Home / Historical / MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU / Siapa yang mengirim pesan?

Share

Siapa yang mengirim pesan?

Author: AlvinaMawar
last update Last Updated: 2022-02-24 13:36:34

MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (2)

Sayang, ATM-ku sedang dalam masalah, untuk kali ini, kamu yang bayar ya, nanti aku akan ganti secepatnya,'' pintaku pada Dzakira memohon. Seketika raut wajahnya memerah menahan penuh amarah.

 

''Apa kamu sudah gila, tidak akan mungkin aku mau membayar empat puluh juta, aku sama sekali tidak ada uang sebesar itu dan lagipula aku tidak membawa uang sepeserpun,'' ujar Dzakira meluapkan kekecewaan. 

 

''Aku baru memberimu yang seratus juta kemarin, kenapa bisa habis secepat itu?'' tanyaku heran. Bisa-bisanya dia boros hanya dengan satu hari.

 

''Uang yang kamu beri kemarin sudah habis dipakai shopping, lagipula uang segitu tidak ada apa-apanya, zaman sekarang serba mahal.'' Dzakira melipatkan kedua tangan di dada, kedua matanya memandang sinis.  

 

''Kamu keterlaluan, Dzakira. Lalu bagaimana sekarang bukankah kamu tetap menginginkan hotel ini. Aku sama sekali tidak bawa uang cash, sementara kartu ATM-ku tidak bisa dipakai.'' Aku merasa frustasi dan heran, bisa-bisanya kartu ATM-ku tidak bisa digunakan, padahal aku sudah betul-betul memasukkan pin ATM, lalu kenapa bisa salah? Apa jangan-jangan--

 

''Apa jangan-jangan PIN ATM-mu ada yang mengganti, pasti istrimu,'' ujarnya menduga-duga. 

 

''Tidak mungkin Amira, dia wanita lumpuh dan tidak akan mungkin bisa mengganti PIN ATM-ku.'' Aku sama sekali tidak percayai ucapan Dzakira, mana mungkin seorang wanita lumpuh seperti Amira mampu mengganti PIN ATM, berjalan saja dia tidak bisa harus menggunakan kursi roda. Apalagi pergi ke bank untuk merubah password.

 

''Kalian malah ribut di sini, mau jadi atau tidak, kalau tidak lebih baik kalian berdua pergi dari hotel ini secepatnya,'' usir resepsionis. ''Sekurity, tolong bawa mereka berdua keluar dari hotel ini.''

 

''Siap, laksanakan!'' Sekurity menoleh, lalu melangkah mendekat hendak mengusir kami.

 

''Tunggu! Saya akan membayarnya memakai kartu kredit.'' Dzakira mengeluarkan kartu kreditnya. Ternyata ia masih memiliki kartu kredit. Aku bernafas lega ketika Dzakira menyerahkan kartu hitam kepada resepsionis. Tanpa pikir panjang, resepsionis pun langsung meraih dan transaksi pun akhirnya berhasil. Kami berdua langsung dipersilahkan ke kamar dengan menggunakan kartu yang sudah diberikan oleh resepsionis.

 

Sesampainya di kamar, udara terasa sangat sejuk. Bunga mawar merah terkumpul di atas kasur putih yang begitu empuk dan membentuk love. Dengan perlahan, aku merebahkan tubuh di kasur, sementara Dzakira hanya diam menatapku seakan-akan menahan kekesalahan yang teramat dalam di dada. Tanpa fikir panjang, aku langsung bangkit dan berdiri berhadapan dengannya. 

 

''Sayang, kamu marah? Kamu tenang saja, aku akan menggantinya besok sekaligus memberimu uang bulanan, kamu boleh membeli barang-barang branded kesukaanmu. Sekarang, jangan pikirkan apapun, kita sudah berada di dalam kamar dan lebih baik kita melakukannya sekarang,'' ujarku padanya, kemudian wajahku mendekat hendak menyentuh bibir merahnya.

 

''Oke, aku percaya kamu akan mengganti uang serta memberi apapun yang aku inginkan. Yang jelas, asal jangan pernah lupakan konsekuensi yang pernah kita berdua sepakati jika masih ingin terus menjalin hubungan gelap denganku,'' ucap Dzakira menekankan nada bicaranya. Aku hanya mengangguk tak mampu memperdebatkan masalah kesepakatan yang sebelumnya pernah aku janjikan padanya.

