Home / Fantasi / MATE / PROLOG

Share

MATE
MATE
Author: aleevani

PROLOG

Author: aleevani
last update Last Updated: 2021-12-27 12:11:51

“Ini mimpi buruk .... Sangat buruk. Tidak, ini kutukan ... kutukan.” Kata-kata rancu tumpah dari bibirku yang kering. Dadaku terasa sesak, tubuhku terasa begitu lelah. Aku ingin menyerah, tapi aku tak bisa menghentikan kakiku untuk berhenti melangkah. Aku terus berlari tanpa tau arah. Hatiku terasa seperti diremas, dikoyak, dipukul dengan godam. Amat menyakitkan. Air mataku terus mengalir deras bagai aliran sungai yang tak bermuara. Sedikitpun tak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa hari-hari damaiku akan berakhir dalam waktu singkat. Beberapa jam yang lalu kehidupanku masih baik-baik saja. Ayahku yang merupakan seorang Alpha, pemimpin dari ras serigala dalam pack masih duduk dengan gagah di atas singgasananya. Lalu ibuku yang merupakan Luna, pasangan Alpha masih melakukan kegiatan rutin bersamaku, membagikan beberapa daging berkualitas pada semua anggota pack. Kakakku yang suka berbuat jahil padaku selalu berakhir dengan jeweran di telinga oleh ibuku. Kupikir tak akan ada masa kadaluawarsa untuk kehidupan kami yang damai. Ternyata aku salah ... hari damaiku berakhir dengan cepat. Semuanya menghilang bahkan sebelum aku menyadarinya.

Semuanya sudah hancur berantakan. Aku tidak memiliki apapun yang tersisa. Orangtua, kakak, bahkan seluruh anggota packku telah gugur malam ini. Meninggalkanku seorang diri dalam kekejaman dunia ini.

Tubuhku meringkuk di balik semak-semak. Pandanganku kosong dan aku tidak tau di wilayah mana aku sekarang. Dingin, lapar, lelah, tapi aku sudah tidak peduli. Selama berhari-hari aku berlari tanpa arah dalam hutan. Setiap pack memiliki batas teritorial, jika mereka menemukanku sudah pasti aku akan dibawa mereka untuk dikurung atau yang lebih buruk langsung dibunuh. Karena sekarang aku tak lebih dari Rogue bagi mereka. Rogue, itu adalah sebutan untuk mereka yang tak memiliki pack. Banyak dari mereka yang berkeliaran, membentuk kelompok kecil untuk menyerang pack-pack kecil dan menguasainya, sama seperti yang terjadi dalam packku. Para Rogue ganas menyerang packku dan menguasainya.

Ditangkap oleh penjaga batas teritorial adalah hal yang buruk. Namun yang lebih buruk jika aku sampai bertemu dengan Rogue lainnya. Sudah pasti mereka akan membunuhku, sama seperti mereka membunuh seluruh anggota packku. Air mataku rasanya sudah sangat kering dan aku terlalu lelah untuk menangis. Aku selalu berpikir mungkin akan lebih baik jika aku mati saja malam itu. Tapi jika itu terjadi, mungkin akan ada satu orang yang akan hancur. Ditengah keputusasaanku, aku masih percaya bahwa masih ada satu orang di luar sana yang masih menungguku.

Mate, itu adalah sebutan untuk pasangan abadi yang dimiliki oleh kaum kami. Setiap kaum kami memiliki pasangan abadinya masing-masing. Moon goddes, dewi bulan yang selalu kami puja sendiri yang sudah menciptakan kami berpasang-pasang dan aku tak mau pasanganku akan hidup menderita karena kematian bodohku yang sia-sia. Aku ingin selalu percaya. Dalam keadaan apapun aku ingin terus mempercayainya, bahwa dia akan datang mengulurkan tangannya. Menarikku dari lubang gelap, membangunkanku dari mimpi yang mengerikan. 

Langit tampak kelabu dan matahari sudah tak terlihat di mataku. Hujan akan turun dan petang akan berganti malam. Kupeluk lututku semakin erat seiring angin yang berubah semakin kencang dan semakin terasa dingin menusuk hingga tulang.

“Ayah ... Ibu ...” panggilku lirih berharap mereka akan datang dan membawaku pulang. Namun itu hanya sebuah harapan bisu yang terlalu indah untuk jadi kenyataan. Aku tahu hal itu tapi aku masih berusaha berharap. Aku tahu mereka tidak akan pernah datang. Aku hanya akan berakhir disini sendirian.

“Tolong .... Aku tak mau sendirian .... Jangan tinggalkan aku ...” berbisik lirih hampir tak bersuara.  Air mataku kembali beruraian. Aku pasti terlihat sangat menyedihkan sekarang. Seorang gadis 15 tahun yang meringkuk diantara semak sambil  menangis dan memanggil kedua orang tuanya. Berharap ada seseorang yang datang menolongnya.

