Jam dipergelangan tanganku sudah menunjuk ke arah pukul 13:00 WIB, sudah hampir menjelang sore namun hujan hingga kini belum juga usai. Aku pun berniat ingin menerjang hujan karena takut Bintang menunggu kepulanganku di rumah. Saat hendak masuk ke mobil, tiba-tiba saja pandanganku teralih ke arah seorang laki-laki yang tengah duduk termenung di pinggir jalan. Wajahnya nampak mirip sekali dengan Mas Reyhan, dia terlihat sedih, berulang kali menatap jalan raya dengan perasaan cemas. Entah kenapa hatiku ingin sekali menghampirinya. Aku segera masuk ke dalam mobil bersiap menghidupkan mobil, lalu kendaraan roda empat yang tengah kukendaraipun berjalan tepat di depan laki-laki itu yang mirip sekali dengan Mas Reyhan.“Permisi, Mas. Sejak tadi saya lihat di tempat pemakaman umum Mas terlihat sedih. Ada apa?” tanyaku menghampirinya.“Anak saya sampai saat ini belum kunjung pulang, Mbak. Saya sangat khawatir dengan keadaannya.” Dia menjelaskan keresahan hatinya.“Memangnya anak Mas usia ber
“Ya mau bagaimana lagi, Ma. Amira sedang mencari. Mungkin nanti secepatnya dapat pekerjaan, yang penting Mama doakan selalu Amira,” “Mama doakan semoga kamu secepatnya mendapatkan pekerjaan Amira,” lirih Mama berucap. Aku merasa belum mampu membahagiaan Mama padahal hanya aku satu-satunya anak Mama. Ya Allah ... mudah-mudahan Engkau lancarkan agar aku bisa mendapatkan uang. Aku nggak tahu lagi bagaimana caranya mencari uang sedangkan anak aku pun masih kecil. Aku berharap ada keajaiban, Allah maha baik dia pasti menolongku. Setelah obrolan itu, pagi ini aku bersiap akan melakukan perjalanan ke kota untuk mencari pekerjaan. Aku menenteng map cokelat yang berisikan surat-surat yang dibutuhkan. Masuk ke dalam kendaraan roda empat, satu-satunya yang kumiliki saat ini. Dengan cepat aku mobilku melesat menyusuri jalanan raya yang lenggang. Saat ini tujuanku ingin melamar ke perusahaan digital yang bergerak dibidang pemasaran lokasinya tak jauh dari rumah. Aku begitu sangat percaya diri
“Saya enggak membutuhkan pekerja untuk menjadi asisten pribadi saya. Memang kemarin iya, tapi jika dipikir-pikir saya nggak butuh asisten pribadi,” ucap Mas Devan menjelaskan. “Jika tidak membutuhkan asisten pribadi, saya tidak akan jadi melamar di perusahaan ini, karena dengan pengalaman saya sebelumnya pernah memimpin perusahaan dan mungkin saya juga bisa mengatur segala urusan apapun sebagai asisten pribadi,” sahutku berucap. Seketika itu dia menatapku seolah-olah penasaran. Kemudian dia meraih CV yang aku bawa dari rumah. Dia membaca secara seksama isi dari CV itu.“Waw, hebat sekali! Ternyata sebelumnya kamu pernah memiliki perusahaan besar. Saya sangat mengenal betul pemilik perusahaan itu. Apakah kamu putri dari Pak Handriana, directur utama perusahaan Aksara Pramudia?” “Betul, Mas. Itu Papa saya. Perusahaan yang sudah Papa saya bangun dan kelola selama ini mengalami masalah sehingga kami tidak memimpin kembali perusahaan itu. Oleh sebab itu, saya memutuskan mencari lowongan
POV BAGAS [Sayang, jangan lupa kita akan bertemu hari ini, soalnya aku rindu dan sudah pesan hotel yang paling bagus untuk kita berdua agar kita bisa menikmatinya dengan sangat romantis?] Pesan tersebut aku kirim kepada wanita yang selama ini selalu mengisi hari-hariku yang sepi. Dzakira. Entah kenapa ketika menyebut namanya hatiku berbunga, apalagi ketika memandang lekuk tubuhnya yang indah membuatku selalu ingin menyentuh tubuhnya. Berbeda dengan Amira--istriku, entah kenapa aku merasa jijik jika bertatap muka dengannya, apalagi menyentuhnya. Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir menyentuh Amira. Setiap merasa kesepian, aku selalu meminta Dzakira, tentunya aku harus merogoh kocek yang lumayan agar mendapatkan kepuasan darinya. Tentunya Amira tidak mengetahui bahwa aku sudah menduakannya. Lagipula, ini salahnya yang tak mampu melayaniku. Bayangan terlukis di pikiran, hingga tak terduga, pesan yang barusaja kukurim ke nomernya berhasil terbaca olehnya. [Siap, Sayang. Sekarang juga
