari bagian bawah mobil dan hanya dalam hitungan detik saja suara ledakan keras terdengar dan api yang berkobar menyambar kesegala arah.
"Tuan Wei ... Tuan Wei !" Aku mendengar suara paman Mo berulang-ulang memanggil nama papa, tapi api yang berkobar tak mampu dilewati paman. Akhirnya aku harus menyaksikan Tuhan mengambil nyawa papaku dengan cara seperti ini.
"Tuan muda... tuan muda." Aku merasakan tubuhku diguncang seseorang samar masih bisa kudengar suara seseorang memanggilku, tapi aku tak sanggup untuk menjawabnya. Suara tangisku lebih kuat dari pada suara orang yang berteriak karena panik.
"Jangan ambil, papa ! Fangying mau , papa. Jangan bakar papaku Tuhan." Ratapku saat itu. Sementara api semakin besar melahap mobil mewah milik papa bersama pemiliknya.
Aku berusaha berlari dari cekalan orang-orang yang menjagaku, dengan paksa tubuhku digendong dan dibawa menjauh dari kobaran api yang menggila.
"Tolong papa, paman! Tolong papa, saya. Tuhan padamkan apinya, turunkan hujanmu."
"Tuan muda ... sebaiknya tuan ikut paman pergi kerumah sakit. Anda terluka tuan."
Aku menggeleng, walau apa yang dikatakan pria tersebut benar adanya. Telinga bagian kiriku terasa sangat sakit dan aku tak mendengar apapun disana. Tapi aku tak bisa pergi, tanpa papa. Aku masih terus memanggil papa hingga tenggorokanku terasa sakit dan kedua mataku terasa perih karena kehabisan airmata.
Akhirnya karena rasa sakit yang terlalu kuat yang kurasakan pada telinga kiri juga bahu kiri, aku akirnya diam, pandanganku gelap dan aku tak bisa melihat apa-apa lagi.
*****
Seminggu setelah pemakaman papa, aku kembali meyaksikan peristiwa yang tak ingin aku saksikan, yaitu pernikahan mama dengan paman Wei Qio Lin yang merupakan adik kandung papa. Pernikahan ini lakukan untuk menjaga nama baik Keluarga Wei, dimana saat itu mama sedang mengandung adikku, alasannya agar aku juga mama ada yang menjaga.
Dan sejak itu aku tinggal bersama kakek di Ghuangzhou hingga selesai kuliah sementara mama dan paman tinggal di Shanghai mengurus bisnis kakek disana.
Pasti ada yang bertanya kenapa aku malah ada di Indonesia dan berusaha dibidang mikro sebagai pembuat dan penjual tempe ? ceritanya sangat panjang nantilah aku ceritakan dilain waktu. Tapi biar tak penasaran aku akan menceritakannya sedikit.
Kenapa aku bisa sampai di Indonesia? jawabannya karena minggat. Bukan minggat sih, tepatnya keluar dari rumah besar keluarga Wei dengan kepala terangkat.
Kejadian yang membuat hatiku terluka sangat parah tapi tak berdarah. Bahkan luka itu masih tetap terasa sakitnya sampai sekarang. Kejadian dimana aku mengetahui kebenaran akan tragedi kecelakaan mobil yang merenggut nyawa papanya.
Tepat saat kakek mengadakan perayaan kelulusanku sebagai Magister Ilmu Ekonomi Universitas Ghuangzhou dengan predikat lulusan terpuji pada sore hari diawal musim panas. hari yang seharusnya bahagia mendadak berubah suram saat paman Tan Ji Han datang dan menyampaikan hasil investigasi yang dilakukannya selama kurun waktu hampir 17 tahun.
"Xiao Fang ... tolong ! jaga emosimu. Kita dengarkan dulu apa yang dikatakan paman Tan secara utuh. Biar informasi yang didapat tidak setengah dan bisa menimbulkan masalah baru lagi." Suara kakek Wei yang serak membuatku mengalah dan kembali duduk di kursiku.
Paman Tan yang juga orang kepercayaan kakek mengangguk dan kembali menyampaikan hasil investigasinya yang teruang dalan laporan setebal diktatku saat kuliah.
