Share

Siapa yang mengirim pesan?

MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (2)

Sayang, ATM-ku sedang dalam masalah, untuk kali ini, kamu yang bayar ya, nanti aku akan ganti secepatnya,'' pintaku pada Dzakira memohon. Seketika raut wajahnya memerah menahan penuh amarah.

 

''Apa kamu sudah gila, tidak akan mungkin aku mau membayar empat puluh juta, aku sama sekali tidak ada uang sebesar itu dan lagipula aku tidak membawa uang sepeserpun,'' ujar Dzakira meluapkan kekecewaan. 

 

''Aku baru memberimu yang seratus juta kemarin, kenapa bisa habis secepat itu?'' tanyaku heran. Bisa-bisanya dia boros hanya dengan satu hari.

 

''Uang yang kamu beri kemarin sudah habis dipakai shopping, lagipula uang segitu tidak ada apa-apanya, zaman sekarang serba mahal.'' Dzakira melipatkan kedua tangan di dada, kedua matanya memandang sinis.  

 

''Kamu keterlaluan, Dzakira. Lalu bagaimana sekarang bukankah kamu tetap menginginkan hotel ini. Aku sama sekali tidak bawa uang cash, sementara kartu ATM-ku tidak bisa dipakai.'' Aku merasa frustasi dan heran, bisa-bisanya kartu ATM-ku tidak bisa digunakan, padahal aku sudah betul-betul memasukkan pin ATM, lalu kenapa bisa salah? Apa jangan-jangan--

 

''Apa jangan-jangan PIN ATM-mu ada yang mengganti, pasti istrimu,'' ujarnya menduga-duga. 

 

''Tidak mungkin Amira, dia wanita lumpuh dan tidak akan mungkin bisa mengganti PIN ATM-ku.'' Aku sama sekali tidak percayai ucapan Dzakira, mana mungkin seorang wanita lumpuh seperti Amira mampu mengganti PIN ATM, berjalan saja dia tidak bisa harus menggunakan kursi roda. Apalagi pergi ke bank untuk merubah password.

 

''Kalian malah ribut di sini, mau jadi atau tidak, kalau tidak lebih baik kalian berdua pergi dari hotel ini secepatnya,'' usir resepsionis. ''Sekurity, tolong bawa mereka berdua keluar dari hotel ini.''

 

''Siap, laksanakan!'' Sekurity menoleh, lalu melangkah mendekat hendak mengusir kami.

 

''Tunggu! Saya akan membayarnya memakai kartu kredit.'' Dzakira mengeluarkan kartu kreditnya. Ternyata ia masih memiliki kartu kredit. Aku bernafas lega ketika Dzakira menyerahkan kartu hitam kepada resepsionis. Tanpa pikir panjang, resepsionis pun langsung meraih dan transaksi pun akhirnya berhasil. Kami berdua langsung dipersilahkan ke kamar dengan menggunakan kartu yang sudah diberikan oleh resepsionis.

 

Sesampainya di kamar, udara terasa sangat sejuk. Bunga mawar merah terkumpul di atas kasur putih yang begitu empuk dan membentuk love. Dengan perlahan, aku merebahkan tubuh di kasur, sementara Dzakira hanya diam menatapku seakan-akan menahan kekesalahan yang teramat dalam di dada. Tanpa fikir panjang, aku langsung bangkit dan berdiri berhadapan dengannya. 

 

''Sayang, kamu marah? Kamu tenang saja, aku akan menggantinya besok sekaligus memberimu uang bulanan, kamu boleh membeli barang-barang branded kesukaanmu. Sekarang, jangan pikirkan apapun, kita sudah berada di dalam kamar dan lebih baik kita melakukannya sekarang,'' ujarku padanya, kemudian wajahku mendekat hendak menyentuh bibir merahnya.

 

''Oke, aku percaya kamu akan mengganti uang serta memberi apapun yang aku inginkan. Yang jelas, asal jangan pernah lupakan konsekuensi yang pernah kita berdua sepakati jika masih ingin terus menjalin hubungan gelap denganku,'' ucap Dzakira menekankan nada bicaranya. Aku hanya mengangguk tak mampu memperdebatkan masalah kesepakatan yang sebelumnya pernah aku janjikan padanya.