 

Sejak delapan bulan lalu, kami membuat perjanjian bahwa aku akan selalu menuruti perkataannya. Apapun itu, jika tidak, dia akan memutuskan pergi begitu saja dari kehidupanku. Tentunya juga Dzakira pasti akan melaporkan tentang perselingkuhan yang aku lakukan bersamanya kepada Amira dan itu yang membuat aku tak ingin melepaskan Dzakira karena aku sendiri sudah jatuh cinta kepadanya, lebih baik menjalin hubungan gelap dan menuruti keinginannya. Amira pun tidak akan tahu tentang apa yang kulakukan dibelakangnya. 

 

Dzakira melempar senyum, ia bersiap melakukannya sekarang. Aku pun sudah tak sabar ingin menikmati sentuhan demi sentuhannya yang membuatku sampai ketagihan. Perlahan, Dzakira mulai melepaskan semua pakaiannya, terutama pakaianku. Dia memeluk tubuhku erat, hingga pada akhirnya aku pun terbuai dan merasakan kenikmatan yang aku dambakan darinya. Kamar ini adalah saksi percintaanku dengan Dzakira.

 

Kring!

Terdengar suara pesan masuk ke ponselku, suaranya seakan menganggu aktivitas kami yang sedang kasmaran hingga terdengar bekali-kali. Aku yang kesal lantas menyelesaikan aktivitas dan langsung melangkah meraih ponsel yang tersimpan di atas nakas. Kemudian, tanpa fikir panjang langsung membuka pesan pada aplikasi berwarna hijau dan membacanya.

 

[Bersenang-senanglah kalian melakukan perbuatan keji itu, sangat menjijikan sekali. Kalian tenang saja, semua perbuatan kalian yang ada di kamar terekam jelas di kamera CCTV. Akan aku simpan bukti ini agar kalian menyadari bahwa aku tidak diam melihat perlakukan hina kalian di belakangku!] 

Degh. Aku terkejut ketika membaca pesan yang sama sekali tidak kuketahui siapa pemilik nomer yang mengirim pesan singkat tersebut. Aku pun langsung menerawang ke seluruh penjuru kamar, namun sama sekali tidak melihat adanya CCTV yang ada di kamar hotel ini.  

 

''Kenapa, Sayang, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres?'' tanya Dzakira heran melihatku.

 

''Ada yang mengirimkan pesan seperti ini ke nomerku, tapi aku sama sekali tidak tahu pemilik nomer ponsel ini,'' ucapku pada Dzakira sembari menyerahkan bukti pesan padanya. Dia langsung meraih dan membacanya.

 

''Yang mengirim pesan ini aku yakin itu adalah Amira. Siapa lagi kalau bukan dia, kalau orang lain, tidak akan mungkin sudi mengirim pesan seperti ini ke nomermu,'' ungkap Dzakira menuduh.

 

''Aku pun menyangka bahwa Amira yang mengirim pesan. Lebih baik, aku pergi sekarang, aku takut dia mengetahui perselingkuhan kita. Apalagi pesan tersebut menyebut bahwa kamar ini ada CCTV dan merekam jelas perbuatan kita barusan,'' ujarku hendak pamit pada Dzakira. Lalu, mengenakan pakaian satu persatu.

 

''Tidak bisa! Kamu tidak boleh pergi, kita baru melakukannya sebentar, apakah kamu tidak menginginkan lagi, bahkan aku sudah membayar 40 juta untuk satu hari. Aku melarang jika kamu memaksa pergi.'' Dzakira marah, ia menatap wajahku tajam. Tubuhnya yang ditutupi selimut tebal membuatnya tak bisa mendekatiku.

 

''Apa kamu sudah tidak waras Dzakira, jika Amira mengetahui perselingkuhan kita, tamat riwayatku. Kita bisa melakukannya lain waktu. Apa kamu pikir semua uang yang selalu aku berikan padamu itu hasil jerih payahku? Kamu salah besar, semua itu pemberian dari Amira dan tidak akan mungkin aku meninggalkannya karena Amira adalah mesin pencetak uangku,'' ujarku dengan penuh emosi menatap balik ke arah Dzakira.