Kedua mataku terbuka lebar saat sebuah tangan terulur. Sebuah tangan yang bersih dan terawat. Aku bisa lihat kukunya yang lentik dan indah. Mendongak, aku mendapati wajah cantik seorang wanita muda dengan senyuman yang sangat menawan.

“Tenanglah, kau tidak akan sendirian lagi setelah ini. Ikutlah bersamaku dan kita bisa tinggal bersama di sana. Aku juga memiiki anak perempuan yang seumuranmu. Dia pasti akan senang setelah bertemu denganmu,” wanita itu berujar dengan lembut dan manis. Seperti gula yang mengundang semut, ajakannya terlalu manis untuk kutolak. Ditengah-tengah dunia yang kejam, wanita asing itulah satu-satunya yang datang mengulurkan tangannya. Tanpa keraguan aku menggapai tangannya, menggenggamnya erat seolah hanya itu satu-satunya pegangan yang kupunya.

Aku berjalan dengan langkah sedikit cepat, menggenggam erat tangan wanita itu sambil menatap sekeliling hutan yang hanya dipenuhi pohon-pohon besar dan beberapa tanaman sulur yang lebat. Kami melewati jalan yang cukup panjang, medan yang lumayan curam, bebatuan yang ditumbuhi tanaman lumut membuatku hampir terjatuh berkali-kali.  Wanita itu membawaku pergi ke sebuah tempat yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Tempat terpencil yang berada di tengah-tengah hutan.

Sebuah rumah bercat putih bersih terlihat sangat mencolok ditengah-tengah hutan yang sangat jauh dari peradaban manusia. Itu adalah rumah yang cukup besar, berdiri sendiri tanpa ada bangunan lain di sekelilingnya. Dengan keraguan aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah itu, mengikuti langkah wanita itu. Melihat sekitar sambil bersembunyi di belakang punggungnya. Saat pintu di ruang tengah terbuka, aku langsung menemukan seorang gadis berambut pirang yang menatapku dengan tatapan yang tajam. Bibirnya  menunjukkan seringaian yang entah bagaimana membuatku menahan napas. Hanya memandangnya sekilas aku bisa merasakannya, dia seperti iblis kecil yang cantik.

Disinilah tempatku memulai kehidupan baruku. Hari-hari baruku dimulai dari sini. Entah tangis atau tawa yang akan aku dapat, yang kupikirkan untuk saat ini adalah cara untuk tetap bernapas sampai menunggu seseorang yang sudah ditakdirkan Dewi bulan padaku tiba. Oh Moon goddes, sampai hari itu tiba apakah aku akan baik-baik saja?  

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Terry Moore
my books is not in English
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MATE   EPILOG

    “Mama, aku ingin bermain keluar! Aku akan pulang sebelum petang!” Teriak seorang bocah laki-laki yang berusia lima tahun yang tampak mengganti kaosnya dengan tergesa.“David, Mama melarangmu pergi! Sudah berkali-kali kuperingtkan jangan bermain ke dalam hutan itu lagi!” teriak seorang wanita dari arah dapur, namun sama sekali tidak di gubris oleh David, nama bocah laki-laki itu.“Aku akan baik-baik saja! Aku sayang Mama dan tante Alena!” teriak David yang sudah berlari keluar dari rumah sederhana miliknya, mengabaikan suara teriakan Ibunya yang terus memanggil namanya.“Dasar, anak itu sama sekali tak mendengarkanku!” Keluh Levia kesal melihat putera semata wayangnya yang tak pernah menurut padanya. Sedang Alena, satu-satunya orang yang sedang bersamanya hanya terkekeh melihat kekesalan adik iparnya.“Sudah biarkan saja. Dia masih pada masa kejayaannya. Jangan terlalu overprotektif padan

  • MATE   BAB 31; THE BIRTH

    Langit tampak cerah dan matahari bersinar terik. Titik-titik peluh mulai menetes dari keningku. Menyirami tanaman bukanlah pekerjaan yang berat, tapi karena usia kandunganku yang sudah tua membuatku cepat kelelahan. Kuhela napas lelahku setelah berhasil duduk di sebuah kursi kayu yang berada di teras depan rumah. Akhirnya setelah sekian lama terlunta-lunta di antara hutan, berpindah dari tempat satu ke tempat lainya, akhirnya kami memutuskan untuk menetap dan berbaur dengan manusia. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Setelah hari-hari buruk itu kami akhirnya menemukan tempat yang cukup aman sehingga kami bisa tinggal sedikit lebih lama di sana. Kami menemukan sebuah perkampungan kecil, dimana adat istiadat dan kesederhanaan sangat dijunjung tinggi. Tempat yang dihuni oleh ras manusia dan jauh dari ras werewolf, tentu ini adalah tempat yang paling aman untuk tinggal. Penduduk kampung di sini juga sangat baik dan ramah, mungkin karena itulah aku dan Alena cukup m

