Mag-log inSuara teriakan Allea menggema, saat kakinya tersandung kaki yang lainnya, dan nyaris membuat supnya tumpah. Namun dengan segera, Sean yang jangkauannya tidak terlalu jauh dari Allea, dengan segera menarik pinggangnya hingga Allea tanpa harus berdiri, dan membuat ia terduduk di pangkuannya. Allea sedikit tersentak, terlebih saat ini ia jatuh dengan posisi yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Hembusan napas hangat dari hidung Sean, tanpa sengaja menyapu permukaan kulit antara pelipis dan pipinya. "Kau tidak apa-apa?" Tanya Sean, saat beberapa saat lamanya mereka terdiam dan saling pandang satu sama lain. "Allea?" Sekali lagi Sean memanggil Allea, yang sejak pertama ia panggil masih tetap diam mematung dengan napas yang terdengar bergetar. "A- ah iya, ma-maaf. Aku tidak sengaja, tadi aku...""Kau baik-baik saja, Kan?" ulang Sean, kembali bertanya tentang keadaan istrinya. "I-iya, aku baik-baik saja. K-kau sendiri bagaimana? Maaf, tadi... tadi pasti sulit kan, harus menarik k
Ethan kembali ke apartemennya dengan perasaan kesal yang begitu besar. Entah apa yang terjadi pada bisnisnya kali ini bersama delegasinya yang dari Nakoya, hingga membuat ceo perushaan tersebut membatalkan kerjasama dengannya. "Sial, kenapa semuanya bisa seperti ini? Aku tidak pernah membuat kesalahan, dan selalu melakukan yang terbaik untuk menjalin kerjasama dengannya. Tapi kenapa dia memutuskan semuanya secara sepihakk?" geram Ethan. Selain bisnisnya yang tiba-tiba dibatalkan sepihak, kondisi jadwal meeting dan juga jadwal kunjungan ke beberapa proyek miliknya juga yang kacau balau, membuat Ethan merasakan kepalanya nyaris meledak. "Sial! Ini semua gara-gara Allea. Kalau saja dia emngatur jadwalku dengan benar dna melaporkannya segera, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi." Namun beberapa saat kemudian, kekesalannya seketika terhenti saat ia menyadari kalau Allea sudah ia berhentikan dan menggantikannya dengan Serena. Bahkan Ethan baru sadar, kalau Allea sama sekali
Allea melepas satu persatu perhiasan yang ia gunakan di pernikahannya, setelah merasakan penat akibat terlalu banyak menghadapi tamu dan undangan yang menguras tenaganya. "Astaga! Badanku rasanya remuk," gumam Allea, sedikit memijat tengkuknya yang terasa begitu pegal. Ketika ia semua sudah terlepas, dan tersisa gaun yang harus ia buka melalui resleting belakang, pintu terbuka dan itu membuat Allea sedikit terkejut. "Maaf, aku tidak bermaksud lancang," ucap Sean, saat tahu Allea terkejut dengan kedatangannya, bahkan mungkin tidak nyaman. "Tidak apa-apa, aku cuma kaget," sahut Allea. Sean tersenyum tipis, ia melajukan kursi rodanya ke arah walk in closet miliknya, mengambil piyama dan segera kembali keluar. "Kau bisa ambil kamar ini, dan aku bisa tidur di kamar sebelah. Aku tahu, pernikahan kita bukan di dasarkan cinta, dan mungkin Kau tidak nyaman dengan keberadaan ku disini. Istirahat saja dengan tenang, hmm," ujar Sean, menyerahkan kamarnya pada Allea yang mungkin tidak nyaman
Sean hanya tersenyum tipis mendnegar ucapan terima kasih Allea, ia hanya membalas genggamannya dengan lembut. "Jangan memikirkan apapun yang membuatmu sakit, ingat... anak itu perlu bahagia," ujar Sean, membuat Allea sadar kalau Ia tengah mengandung juga. "Apa mereka tahu, kalau kamu hamil?" "Tidak," jawab Allea dengan yakin. "Jangankan soal perubahan fisik, atau kondisiku yang hamil. Mendengar aku masih hidup setelah dikurung semalaman didalam gudang saat itupun, mungkin jadi kabar buruk buat mereka." Sean menatap istrinya dengan pandangan yang Allea sendiri tidak mampu artikan. Namun ia tahu, Sean bahkan jauh lebih perduli terhadapnya dibandingkan dengan orang tua kandungnya sendiri. "Jangan murung, ini hari pernikahan kita. Bahagialah. Karena setelah ini, kau bukan lagi sosok yang sama." Allea mengangguk, lalu menetralkan ekspresinya sebelum akhirnya ia kembali tersenyum. "Kita temui tamu yang lain, atau kau mau istirahat?" Tanya Allea. "Temui tamu yang lain. Se
David menatap Sean dengan wajah merah padam, antara marah, malu, dan tercabik ego. Kata-katanya menggantung, tenggelam oleh suasana yang semakin memanas.Sean tidak berkedip. “Saya apa, Tuan?”Nada suaranya tidak keras, tapi dingin. Terlalu tenang untuk pria yang baru saja menyaksikan istrinya ditekan habis-habisan.Para tamu menahan napas. Beberapa bahkan berhenti makan, takut melewatkan satu detik pun dari drama yang sedang terjadi di panggung.David menggertakkan gigi.“Kamu, kamu berani bicara seperti itu padaku? Keluarga Morgan yang seharusnya di hormati. Saya adalah mertua anda sendiri.”“Tapi saya tidak mendengar itu secara langsung dari Allea, dia sama sekali tidak mengatakan bahwa anda adalah ayahnya. Karena kalau seorang ayah ada di pernikahan putrinya, itu akan merasa bahagia dan bukan malah kesal, apalagi sampai membuat masalah,"ujar Sean, dengan salah satu sudut bibirnya terangkat.Allea di sampingnya berdiri tenang, diam, namun keberadaannya saja membuat situasi semakin
Tamu-tamu terkejut. Vanessa langsung terlonjak kecil. David terbelalak melihat putri kesayangannya berlutut dihadapan adiknya.Dan Serena, dengan tubuh bergetar penuh drama, menangis di hadapan Alea.“Aku mohon… jangan katakan hal-hal buruk itu di depan umum…” suara Serena pecah.“Ini bukan tempatnya… ini bukan waktu untuk membuka luka lama… Adik, Kejadian yang kamu sebutkan itu ketika kita masih kecil. Jangan sampai, kamu membuka luka itu dan membuat ayah malu," mohon Serena.Ia memegang ujung gaun Alea, seolah Alea yang menyakitinya dengan begitu kejam.“Ayah bukan orang buruk… dia bukan orang jahat… kumohon jangan buat semua orang salah paham…”Alea mematung.Serena mengangkat wajahnya—dan untuk satu detik, Alea melihatnya tersenyum tipis. Senyum manipulatif yang hanya terlihat oleh Alea.Kemudian Serena kembali menunduk, menangis lagi.Para tamu mulai berbisik murmur simpati.“Kasihan sekali… kakaknya sampai memohon…”“Apa benar Alea membenci keluarganya sendiri?”“David Morgan te