 

Saat ini, aku sama sekali tidak perduli jika Dzakira sudah membayar sewa kamar seharga empat puluh juta. Jika aku masih tetap di sini, aku tidak mau kehilangan Amira, tentunya dia tidak akan lagi memberiku uang banyak. Aku lebih baik aku pergi temui Amira. 

 

Dzakira terdiam, ia menahan kekecewaan, aku pun tak memperdulikannya, urusan batin nanti pun kami akan kembali melakukannya. Yang jelas, untuk sekarang aku tidak mau sampai Amira mengetahui kebusukan yang sudah aku lakukan di belakangnya.

 

''Bagas?''

Bersambung

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU   Ending

    Aku terdiam beberapa saat. Suasana seperti ini membuatku merasa bimbang. Aku harus jawab apa sekarang. Apa aku tolak saja? “Maaf, Mas, bukannya aku enggak mau, tapi aku sudah nggak mau menjalani hidup dengan laki-laki mana pun, aku masih ingin sendiri menikmati kehidupan seperti sekarang. Jadi, mohon maap kalau misalkan aku menolak permintaan kamu,” ucapku pada Mas Bagas dengan hati-hati. Aku takut ucapanku malah menyakiti perasaan dia. Mas Bagas menanggapi ucapanku dengan tersenyum, tatapan dia seolah-olah tidak menyimpan amarah. Namun, aku merasa nggak enak pada dirinya. “Nggak papa, Amira. Aku tahu jawaban kamu pasti akan seperti itu. Dan, aku juga sama sekali nggak marah apalagi sampai kesal hanya karena masalah ini. Aku tahu sakit yang sudah kamu rasakan kemarin, mungkin oleh karena itu kamu memilih ingin menyendiri tak ingin dengan siapa pun lagi,” ujar dia masih dengan senyumnya. Aku tahu, Mas Bagas sudah berubah tak lagi seperti dulu, tetapi bagaimana pun juga sudah keputu

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU   Bimbang dengan pilihan

    “Mama juga bingung harus gimana, tapi yang jelas sekarang lebih baik kamu fokus sama anak kamu, jangan dulu memikirkan laki-laki. Nanti, jika anak kamu sudah beranjak dewasa dan ada laki-laki baik yang mau menerima kamu dan juga Bintang Mama nggak jadi masalah. Takutnya kalau kamu mengambil keputusan dan menerima dia, Mama takut nasib kamu akan sama seperti kemarin, dan Mama nggak mau melihat kamu menderita lagi,” ujar Mama menasihati. Aku mengangguk paham saat Mama mengatakan hal itu, lebih baik menyendiri dulu dan bahagiakan anak tanpa lebih dulu memikirkan laki-laki. Kegagalan membuatku trauma, aku merasa lebih nyaman seperti ini tanpa merasa ada beban. “Iya, Ma. Keputusan aku menolak Pak Devan sepertinya sudah tepat. Aku ingin sendiri dulu membahagiakan anakku Satu-satunya, aku nggak mau Bintang kembali menjadi korban hanya karena salah memilih ayah untuk dia.”Mama mengangguk. Aku merasa lebih lega sekarang karena sudah mencurahkan isi hatiku. Mungkin jika memang hanya karena

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU   Diajak nikah

    Ya Allah ... bagaimana ini ...“Kamu kenapa, Amira?”Tiba-tiba terdengar suara dari belakang, dengan cepat aku memutar tubuh dan menatap ke arahnya. Ternyata dia ....“Mas Devan?”Aku terkejut setelah tahu ternyata itu adalah Mas Devan. Tatapannya seakan bingung, mungkin dia heran melihat aksiku yang seperti anak kecil. Aku juga seakan merasa malu pada dirinya, bisa-bisanya aku bertingkah seperti itu. “Kamu kenapa, Amira?” tanya Mas Devan mengulang pertanyaan yang sama. “Nggak papa, kok, Pak.” Aku tersenyum, kemudian berniat ingin menjauhinya karena merasa malu. “Permisi, Pak.” Aku pamit dan melangkah pergi. “Tunggu sebentar, Amira,” ujarnya menghentikan langkah kakiku. Perasaanku seakan menggebu saat dia memanggilku. Aku pun lantas berbalik arah dan menatapnya lagi. “Iya, kenapa, Pak?” tanyaku menatap mata elangnya. Jujur, Mas Devan memang begitu sangat tampan sekali. Matanya pun nampak indah. Dia manis. 'Astagfirullah. Apa-apaan sih Amira. Inget, kamu itu janda. Nggak boleh