"Kecelakaan yang dialami Qio Yue, bukanlah murni karena kerusakan transmisi dan slang bahan bakar mobil, tapi lebih kepada konsfirasi terselubung yang memang menargetkan tuan Wei Qio Yue sebagai sasaran mereka."
Aku jelas merasa bingung, siapa yang memiliki pemikiran jahat terhadap papa. Sementara yang aku tahu, papa adalah sosok yang baik pada semua orang.
"Apakah pelaku atas kematian Qio Yue sudah diketahui?" tanya kakek dengan tatapan penuh harap juga khawatir.
Kulihat paman Tan sedikit menarik nafasnya, terlihat sekali kalau pria bertubuh tambun itu berusaha memenangkan pertarungan batin yang dia alami.
"Paman, dapatkah paman katakan siapa orang itu?" Paman Tan menoleh kearahku dan menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan.
"Jika paman katakan, apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan membalas dendam."
Aku ganti menatap kedua mata paman Tan dengan tajam,"Sebagai seorang anak. Saya memiliki tugas membalaskan apa yang diterima oleh almarhum ayah saya. Baik itu satu kebaikan ataupun keburukan."
"Inilah yang membuat, paman ragu untuk mengatakannya."
"Tapi paman harus tetap mengatakannya, agar masalah ini benar-benar selesai dan arwah papa bisa tenang disana."
"Katakan saja, tidak usah ragu. Benar apa yang dikatak Xiao Fang, saya juga ingin masalah ini segera selesai. Saya tidak ingin saat saya mati nanti, masih memikirkan hal ini."
"Baiklah ... tolong didengarkan dulu hingga saya selesai." Paman Tan meneguk Chivas yang tersaji di gelas dengan kaki kecil. Chivas menyerupai wisky scotch dan banyak diminati oleh kaum muda termasuk diriku.
"Kecelakaan yang menewaskan Tuan Wei Qio Yue dilatar belakangi dengan persaingan bisnis dan sakit hati atas sikap kasar tuan Qio Yue. Tuan Yue selama tiga tahun itu telah banyak melakukan kecurangan terhadap keuntungan bisnis Wei Jun, mengakibatkan perusahaan mengalami penurunan pendapatan dan kesejahteraan pekerja pun ikut terganggu. Wei Qio Lin yang mengetahui halitu berusaha untuk mengambil alih kendali bisnis agar tidak bertambah parah. Namun jalan kearah itu tak semudah perhitungan diatas kertas. Beberapa kali Qio Lin mengalami kejadian buruk yang berurusan dengan kelompok bawah tanah suruhan Qio Yue."
Kini ganti aku yang menghabiskan Chivas digelasku hingga tandas. Aku hampir saja menyela jika saja kakek juga paman Mo Xiwen tak menahanku.
"Tak hanya berbuat licik pada bisnis Wei Jun, Qio Yue juga melakukan kelicikan pada pernikahannya dengan Tong Yuan. Qio Yue menduakan Tong Yuan dan tidak memperdulikannya Bahkan Qio Yue tega tidak memberi hak Tong Yuan demi kekasihnya."
"Maksud paman Tan. Papa memiliki wanita lain?"
"Iya ... Qio Yue bersikap buruk pada Tong Yuen. Dia sering memukuli wanita itu bila Tong Yuen menanyakan prihal kekasihnya atau prihal uang yangseharunya menjadi miliknya. Tong Yuen pernah mengalami geger otak ringan karena pukulan keras dari Qio Yue. Hingga akhirnya Tong Yuan mengadukan hal ini pada Wei Qio Lin. karena Qio Lin juga menyukai kakak iparnya itu, akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin hubungan hingga akhirnya Tong Yuan mengandung. Kehamilan Tong Yuan ini diketahui oleh Qio Yue sehingga dia murka dan kembali memukuli Tong Yuan hingga akhirnya Qio Lin gelap mata dan merencanakan kecelakaan maut itu."
"jadi antara aku dan Ju Long bukan saudara satu aya
"Bukan, karena Ju Long anak dari Wei Qio Lin. Sementara saudara satu ayah denganmu meninggal sebelum dilahirkan karena kekasih ayahmu ditemukan tewas over dosis obat tiga hari setelah pemakaman Qio Yue."
Sampai disini aku tak bisa menyela, kepalaku terlalu penuh hingga aku tak bisa mengurainya satu persatu. Yang aku tahu hanya satu, hatiku sakit karena luka yang ditorehkan oleh kedua orangtuaku.