  • MATE   BAB 30; HALLUCINATION

    Kulitku seperti mati rasa, tak lagi bisa merasakan dingin saat tubuhku berkali-kali menembus kabut dan juga melawan dinginnya angin malam. Aku hanya memejamkan mata sambil mengeratkan pegangan tanganku pada tubuh serigala milik Alena. Seperti apa yang dikatakan Forel, maid yang datang ke pondok kami tadi pagi, kami memutuskan untuk segera meninggalkan tempat persembunyian kami dan segera mencari tempat baru untuk melanjutkan hidup. Tubuhku terasa sangat lelah. Tapi aku tahu Alena jauh lebih lelah dibandingkan dengan diriku. Entah sudah berapa lama dan sejauh apa Alena berlari membawaku. Tapi sejauh ini, belum sekalipun Alena mengeluh ataupun beristirahat sejenak sejak kami meninggalkan pondok itu. Suara Forel masih menggema dalam pikiranku. Jawaban wanita itu terus menghantui kepalaku. Hatiku terasa kosong, dan perasaanku yang sudah hancur kini sudah tidak berbentuk. Hari ini aku sudah kehilangan segalanya. Packku, keluargaku, Putera angkatku, dan juga ... Mateku ...

  • MATE   BAB 29; MAID

    Langit-langit coklat menjadi pemandangan pertama saat aku membuka mataku. Aroma tanah basah dan juga tumbuhan hijau memenuhi indra penciumanku. Membuatku langsung mengingat dimana tempatku berada. Perlahan aku bangun dan menatap selimut merah yang membukus tubuhku. Dibalik selimut itu pakaianku sudah berganti, bukan lagi pakaian yang kukenakan kemarin. Dan aku juga menemukan lengan kananku yang sudah dibungkus dengan perban. Kurasa Alena yang melakukannya. Kutatap sekelilingku, mencari keberadaan gadis itu. Namun aku tak menemukannya di ruangan ini. “Kak Lena.” Langkahku terhenti saat melihat gadis itu sedang berdiri di depan lemari kayu yang ada di dapur. Pakaian yang dia kenakan sudah berganti lebih baik dari kain lusuh yang sebelumnya. Mendengar panggilanku Alena berbalik, menatapku dengan senyuman khas miliknya. Membuatku tertegun saat melihat senyum di wajah gadis itu. “Kau sudah bangun? Lebih baik kita sarapan sekarang. Ada beberapa buah yang bisa kita makan. M

  • MATE   BAB 28; HELPLESS

    Mataku membulat, Jantungku terasa berhenti sejenak dan napasku tercekat. Air mataku mengalir deras, mulutku tak mampu bersuara bahkan isak tangisku sama sekali tak terdengar. Semua indraku seolah mati rasa. Kegelapan melingkupiku, mataku tak bisa beralih dari sosok yang bersimbah darah di bawah tangan kotor iblis itu. Hening, aku tak bisa mendengar apapun bahkan detak jantungku sendiri. Karena memang jantungku seperti berhenti berdetak untuk sekarang. Otot-otot sendiku terasa sangat lemas, hingga aku tak memiliki daya sedikit pun untuk bergerak satu senti saja dari tempatku. Kutatap tajam pria itu dengan kedua mataku yang kuyakin sudah gelap seluruhnya. Amarah mengusaiku dan kurasakan Lucy yang semakin liar berusaha mengambil alih tubuhku. Hanya kebencian serta rasa murka yang teramat besar yang mengisi ruang kosong dalam hatiku. “Iblis itu harus mati!” Kalimat itu terus berdengung dalam kepalaku. Rasa murkaku perlahan mengikis logika dan aka

  • MATE   BAB 27; POOL OF BLOOD

    Matanya yang berwarna merah menatapku tajam. Bagai api yang berkobar, hanya dengan tatapannya saja seolah aku sudah hangus terbakar. Dadaku menyempit, paru-paruku terasa terhimpit saat tangan pria berambut perak itu mulai menekan tenggorokanku kuat, mengangkat tubuhku perlahan hingga kakiku mengambang di udara. Pandanganku kian mengabur seiring menipisnya udara yang ada dalam paru-paruku. Air mataku mengumpul di kelopak mata, tak kuat menahan sakit yang menggerogoti tubuhku. Semua terjadi dengan cepat, bahkan sebelum otakku bisa mencerna semuanya. Dobrakan keras sebelumnya mengantarkan seorang pria asing yang memiliki aura yang sangat kuat. Tatapan matanya bagai elang yang mencengkram mangsanya. Kemudian dalam sekejap tubuhku sudah dibawah kendalinya. Tubuhku terasa lemas, sudah berkali kali aku memberontak tapi yang kulakukan hanya menguras tenaga saja. Pria itu menyeringai, mengejek ketidakberdayaanku ditangannya. Sudah terlambat untuk menyelamatkan diri sekarang.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status