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU   53

    “Saya enggak membutuhkan pekerja untuk menjadi asisten pribadi saya. Memang kemarin iya, tapi jika dipikir-pikir saya nggak butuh asisten pribadi,” ucap Mas Devan menjelaskan. “Jika tidak membutuhkan asisten pribadi, saya tidak akan jadi melamar di perusahaan ini, karena dengan pengalaman saya sebelumnya pernah memimpin perusahaan dan mungkin saya juga bisa mengatur segala urusan apapun sebagai asisten pribadi,” sahutku berucap. Seketika itu dia menatapku seolah-olah penasaran. Kemudian dia meraih CV yang aku bawa dari rumah. Dia membaca secara seksama isi dari CV itu.“Waw, hebat sekali! Ternyata sebelumnya kamu pernah memiliki perusahaan besar. Saya sangat mengenal betul pemilik perusahaan itu. Apakah kamu putri dari Pak Handriana, directur utama perusahaan Aksara Pramudia?” “Betul, Mas. Itu Papa saya. Perusahaan yang sudah Papa saya bangun dan kelola selama ini mengalami masalah sehingga kami tidak memimpin kembali perusahaan itu. Oleh sebab itu, saya memutuskan mencari lowongan

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU   Ternyata

    “Ya mau bagaimana lagi, Ma. Amira sedang mencari. Mungkin nanti secepatnya dapat pekerjaan, yang penting Mama doakan selalu Amira,” “Mama doakan semoga kamu secepatnya mendapatkan pekerjaan Amira,” lirih Mama berucap. Aku merasa belum mampu membahagiaan Mama padahal hanya aku satu-satunya anak Mama. Ya Allah ... mudah-mudahan Engkau lancarkan agar aku bisa mendapatkan uang. Aku nggak tahu lagi bagaimana caranya mencari uang sedangkan anak aku pun masih kecil. Aku berharap ada keajaiban, Allah maha baik dia pasti menolongku. Setelah obrolan itu, pagi ini aku bersiap akan melakukan perjalanan ke kota untuk mencari pekerjaan. Aku menenteng map cokelat yang berisikan surat-surat yang dibutuhkan. Masuk ke dalam kendaraan roda empat, satu-satunya yang kumiliki saat ini. Dengan cepat aku mobilku melesat menyusuri jalanan raya yang lenggang. Saat ini tujuanku ingin melamar ke perusahaan digital yang bergerak dibidang pemasaran lokasinya tak jauh dari rumah. Aku begitu sangat percaya diri

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU   Nasib Yang Serupa

    Jam dipergelangan tanganku sudah menunjuk ke arah pukul 13:00 WIB, sudah hampir menjelang sore namun hujan hingga kini belum juga usai. Aku pun berniat ingin menerjang hujan karena takut Bintang menunggu kepulanganku di rumah. Saat hendak masuk ke mobil, tiba-tiba saja pandanganku teralih ke arah seorang laki-laki yang tengah duduk termenung di pinggir jalan. Wajahnya nampak mirip sekali dengan Mas Reyhan, dia terlihat sedih, berulang kali menatap jalan raya dengan perasaan cemas. Entah kenapa hatiku ingin sekali menghampirinya. Aku segera masuk ke dalam mobil bersiap menghidupkan mobil, lalu kendaraan roda empat yang tengah kukendaraipun berjalan tepat di depan laki-laki itu yang mirip sekali dengan Mas Reyhan.“Permisi, Mas. Sejak tadi saya lihat di tempat pemakaman umum Mas terlihat sedih. Ada apa?” tanyaku menghampirinya.“Anak saya sampai saat ini belum kunjung pulang, Mbak. Saya sangat khawatir dengan keadaannya.” Dia menjelaskan keresahan hatinya.“Memangnya anak Mas usia ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status