 

Sejak delapan bulan lalu, kami membuat perjanjian bahwa aku akan selalu menuruti perkataannya. Apapun itu, jika tidak, dia akan memutuskan pergi begitu saja dari kehidupanku. Tentunya juga Dzakira pasti akan melaporkan tentang perselingkuhan yang aku lakukan bersamanya kepada Amira dan itu yang membuat aku tak ingin melepaskan Dzakira karena aku sendiri sudah jatuh cinta kepadanya, lebih baik menjalin hubungan gelap dan menuruti keinginannya. Amira pun tidak akan tahu tentang apa yang kulakukan dibelakangnya. 

 

Dzakira melempar senyum, ia bersiap melakukannya sekarang. Aku pun sudah tak sabar ingin menikmati sentuhan demi sentuhannya yang membuatku sampai ketagihan. Perlahan, Dzakira mulai melepaskan semua pakaiannya, terutama pakaianku. Dia memeluk tubuhku erat, hingga pada akhirnya aku pun terbuai dan merasakan kenikmatan yang aku dambakan darinya. Kamar ini adalah saksi percintaanku dengan Dzakira.

 

Kring!

Terdengar suara pesan masuk ke ponselku, suaranya seakan menganggu aktivitas kami yang sedang kasmaran hingga terdengar bekali-kali. Aku yang kesal lantas menyelesaikan aktivitas dan langsung melangkah meraih ponsel yang tersimpan di atas nakas. Kemudian, tanpa fikir panjang langsung membuka pesan pada aplikasi berwarna hijau dan membacanya.

 

[Bersenang-senanglah kalian melakukan perbuatan keji itu, sangat menjijikan sekali. Kalian tenang saja, semua perbuatan kalian yang ada di kamar terekam jelas di kamera CCTV. Akan aku simpan bukti ini agar kalian menyadari bahwa aku tidak diam melihat perlakukan hina kalian di belakangku!] 

Degh. Aku terkejut ketika membaca pesan yang sama sekali tidak kuketahui siapa pemilik nomer yang mengirim pesan singkat tersebut. Aku pun langsung menerawang ke seluruh penjuru kamar, namun sama sekali tidak melihat adanya CCTV yang ada di kamar hotel ini.  

 

''Kenapa, Sayang, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres?'' tanya Dzakira heran melihatku.

 

''Ada yang mengirimkan pesan seperti ini ke nomerku, tapi aku sama sekali tidak tahu pemilik nomer ponsel ini,'' ucapku pada Dzakira sembari menyerahkan bukti pesan padanya. Dia langsung meraih dan membacanya.

 

''Yang mengirim pesan ini aku yakin itu adalah Amira. Siapa lagi kalau bukan dia, kalau orang lain, tidak akan mungkin sudi mengirim pesan seperti ini ke nomermu,'' ungkap Dzakira menuduh.

 

''Aku pun menyangka bahwa Amira yang mengirim pesan. Lebih baik, aku pergi sekarang, aku takut dia mengetahui perselingkuhan kita. Apalagi pesan tersebut menyebut bahwa kamar ini ada CCTV dan merekam jelas perbuatan kita barusan,'' ujarku hendak pamit pada Dzakira. Lalu, mengenakan pakaian satu persatu.

 

''Tidak bisa! Kamu tidak boleh pergi, kita baru melakukannya sebentar, apakah kamu tidak menginginkan lagi, bahkan aku sudah membayar 40 juta untuk satu hari. Aku melarang jika kamu memaksa pergi.'' Dzakira marah, ia menatap wajahku tajam. Tubuhnya yang ditutupi selimut tebal membuatnya tak bisa mendekatiku.

 

''Apa kamu sudah tidak waras Dzakira, jika Amira mengetahui perselingkuhan kita, tamat riwayatku. Kita bisa melakukannya lain waktu. Apa kamu pikir semua uang yang selalu aku berikan padamu itu hasil jerih payahku? Kamu salah besar, semua itu pemberian dari Amira dan tidak akan mungkin aku meninggalkannya karena Amira adalah mesin pencetak uangku,'' ujarku dengan penuh emosi menatap balik ke arah Dzakira.

 

Saat ini, aku sama sekali tidak perduli jika Dzakira sudah membayar sewa kamar seharga empat puluh juta. Jika aku masih tetap di sini, aku tidak mau kehilangan Amira, tentunya dia tidak akan lagi memberiku uang banyak. Aku lebih baik aku pergi temui Amira. 

 

Dzakira terdiam, ia menahan kekecewaan, aku pun tak memperdulikannya, urusan batin nanti pun kami akan kembali melakukannya. Yang jelas, untuk sekarang aku tidak mau sampai Amira mengetahui kebusukan yang sudah aku lakukan di belakangnya.

 

''Bagas?''

Bersambung

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status