"Dendam yang kau pelihara hanya akan mengerogoti akal sehatmu untuk tetap berpikir waras."__________________________________________________________________________Wei Fangying menatap wajah wanita paruh baya didepannya. Wajah yang masih tetap cantik di usianya yang menginjak 48 tahun. Dia adalah Tong Yuan, ibu kandung dari Wei Fangying. Tong Yuan adalah putri satu-satunya dari seorang Taipan yang sangat terkenal di Ghuangzhou dengan banyaknya proyek hunian yang ditanganinya. Tong Mian Zhu adalah ayah atau kakek Wei Fang ying.Tatapan pemuda itu menyiratkan kekecewaan juga kesedihan yang teramat dalam. Setelah mendengarkan hasil akhir investigasi atas kecelakaan mobil yang dialami ayahnya. Wei Fangying meminta izin pada kakeknya untuk menemui ibu dan pamannya untuk mengklarifikasi semua yang dia dengar."Kenapa mama memiliki pemikiran buruk seperti itu?Apakah cinta dihati mama tak bisa mengalahkan kebenc
"Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi kamu rasakan semenit, sejam, sehari , atau setahun . Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya." Lance Amstrong.____________________________________________________________________________Wei Fangying menatap negara Tiongkok yang semakin kecil dari ketinggian, airmata pun menetes di ujung matanya saat bayangan akan kenangan masa kecil bermain di pelupuk matanya. Masih sangat jelas dalam ingatannya, bagaimana kakek Wei menghapus diam-diam airmata yang jatuh di pipi tuanya saat dirinya meminta restu untuk hidup sendiri.Masih didengarnya suara tangis adik perempuannya Nuan Nuan yang tak rela ditinggalkan. Begitu juga tatapan sedih dan kecewa di mata adik lelakinya Wei Ju Long yangsempat berbisik akan mencari dan menyusul dirinya dimana pun berada. Tangis kehilangan dari mama, yang sepanjang usiannya lebih banyak menangis untuknya. Dan tatapan bersalah yang ditunjukkan paman Lin yang seakan ingi
"Teman yang baik bisa menjadi pintu rezeki namun teman yang buruk dia akan menutup rezeki."********Dengan menumpang kapal Wei Fengying bersama Jacky Lee menuju ke Kota Batam untuk mengambil uang sewa kapal milik ayahnya Jacky , Youpan Lee.Fengying mengedarkan pandangannya kesekeliling dermaga Batam yang cukup ramai."Biasanya apa yang dilakukan orang-orang di demaga ini ,Jack ?"Jacky pemuda berusia 20 tahun seorang programer di perusahaan IT ternama di Singapura, itu menoleh ."Kalau orang Singapura yang menyeberang ke Batam itu karena bisnis , seperti kita saat ini. Tapi kalau orang Indonesia ke Singapura sekedar jalan-jalan dan belanja saja."Fangying mengangguk mendengar penjelasan Jacky.Mereka lalu berjalan keluar Pelabuhan Batam Center setelah selesai dari pos imigrasi untuk melakukan pemeriksaan kartu pass keluar masuk baik dari Batam ke Singapura atau sebaliknya.
"Timah akan seperti tanah, kalau berada di tempatnya. Kayu cendana pun hanya akan seperti kayu bakar, bila menetap di tanah." *********** MerantaulahOrang berilmu dan beradab tidak tinggal beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing di negeri orang. MerantaulahKau akan mendapatkan pengganti dari orang-orang yang ditinggalkan ( kerabat dan kawan )Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Aku melihat udara menjadi rusak karena diam terputus Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan menggenang menjadi keruh. Singa jika tak keluar dari sarang , tak akan mendapat mangsa.Anak panah jika tak ditinggalkan busur, ta
"Kesuksesan merupakan mengembangkan kekuatan kita, sedangkan kegagalan adalah akumulasi dari kelemahan kita,"****Dalam kehidupan manusia tida ada rasa kepahitan, tidak ada kesakitan yang abadi, tidak ada lubang yang tidak dapat dilangkahi, dan tidak ada kesulitan yang tidak bisa di lewati."Ingat yang perlu di ingat, lupa dengan apa yang harus dilupakan, mengubah apa yang bisa di ubah dan menerima apa yang tidak dapat diubah." Gu Wei Gong berkata denganekspresi wajahnya yang hangat. Gu wei Gong ini adalah seorang pujangga yang kini memilih menjadi seorang biksu. Dia adalah guru spiritual Yupan yang kerab datang ke kedai untuk sekedar mengobrol dan memahami makna dari sebuat arti kehidupan."Apa yang bisa di ubah itu, guru Gu?" Wei Fangying sangat tertarik dengan kiasan yang disampaikan oleh pria bijak ini. Guru Gu tersenyum dan mengangguk."Yang bisa di ubah dalam kehidupan adalah nasib dan yang tak bisa di ubah dalam kehidupan itu adalah takdir.