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (2) Sayang, ATM-ku sedang dalam masalah, untuk kali ini, kamu yang bayar ya, nanti aku akan ganti secepatnya,'' pintaku pada Dzakira memohon. Seketika raut wajahnya memerah menahan penuh amarah. ''Apa kamu sudah gila, tidak akan mungkin aku mau membayar empat puluh juta, aku sama sekali tidak ada uang sebesar itu dan lagipula aku tidak membawa uang sepeserpun,'' ujar Dzakira meluapkan kekecewaan. ''Aku baru memberimu yang seratus juta kemarin, kenapa bisa habis secepat itu?'' tanyaku heran. Bisa-bisanya dia boros hanya dengan satu hari. ''Uang yang kamu beri kemarin sudah habis dipakai shopping, lagipula uang segitu tidak ada apa-apanya, zaman sekarang serba mahal.'' Dzakira melipatkan kedua tangan di dada, kedua matanya memandang sinis. ''Kamu keterlaluan, Dzakira. Lalu bagaimana sekarang bukankah kamu tetap menginginkan hotel ini. Aku sama sekali tidak bawa uang cash, sementara kartu ATM-ku tidak bisa dipakai.'' Aku merasa frustasi dan
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (3) Dzakira terdiam, ia menahan kekecewaan, aku pun tak memperdulikannya, urusan batin nanti pun kami akan kembali melakukannya. Yang jelas, untuk sekarang aku tidak mau sampai Amira mengetahui kebusukan yang sudah aku lakukan di belakangnya. ''Bagas?'' Aku melangkah keluar kamar meninggalkan Dzakira sendirian. Teriakan dan cacian terdengar sangat jelas di telinga. Hatiku saat ini tidak perduli dengannya, aku hanya takut Amira marah dan mengusirku dari rumah hanya gara-gara perselingkuhan. Menurutku, nyawa lebih berharga dibanding nafsu birahi. Jika Amira dan keluarga besarnya mengetahui bahwa aku telah berkhianat. Mungkin, aku akan ditendang dari keluarga Hartawan dan tidak diberikan sepeserpun harta. Padahal niatku dari awal ingin sekali merebut semua harta yang dimiliki oleh keluarga Amira hingga jatuh ke tanganku. Soal Dzakira, nanti pun ia akan berbaik hati kembali, apalagi jika diberi uang yang banyak. Dia perempuan matre yang hanya memandang
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (4) Tanpa terasa, aku telah tiba di halaman rumah keluarga Hartawan. Terlihat, kedua mertuaku tengah berdiri di samping Amira yang masih menggunakan kursi roda miliknya. Mereka seakan-akan tengah menunggu kedatanganku, tatapannya penuh dengan kebencian. Hatiku seakan tak tenang ketika dipandang seperti itu. ''Pa, Ma, Amira. Maaf aku--'' BUGH! Pukulan keras mengenai dada hingga membuat tubuhku terjatuh ke tanah. Aku terkejut ketika mengetahui Papa mertuaku marah dan melakukan tindakan kekerasan. Padahal setahuku, Papa terkenal pendiam dan jarang marah. Tapi kenapa ia berani melakukan hal ini kepadaku? Apa jangan-jangan .... ''Papa kenapa memukulku secara tiba-tiba, apa salahku?'' tanyaku heran. ''Jangan berpura-pura, kami sudah mengetahui bahwa kamu sudah mengkhianati Amira, mulai detik ini kamu sudah bukan lagi suami anak saya,'' sentak Papa Hartawan. ''Aku bisa menjelaskannya, Pa. Aku sama sekali tidak berniat untuk mengkhianati Amira. Aku sangat
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (5) ''Aku tidak akan pernah pergi dari rumah ini sebelum kamu memenuhi persyaratanku,'' ujarku menatap wanita yang ada di hadapanku dengan tajam. ''Syarat?'' ''Aku minta uang talak sebesar satu milyar sebagai tanda bahwa aku sudah resmi bercerai denganmu Amira. Jika kamu memberiku uang talak sesuai permintaanku, maka aku akan pergi dan tidak akan pernah lagi datang menginjakkan kaki di rumah ini,'' ucapku meminta dengan paksa. Mereka terlihat terkejut mendengar nominal yang aku sebutkan. ''Apa? Satu milyar? Kamu mau memeras kami? Uang satu ribu pun tidak akan pernah saya berikan,'' ujar Amira kesal. ''Aku sama sekali tidak mau tahu, yang jelas uang talak harus dibayar sekarang juga, jika dibayar saat ini aku janji tidak akan pernah kembali ke rumah ini lagi dan aku rasa uang satu milyar tidak ada apa-apanya, bukankah kalian sangat kaya raya?'' ucapku memaksa. Entah kenapa, dengan sengaja aku mengucap syarat permintaan uang talak yang cukup fantastis