"Semua mimpimu akan menjadi kenyataan jika kamu punya keberanian untuk mengejarnya."***Jika kamu ingin mengalahkan rasa takut, Jangan duduk di rumah dan berpikir tentang rasa takut itu. Pergilah keluar dan sibukkan dirimu agar rasa takut itu tak lagi bersemayam di pikiranmu.Hari ini Wei Fangying menyibukkan diri dengan menganilisa wilayah. Pemuda itu mulai pukul 6 pagi sudah berkeliling sekitar rumah Tan Sabran Zahirulloh, sahabat guru Gu yang tinggal di Kelana Jaya. Pakcik Tan bekerja sebagai guru besar di salah satu Universitas di Johor Bahru sementara istrinya memiliki balai latihan kecerdasan bagi perempuan. Pakcik Tan memiliki tiga orang anak, mereka sudah menikah dan tinggal di Kuala Lumpur juga di Inggris dan Jepang.Selama tinggal di rumah guru besar itu, Wei Fangying tak ubahnya sedang menjalankan peran sebagai mahasiswa. Karena saat sore hari Pakcik Tan akan membahas hal-hal krusial yang terjadi terutama masalah pertumbuhan ekonomi.
"Keberhasilan tidak akan mendatangimu, tetapi kamu sendiri yang harus mendatanginya."*****Karena terkendala bahasa terkadang membuat Fangying dan Wong Li Yue merasakan kesulitan. Karena tidak semua orang yang bertemu dengan mereka bisa dan paham berbahasa Inggris atau Mandarin. Apalagi buat Wong Li Yue yang bahasa Inggrisnya masih tidak beraturan, sesuka dia menyebutnya saja.Dan hari ini mereka berencana menghabiskan sabtu sore di Kuala Lumpur, karena hari ini Buntario sedang banyak uang. Upah kerjanya di Kilang di terimanya siang tadi.Mereka naik LRT sama seperti saat tiba sebulan yang lalu. Tujuan mereka kali ini adalah jalan Alor yaitu tempat wisata kuliner Kuala Lumpur yang sangat cocok untuk menyuka kuliner seperti Wong Li Yue. Tapi sebelumnya mereka mengunjungi Batu Caves, Kuil Hindu tempat yang akan dipenuhi banyak orang saat diadakan festifal Thaipusam. Tapi di hari biasa pun pengunjung tak pernah surut untuk berphoto dengan latar belakang pat
"Masalah yang kamu hadapi di masa lalu akan membantumu sukses di masa depan."***Wei Fangying membungkuk hormat di hadapan seorang pria yang sama-sam membungkukkan badannya. Dia adalah paman Chen, orang kepercayaan paman Lin yang juga ayah tirinya."Kenapa paman ada disini? dan bagaimana paman bisa tahu kalau saya terkurung di sini." tatapan curiga jelas diberikan Fangying pada pria yang berprofesi sebagai pengacara keluarga Wei itu."Ini semua adalah tugas dari Tuan besar Wei Jun dan tuan Wei Qio Lin, untuk menjaga tuan muda Wei dari jauh."Tuan Chen buru-buru menambah pernyataannya sebelum Fangying melayangkan protes. "Jangan berprasangka buruk pada kakek juga ayahmu, tuan muda. Mereka menugaskan saya untuk menjaga tuan muda tidak terlibat masalah hukum di negara lain. Status tuan muda di sini adalah warga negara asing yang kedudukannya sangat rentan. Oleh karena itu tuan besar memberi saya perintah untuk mendampingi uisi